JANGAN BUCIN

Baru saja mata Puspa terpejam sebentar. Ponselnya sudah berbunyi sangat nyaring sekali. Puspa tak menatap layar depan ponsel itu, lagsung mengangkat suara panggilan yang sudah berdering beberapa kali.

"Hallo ...." jawab Puspa dengan suara yang amat serak. Tubuhnya masih terasa pegal semalaman menemani Bening di rumah sakit bersama dokter Atta, dokter yang khusus menangani Bening.

"Kamu masih tidur? Bangun, dan cepat mandi. Sebentar lagi aku datang ke kost kamu. Kita akan pergi," ucap Rangga lantang.

"Ekhemmm ...." jawab Puspa hanya berdehem. Pikirannya masih di alam mimpi dan sama sekali belum kumpul nyawanya.

"Jangan telat," ucap Rangga mengingatkan.

"Hemmm ...." jawab Puspa yang hanya berdehem saja.

Puspa meletakkan ponselnya dan kembali menutup tubuhnya dengan selimut tebal. Kamarnya memang sangat nyaman sekali. Kasur empuk dengan AC yang cukup dingin membuat malas bergerak dan hanya ingin berada di atas kasur saja.

Setengah jam kemudian, Rangga sudah berada di depan kost Puspa. Beberapa kali ia menelepon dan memberikan pesan singkat, namun sama sekali tak di respon. Rangga sudah lima blas menit duduk di kursi bambu yang ada di depan teras rumah kost itu.

"Mbak, Puspanya ada? Tolong panggilin suapaya cepat," titah Rangga kepada sala satu penghuni kost yang baru saja keluar dari pintu dpean yang memang terbuka lebar.

"Masuk saja Mas. Kost ini bebas kok. Tinggal ketuk saja, depan kamarnya," jawab teman kost Puspa santai.

"Ekhemmm ... Itu dia, Saya gak tahu kamarnya yang mana," ucap Rangga jujur.

Perempuan itu menatap Rangga dari bawah hingga ujung kepala.

"Pacarnya Puspa? Atau cuma teman?" tanya perempuan itu.

"Calon suaminya," jawab Rangga mantab dan tegas.

Perempuan itu seperti terkejut.

"Tumben bener si Puspa cari cowok," celetuk perempuan itu asal.

"Maksud Mbak, apa ya?" tanya Rangga pelan. Ia tak mengerti maksud peempuan yang satu kost dengan Puspa.

"Gak apa -apa Mas. Saya hanya bergurau saja. Kamar Puspa di lantai dua, naik dari tangga itu terus belok kanan, mentok, kamarnya pas tusuk sate, ada gambar pokemon yang besar. Itu dia kamarnya, ketok aja. Kalau gak bangun juga, langsung buka aja pintunya, biasanya gak di kunci, maklum dia kan, tempat peminjaman baju," ucap perempuan itu pelan.

"Hah? Tempat peminjaman baju?" Rangga tak paham sama sekali.

"Yaelah Mas. katanya calon suami, kok gak paham sih. Puspa kan glamour, speknya tinggi, selalu banyak lelaki yang datang dan memberinya baju atau apapun. Jadi udah gak heran, kalau banyak lelaki yang datang dan mengaku calon suaminya seperti Mas," ucap perempuan itu sedikit mengejek.

"Tapi, Memang saya calon suaminya. Bulan depan kita akan menikah. Nanti saya sebarkan uandangannya," ucap Rangga kesal.

"Mas itu orang ke sekian yang bilang gitu, tapi nyatanya gak ada satu undangan pun datang ke kos ini. Puspa juga jarang tidur di kos. Kadang satu bulan gak pulang, datang sehari, nanti pergi lagi sebulan atau dua bulan," ucap perempuan itu mengadu.

"Sibuk kerja," ucap Rangga santai.

"Kerja apa? Kerja cari cowok kaya? Adikny saja gak di urus, di rumah sakit saja," ucap perempuan itu mengoceh. Sepertinya ada dendam tersendiri dengan Puspa hingga bicara yang tidak -tidak tentang Puspa.

"Adiknya? Puspa punya adik?" tanya Rangga pelan.

"Ekhemmm ... Saya udah di jemput. Duluan ya," ucap perempuan itu langsung berlari meninggalkan Rangga.

Rangga menoleh ke arah mobil yang menjemput perempuan itu. Rasanya ia pernah lihat mobil itu, tapi mobil siapa?

Rangga pun masuk dan naik ke lantai dua sesuai petunjuk perempuan tadi. Langkah kakinya berbelok ke kanan setelah berada di anak tangga paling atas. Ia melihat sebuah pintu dengan stiker pokemon besar dan di atasnya tertulis namanya.

Rangga hanya tersenyum simpul menatap tulisan itu. Ia pun mengetuk pintu kamar Puspa pelan dan benar saja, Puspa tak mendengar dan tak ada yang menyahut dari dalam.

Ceklek ...

Rangga masuk ke dalam kamar yang kecil dan dingin itu. Hordeng masih tertutup rapat hingga sinar matahari tidak masuk ke dalam kamar.

"Puspa," panggil Rangga pelan dan berjalan menuju kasurnya.

Wajah cantik Puspa terlihat sangat pulas sekali dengan tubuh yang terbungkus rapat oleh selimut tebal. Rangga pun duduk di tepi ranjang dan menatap Puspa lekat.

Pandangannya kini beralih pada beberapa bingkai foto di atas mejanya. Ada satu foto yang sangat ia kenali. Ya, foto itu saat mereka selesai sidang pendadaran dan di naytakan lulus, lalu beberapa hari kemudian, Puspa pergi meninggalkan Rangga.

"Ehhh ... Kamu!! Masuk tanpa ijin," ucap Puspa keras.

Ranggaberbalik dan duduk kembali di tepi ranjang melihat Puspa yang terkejut melihatnya.

"Aku sudah seengah jam di sini. Nungguin kamu, kata temen kamu, suruh naik aja. Ya sudah, aku naik. Ehhh yang mau di ajak pergi malah masih molor," ucap Rangga santai.

"Memangnya mau kemana?" tanya Puspa pelan. Puspa membuka ponselnya dan membalas beberapa pesan dari teman -temanya dan beberapa pacar yang menyewanya dulu. Mungkin ada beberapa orang yang jadi jatuh cinta sungguhan dengan Puspa.

"Lanjutkan saja sibuknya. Baru kita ngobrol," ucap Rangga kesal.

Di bangunkan, malah sibuk dengan ponsel.

Ha ha ha, Puspa tertawa terkekehdan meletakkan ponselnya di atas nakas sebelah ranjangnya.

Ia lalu mengambil air putih dari arah dapur kecil dan membuat air panas. Puspa meneguk air putih satu gelas besar dan membuat kopi kesukaan Rangga.

"Ini kopi buat kamu," ucap Puspa sambil mengedipkan satu matanya kepda Ranggga agar Rangga tidak marah.

Puspa hanya memakai daster pendek tanpa lengan. Tubuhnya memang sangat seksi dan harum. ungkin karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskan ia merawt diri setiap saat.

Rangga menerima kopi itu dan ... ituadalah kopi kesukaannya. Puspa masih hapal dengan kopi kesukaannya.

"Di minum, bukan di lihatin. Coba, masih enak gak racikannya," ucap Puspa pelan. Ia berjalan menuju meja dan menutup beberapa bingkai foto dan mengambil toples berisi kue -kue kering dan di ltakkan di kasur untuk menemani kopi yang sedang di nikmati oleh Rangga.

"Enak banget, masih sama rasanya seperti dulu," ucap Rangga pelan dan menatap ke arah Puspa yang ada di depannya.

"Di makan nih, biar lambung kamu aman. Aku mau mandi dulu, kamarnya aku kunci saja ya, takutnya ada yang masuk," ucap Puspa pelan. Ia menjadi perempuan introvert dan tak membuka diri.

Puspa mengambil pakaian dari lemari dan membawa masuk ke dalam kamar mandi. Rangga meletakan gelas kopinya di meja dan membuka bingkai foto yang di tutup oleh Puspa. Foto dua orang wanita, Puspa dengan gadis kecil yang mirip dengan Puspa. Mungkin dia adiknya yang sakit.

Rangga pun kembali ke kasur dan ikut merebahkan tubuhnya di sana.

"Kok mah tiduran?" tanya Puspa pelan yang cepat seklai mandinya.

"Sudah selesai mandinya?" tanya Rangga bingung.

"Sudah. Buat apa lama -lama sih? Kalau sudah cantik, ya cantik saja, gak usah lama mandinya juga tetap cantik," ucap Puspa tertawa.

"Gak berubah memang," ucap rangga pelan.

Bugh ...

Satu bantal tepat mengenai wajah Rangga.

"Apa kamu bilang tadi?" tanya Puspa ketus sambil memakai lipstik berwarna merah muda dan menyiri rambutnya yang ikal dengan di beri hiasan bandana.

"Kamu cantik, masih sama seperti dulu," ucap Rangga yang makin terpesona pada Puspa.

"Inget. Kamu itu cuma nge -rental aku jadi istri," ucap Puspa pelan.

Dadanya sesak sekali harus melupakan yang ernah mereka lewati, jika sebenarnya rasa itu masih ada.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!