ITU MASA LALU

Puspa melepaskan kaca mata hitamnya dan menatap lekat ke arah Rangga yang juga tercengang menatap Puspa di depannya.

Gadis yang ia pesan di Biro Jasa Rental Istri itu adalah mantan kekasihnya sendiri yang bernama Dewi Puspita.

"Kamu? Dewi kan?" tanya Rangga yang tak bisa berkata -kata lagi.

"Iya. Aku Dewi, panggil aku Puspa kalau di tempat ini," ucap Puspa dengn tegas.

Rangga menghembuskan napasnya dengan keras dan mengetuk -ngetukkan buku -buku jarinya di meja. Ia tak pernah menyangka bisa bertemu lagi dengan mantan kekihnya setelah tiga tahun lebih tak berkomunikasi.

Puspa mengangkat satu kakinya ke kaki yang yang lain hingga belahan gaun itu membuka pahanya yang mulus. Tubuhnya di sandarkan di sandaran kursi.

"Baca point itu," ucap rangga memelankan suaranya.

"Sebutkan saja. Akumalas membaca," jawab Puspa pelan. Ia tadi sudah membaca sekilas, kalau tidak salah, Rangga tetap ingin tidur dalam satu kamar. Boleh mencium area wajahnya kecuali bibir, hanya untuk menunjukkan kemesraan di depan orang tuanya.

"Kita tetap tidur satu kamar. Aku boleh mencium di pipi dan kening saja," ucap Rangga pelan.

"Oke. Harga tambah," ucap Puspa pelan.

Ini bisnis, bukan urusan hati atau harga mantan.

Cih ... Rangga hanya berdecih pelan.

"Masih saja matrealistis," ucap Rangga spontan.

"Hidup butuh uang, asal aku tidak mengirbankan tubuhku demi uang. Kontrak menjadi istri Rentalan itu jelas aturan mainnya. Satu hal lagi, aku bukan wanita murahan yang mau tidur dengan lelaki," ucap Puspa menegaskan dengan suara lantang. Ia tidak mau Rangga menganggapnya ia sebagai wanita murahan.

"Oh ya? Aku gak tahu kalau soal itu. Kamu saja bisa meninggalkan aku, demi tua bangka itu, hanya karena uang kan?" ucap Rangga getir. Rasa sakit dan kecewanya begitu sangat mendalam di hati Rangga. Ia masih tak terima keputusan Puspa saat itu, yang tak ada angin dan tak ada hujan, minta putus secara sepihak.

Puspa menatap ke arah lain. Ia tidak mau membahas masa lalunya. Ia pun sakit teah membohongi Rangga, laki -laki yang sebetulnya ia cintai itu. Tapi, semua demi keluarga dan kesembuhan Bening, adik semata wayangnya.

"Mulai kapan kita lakukan? Hari ini?" tanya Puspa mengalihkan pembicaraan. Ia ta mau mengingat masa itu. Semua sudah berlalu tiga tahun yang lalu.

"Bulan depan kita menikah," ucap Rangga pelan.

"Baik. Ini alamat kost ku," ucap Puspa plan sambil memberikan kartu nama pada Rangga.

"Uangnya aku transfer kemana?" tanya rangga pelan sambil membuka ponselnya karean Puspa sudah menanda tangani surat kontrak itu.

"Dua puluh persen ke Biro dan delapan puluh persen ke rekeningku, ini nomor rekeningnya," ucap Puspa pelan.

Rangga langsung melakukan pembayaran kepadaBiro Jas Rental sesuai perjanjian dan membayar Puspa full tanpa ada potongna.

"Banyak banget. Aku gak bisa nerima uang sebanyak ini,"' ucap Puspa pelan.

"Bukankah, kamu minta tambah harga tadi? Aku minta bisa cium pipi dan kening kamu, untuk menunjukka pada Papa dan Mama, agar mereka lebih yakin," ucap Rangga pelan.

"Oke. Hanya pipi dan kening," ucap Puspa dengan tegas.

"Iya. Aku paham," ucap Rangga pelan.

Malam itu mereka lebih membicarakan tentang keluarga Rangga. Dulu, masa pacaran mereka terbilang sangat singkat. Rangga menyukai Puspa sejak sering bertemu saat bimbingan dengan dosen hingga mereka lulus dan wisuda bersama.

Saat itu, Puspa banyak membantu Rangga membuat analisis data menggunakan statistik. Mereka dekat sekitar enam bulan, satu bulan sebelum wisuda mereka meresmikan hubungannya sebagai seorang kekasih hingga kelulusan ujian pendadaran. Malam sebelum wisuda, Puspa meminta putus. Setelah mencari tahu, ternyata Puspa menikah dengan seorang pengusaha kaya raya dengan rentnag usia yang sangat jauh.

Setelah itu, Rangga tak pernah mencari tahu tentang Puspa. Ia hanya cukup tahu, kalau Puspa adalah wanita matrealistis seperti perempuan lain kebanykan yang mendekatinya karena uang.

"Ekhemm, boleh bertanya sesuatu?" tanya Rangga pelan.

"Boleh. Kamu harus banyak tanya, biar kamu tahu siapa aku," ucap Puspa santai. Ia mulai memotong steaknya dan memasukkan potongan kecil itu ke adalm mulutnya.

"Suamimu bagaimana?" tanya Rangga pelan dan sanggup membuat Puspa terkejut dan terbatuk pelan. Rasanya potongan daging yang masuk ke dalam mulutnya tak sempat ia kunyah dan tertelan begitu saja hingga membuat kerongkonganya tersedak dan sakit.

Puspa langsung mengambil gelas minumannya dan meneguk hingga potongan daging yang tersangkut itu turun ke bawah. Kedua matanya berar dan merah menahan rasa sakit karena ucapan Rangga membuatnya terkejut.

Rangga hanya menatap Puspa yang gugup dan seperti ingin menangis karean kedua matanya basah. Dengan cepat ia mengambilkan tissue dan mengusap air matan yang akan turun dari kelopak matanya.

"Kenapa?" tanya Rangga pelan.

"Tersedak," jawab Puspa singkat.

"Kaget sama pertanyaanku?" tanya Rangga pelan.

Puspa hanya menarik napas dalam. Saat tngan Rangga mengusap air mata dengan tisu, dadanya bergemuruh dan jantungnya keras berdegup. Ada apa dneganku? Batin Puspa di dalam hatinya.

Hembusan napas Puspa terdengar kasar saat Rangga sudah duduk kembali di kursinya. Sepertinya tadi Puspa menahan napas agar tak terdengar degub jantungnya.

Rangga melanjutkan makan malamnya. Ia juga gugup tadi. Ia sempat ragu melakukan itu, tapi harus muali di biasakan karena memang ini sudah menjadi keputusannya dan pilihan hidupnya untuk menikahi Puspa secara kontrak.

Secara tiba -tiba, Puspa bertanya, " Tahu dari mana aku menikah?"

Rangga langsung mengangkat wajahnya dan menatap lekat kedua mata indah Puspa. Mata bulat dengan bola mata hitam pekat yang menjadi pemikat hati rangga pertama kali bertemu Puspa dulu.

Rangga mengangkat wajahnya dan terseyum kecut. Raut wajahnya terlihat masih mnyimpn rasa kecewa dan rasa kesal.

"Kalau bukan karena aku sudah terlanjur memesan kamu di Biro Jasa ini, aku sudah malas melihat wajah sok polos kamu yang ternyata ...." ucapan Rangga begitu menohok dan membuat Puspa terdiam seribu bahasa. Rangga sudah tak sanggup lagi melanjutkan ucapannya. Hatinya benar -benar sakt seklai. Luka tiga tahun lagi seolah di buka kembali dan perihnya begitu sangat terasa. Ini yang di namkan sakit tak berdarah.

Puspa menunduk. Ia tahu, ia salah besar tak memberi tahukan alasannya pada rangga.

"Maafkan aku, Rangga." Hanya kata -kata itu yang mampu keluar dari bibir Puspa. Ungkapan ini seharusnya ia ucapkan tiga tahun lalu beserta alasannya.

"Aku tidak akan pernah memaafkan kamu, Puspa!! Sampai kapan pun," ucap Rangga tegas. Ia terlanjur kecewa dan sakit hati.

Puspa hanya bisa diam dan menunduk. ia merutuki kebodohannya dan kesalahannya waktu itu.

Ponsel Puspa berbunyi, dokter pribadi Bening mengabari Puspa. Adiknya sedang tak sadarkan diri. Ia harus segra menyelesaikan pembayaran di rumha sakit aga Bening mendapatkan perawatan intensif.

"Aku harus pergi. Kabari aku, kalau kamu butuh aku. Nomor ponselku ada di kartu nama itu," ucap Puspa tergesa -gesa.

Puspa langsung bangkit berdiri dan berjalan cepat menuju arah luar restaurant.

Rangga hanya duduk diam. Ia masih menyimpan rasa sukanya pada Puspa, tapi ternyata rasa bencinya lebih besar dibandingkan rasa sukanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!