Pelukan itu tidak membuat Melati nyaman, apalagi saat ini ada Ibu di kamarnya, bisa saja ibu keluar dan melihat Arka sedang memeluk dirinya.
Malam hari di Desa tempat tinggal Melati sangatlah sepi, hanya saja Arka sering nekat berkunjung dan pulang setelah jam Sepuluh malam. Pria itu seperti orang gila mencintai Melati dan ingin selalu melihatnya di setiap hari.
Hari itu Paman Melati datang berkunjung, ia menawarkan pekerjaan di sebuah Dealer sepeda motor yang baru saja buka di kecamatan tempat tinggal mereka. Tentu saja Melati senang sekali mendengar tawaran kerja dari teman sekaligus pamannya. Mereka hampir seumuran sehingga mereka cukup dekat.
"Kapan aku mulai bekerja Paman?" tanya Melati pada pamannya.
"Jika kau sudah siap besok kau sudah bisa masuk bekerja, tapi jika kau belum siap maka lusa-pun tak apa-apa." jelas Paman Adi.
"Kalau begitu lusa saja, besok aku akan bersiap membeli beberapa kemeja untuk bekerja." jawab Melati dengan binar bahagia, ia seperti menemukan jalan untuk keluar dari kegelapan yang selalu membayanginya, menanti kepastian seorang Arka, malah Arka seakan tak mengerti ke khawatirannya. Belum lagi dosa yang kian hari semakin menumpuk, bahkan menyebut nama Allah saja Melati merasa malu.
"Baiklah, kau persiapkan foto copy ijazahmu untuk melengkapi surat lamaran, yang lain biar aku yang mengurusnya." ucap Adi sambil beranjak dari duduknya.
"Terimakasih Paman." ungkap Melati sangat bahagia.
Belum jauh Adi meninggalkan rumah Melati, suara motor Arka terdengar berhenti di depan rumah Melati.
"Mas Arka." sapa Melati tak jadi menutup pintu.
"Ada perlu apa Adi datang kemari?" tanya Arka penuh selidik, ia tidak suka ada laki-laki datang ke rumah Melati walaupun itu masih keluarga.
"Paman mengajakku bekerja di dealer sepeda motor. Dia bersedia membantuku untuk masuk tanpa harus wawancara, Mas Arka tahu sendiri jika aku tak memiliki ijazah SMA." ungkap Melati halus sekali, ia mulai resah melihat wajah masam Arka. Dan lagi-lagi Melati tak mampu mengungkapkan perasaan kesalnya, padahal jauh di dalam hati ia benci sekali melihat tingkah Arka yang selalu saja cemburu buta, merajuk dan marah hanya karena hal sepele, bahkan terkadang Arka sanggup berdiam dan merajuk berjam-jam hanya karena cemburu yang tak beralasan. Sekali lagi, Melati akan merayu dan membujuknya agar Arka tidak merajuk, tak hanya sekali bujuk langsung berhasil, tapi berkali-kali merayu hingga akhirnya Melati putus asa dan menangis, barulah pria itu berhenti merajuk.
Lelah, tentu saja Melati lelah, tapi entah mengapa Melati tak sanggup membantah atau juga melawan Arka.
Sudah jam Empat sore, Melati masih saja mencari cara untuk membujuk Arka. Hingga akhirnya pria itu luluh dan mau menerima genggaman tangan Melati.
Dan lagi, Arka meminta dosa itu lagi. Dan entah mengapa Melati tak sanggup menolaknya.
Dia tidak peduli, degan penuh semangat dia mulai aksinya.
Tapi berbeda dengan Melati, gadis itu hanya menerima apa yang di lakukan Arka, tanpa ada rasa nyaman tapi terbawa juga pada akhirnya, hati yang ingin memberontak, tapi lagi-lagi ia tak memiliki keberanian untuk menolak, pasrah.
Kembali pemandangan menjijikkan itu di saksikan Melati. Pria itu menyandar dengan rasa nikmat masih membayang di dalam otaknya. Memandangi Melati yang juga merapikan rok juga kemeja yang kusut.
"Pulanglah Mas, aku ingin mandi dan masak. Karena Ibu sebentar lagi akan pulang." ungkap Melati.
Belum juga ia beranjak, seolah menunggu sesuatu yang entah Melati tidak tahu, hatinya kesal sekali. Jika cemburu maka dia cemburu dengan siapa, pria itu sungguh aneh. Dia malah merokok dan menghembus-hembuskan asapnya di sekitar mereka duduk. Melati sudah tak heran lagi, itu sering Arka lakukan di setiap datang bertamu ke rumah Melati.
Melihat wajah merajuk itu Melati juga tak berani beranjak, entah mengapa ia seakan terikat dan tak bisa berpikir kecuali jauh dari Arka. Sesekali Melati melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul Lima sore, ia semakin gelisah karena belum masak juga belum mandi, ia takut Ibu pulang dan sudah pasti sangat lapar.
Melati malas untuk bicara, sekalipun bicara ia tak akan di dengarkan Arka, mata pria itu sesekali menutup dengan bibir tebalnya sedikit bergerak. Mungkin pria itu memang suka membuat gaya pada bibirnya, boleh di bilang bibir itu memang menggoda, belum lagi penampilan Mas Arka yang selalu bersih dan rapi, maklum saja dia anak seorang kepala sekolah dengan banyak aset dan juga lahan di kecamatan mereka. Dia tergolong orang berada, jauh sekali bila di bandingkan Melati, hanya anak seorang petani dan hidup serba pas-pasan bahkan boleh di bilang kekurangan, tentu alasan itu membuat sebagian orang tidak suka dengan hubungan mereka.
Dari tempat duduk Melati tampak wanita tua itu berjalan pelan, dengan langkah gontai ciri khas ibu petani yang lelah. Melati beranjak segera membukakan pintu belakang, karena kaki ibu yang kotor sehingga ia mencucinya dahulu.
Melati kembali ke ruang tamu menemui Arka, tampak pria itu sedang mengambil rokok dan dan korek api yang ia letakkan di atas meja, ia menyimpannya di saku celana jelas sekali jika dia akan segera pulang.
"Pulang." pamitnya dengan muka masam.
"Iya Mas Arka." sahut Melati lembut sekali, ia menghantar hingga di pintu, kemudian menutupnya setelah Arka berlalu.
Melati segera masuk, mandi dan memasak terburu-buru, jangan sampai Ibu marah karena lelah dan lapar tapi tak ada makanan.
"Belum masak Mel?" tanya Ibu melihat Melati masak sekaligus membuat sambal bersamaan di tungku dari tanah itu.
"Belum Bu." jawabnya terus mengaduk beras yang sedang mendidih.
"Bilang sama si Arka, kalau main kesini pulangnya jangan sore-sore, anak perempuan itu harus mandi dan masak di sore hari, lagi pula ketemu setiap hari, yang kalian obrolkan itu apalagi?" Ibu menatap Melati masih sibuk dengan nasi dan sambel yang belum matang.
"Iya Bu." jawabnya tak bisa menjelaskan lebih banyak.
Melati sudah lelah sekali dengan Arka, tiga tahun berpacaran malah ia masih saja egois dan sulit di mengerti. Belum lagi wajah pria itu sering berubah-ubah, jika suasana hatinya senang maka ia akan terlihat tampan dan manis, tapi jika sedang marah dan merajuk, wajahnya seram dan memerah.
Malam yang gelap itu ia habiskan dengan melamun, ia sedang berpikir bagaimana caranya keluar dari kejenuhan ini. Pernah ia mengatakan ingin berpisah, tapi malah pria itu semakin gila, wajah merajuknya itu sungguh membuat Melati muak, walau berkali-kali upaya untuk berpisah tapi tak pernah berhasil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Rafa Retha
horor kolor😊
2023-03-26
2
tina yusuf
sdh cepat berpisah aja jgn buang2 waktu sm arka itu
2023-02-14
1