Mandi dengan terburu-buru, Melati segera mengganti pakaian, sedikit berdandan dan keluar dengan wajah segar dan wangi.
Arka berdiri melihat Melati keluar dari kamarnya, senyum manis mengembang dengan tatapan mesra penuh cinta. Entah mengapa tatapan hangat itu membuat Melati bahagia dan seakan baru saja merasakan jatuh cinta.
"Sudah siap Mel?" ucapnya lembut suaranya mendayu-dayu, menelusup dan menggetarkan jiwa.
"Iya Mas Arka." jawab Melati dengan mata tak henti menatap wajah Arka yang pagi ini berseri dan sungguh tampan sekali.
Tangan Arka meraih jemari Melati sambil matanya menatap mesra, mereka keluar dengan senyum tak pernah padam menghiasi keduanya. Hingga berada di atas motor matic milik Arka, tangan Melati melingkar cantik memeluk pinggang Arka.
"Nanti Mas jemput ya Mel." ucap Arka ketika Melati sudah turun melepaskan helm yang di pakainya.
"Jam Empat sore ya Mas." jawab Melati tersenyum. Gadis itu masuk dan mulai membuka beberapa kertas yang sudah ada di atas meja. Sepertinya pengajuan kredit sepeda motor hari ini lumayan banyak, ia duduk dengan tanpa menoleh siapa-siapa.
"Yang dianterin tiap hari, kapan nikahnya ya?" ledek seorang sales marketing teman Adi.
Melati tersipu, ah, pagi ini benar-benar indah sekali sehingga beberapa orang memperhatikan Melati dan Arka sebagai pasangan serasi. "Tunggu saja undangannya." jawab Melati dengan senyum manisnya.
"Ya, jangan lama-lama." sahutnya lagi.
Melati hanya tersenyum menanggapi ocehan rekan kerjanya itu. Tangan lentik dan indah milik Melati kembali sibuk dengan kertas dan pena.
"Pengajuan Mel?" tanya Adi mendekat, pria bertubuh gemuk itu baru saja datang.
"Iya, ada tiga sekaligus. Kemarin sudah terlalu sore sehingga tidak sempat mengecek datanya." Melati menyodorkan beberapa kertas untuk di periksa oleh Adi, paman sekaligus manager marketing di dealer baru itu.
"Ini berikan pada Iyan, intensifnya bisa kalian bagi. Biar Iyan saja yang survei ke rumahnya." Adi memberikan berkas pertama.
"Iya." Melati langsung memberikan berkasnya pada Iyan setelah mengecek semua lengkap.
"Ini aku yang mengurusnya, aku akan ke desa sebelah sekalian ada yang menunggak, kasihan kolektor sudah beberapa kali turun lapangan dengan jalan yang lumayan becek." Adi menyimpan Dua berkas itu di dalam tasnya.
Melati hanya tersenyum sedikit.
"Intensif bagianmu tetap akan Paman berikan. Yang penting kau bekerja dengan baik, dan urus berkasnya dengan benar." pesan Adi.
"Siap Paman." Melati tersenyum menampakkan gigi rapinya. Teman Adi juga melirik, Melati semakin cantik saja.
"Mel!" panggil Iyan.
"Hem?" Melati menoleh cepat, namun Iyan hanya tersenyum manis. jelas sekali ia tak berniat memanggil atas keperluan pekerjaan, tapi ingin melihat wajah cantik Melati lebih lama.
"Tidak jadi." jawabnya kemudian, kembali fokus dengan denah lokasi yang sedang dikerjakan Iyan untuk kebutuhan survei.
"Kenapa?" Melati sedikit penasaran dengan apa yang akan dibicarakan Iyan.
"Lupa!" jawabnya tersenyum pada Melati.
"Kata orang kalau lupa sama apa yang akan dibicarakan, pertanda ada hantu lewat mencuri pikiranmu Mas." Melati mengajaknya bercanda.
"Ah, masak?" Iyan menatap Melati dengan menautkan alisnya.
"Iya!" Melati semakin membuat pria itu tertarik dengan candaannya.
"Hantunya kamu Mel." jawab Iyan dengan senyum sumringah, hanya mendapat candaan dari Melati saja ia sudah senang tak terkira.
"Kok aku sih Mas?" Melati menatap heran pada Iyan.
"Ya, kau sudah mencuri hatiku." candanya dengan tertawa lebar, tentu tak hanya Iyan tapi juga Adi ikut terpancing untuk ikut bercanda.
"Nanti di dengar yang punya, habis kau diajak tinju." Adi menyahut.
"Kalau Melatinya mau, aku rela diajak tinju, bahkan matipun aku siap untukmu Mel!" serunya dengan penuh semangat.
"Mas Iyan ada-ada saja." Melati tak menganggap serius ucapan Iyan.
Dari segi fisik Iyan tidaklah jelek, tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu pendek. Kulit putih dan rambut ikal rapi, hidung mancung dan mata cokelat yang lembut, jika sedang bertemu pandang jadi terlihat romantis. Tapi apalah daya, di hati Melati hanya ada Mas Arka tersayang.
Hingga jam Empat sore, Melati sudah bersiap dengan tas kecil di tangannya. Setelah kembali memastikan semua sudah selesai, Melati mengunci Dealer sepeda motor dan pulang. Belum lagi sempat menelepon, Arka sudah menunggu, duduk di atas motor dengan tangan bersilang dada, mata menatap Melati dengan intens tak ada gerak-geriknya yang luput dari pandangan Arka.
"Mas Arka." panggil Melati setelah mendekati pria itu.
Arka tak menjawab, bahkan tidak memberi senyum.
"Kita jalan-jalan sebentar mas, aku ingin menghirup udara segar di sore hari, mungkin akan membuat kepalaku lebih rileks." pinta Melati.
"Kemana?" tanya Arka seakan tak punya ide.
"Kemana saja Mas, di dekat sini mungkin, hanya membuang jenuh." Melati tak menghiraukan wajah Arka yang sering berubah-ubah, terkadang manis dan tampan jika sedang senang, tapi berubah seram dan menjengkelkan jika sedang kesal atau cemburu buta.
Beberapa saat berkeliling desa, akhirnya Arka mengajak Melati pulang. Pria itu ikut turun dan masuk ke rumah Melati.
"Sepi Mel, ibu belum pulang?" tanya Arka melihat gorden jendela masih tertutup rapat seperti saat berangkat.
"Sepertinya belum Mas." Melati meletakkan tasnya di sudut ruang tamu itu, meja kayu sederhana menjadi tempat Melati menempatkan barang-barang miliknya.
"Mas merindukanmu Mel." tiba-tiba Arka sudah berada di belakangnya.
"Sebaiknya aku mandi dulu Mas, bau keringat begini." Melati sedikit menikmati pelukan hangat Arka, entah mengapa di sore ini rasanya begitu berbeda.
"Tidak usah, bagiku kau selalu wangi. Aku menyukai bau keringatmu." ucap Arka berbisik dengan lembut, aura yang di rasakan sungguh membuat Melati betah dipeluknya.
Rasa aman, nyaman dan menginginkan selalu dekat. Sore yang biasa saja ini terasa lebih indah dari biasanya, matahari bersinar redup, entah mengapa cahayanya seperti menusuk, harinya merasa rindu tertahan tapi jelas jika Arka ada dan sedang memeluknya. Hatinya sungguh jatuh cinta, juga sedang dicintai dengan teramat sangat, tapi rasanya bukan Arka.
"Sayang." Arka memulai ketika melihat Melati memejamkan matanya, pria itu kegirangan dan semakin menjadi dengan gerakan-gerakan penuh semangat.
"Mas." panggilnya kemudian.
"Ya." Arka menjawab dengan menahan gejolak yang belum tersalurkan.
"Apakah kau benar mencintaiku?" tanya Melati menoleh wajah Arka yang sejak tadi menempel dibahunya.
"Tentu saja, siapa lagi yang memiliki cinta luar biasa sepertiku di dunia ini, dan hanya aku yang rela melakukan apa saja untukmu Mel." ucapnya pelan.
"Bukankah perasaan bisa berubah?" tanya Melati, namun sedang berpikir jika yang dikatakan Arka adalah benar, hanya Arka yang mencintainya dengan sedikit tergila-gila.
"Jika suatu saat aku sampai tidak mencintaimu, maka kau pelet saja aku Mel."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments