4. BERMAIN

Panas terik matahari siang ini tepatnya pukul 1 siang, matahari saat ini sedang panas-panasnya naik di atas ubun-ubun seakan membakar kulit yang benar-benar hangus.

Warna kulit yang semakin coklat, menggelap seperti kopi membuktikan betapa ganasnya panas matahari. Aku sedang tidak berpuisi tapi ini sebuah ungkapan bagaimana kondisiku sekarang tapi bukan itu yang menjadi permasalahannya. Masalahnya teman-temanku belum datang untuk bermain bersamaku. Biasanya jam segini teman-temanku sudah datang tapi nyatanya mereka belum juga muncul entah karena belum diberi izin kepada kedua orang tuanya atau mereka malah pindah tempat bermain.

Suara lari terdengar dari kejauhan. Aku yang sejak tadi melukis di atas tanah kering menggunakan ujung jari telunjukku dibuat menoleh menatap teman-temanku yang berlari ke arahku.

Baiklah sebelum lebih jauh aku akan memperkenalkan teman-temanku itu.

Yang pertama, gadis berambut hampir sama denganku berwarna agak kemerahan karena paparan sinar matahari namanya Ami dia adalah anak dari pak Santoso, pria pemilik sawah yang pernah aku lihat tadi pagi, dia adalah orang kaya. Aku tahu itu karena dia punya sawah yang luas, dia punya mobil, rumah yang besar dan seperti yang aku katakan bahwa dia tinggal disebuah rumah yang hampir sama dengan rumahku.

Cuman karena pekerjaannya saja membuat dirinya harus tinggal di rumah itu. Di setiap hari Minggu dia akan pergi ke kota dan tinggal di rumah yang cukup besar.

Yang kedua, dua gadis yang sedang berlari ke arahku itu bernama dan Ririn dan Cai. Keduanya adalah keponakan dan tante. Ririn adalah keponakan dari Cai, gadis bertubuh agak pendek dengan rambut panjang itu memiliki kepribadian yang bertolak balik dengan Cai.

Ririn ini memiliki sikap yang lebih lembut, mudah menangis dan baik hati sedangkan Cai memiliki sikap yang lebih agak kasar dan sering membuat orang menangis.

Dan satu pria yang memiliki tubuh agak tinggi juga berlari ke arahku, namanya Angga dan dia telah duduk di bangku sekolah kelas 3, ya dia yang memberitahu aku dulu.

"Main apa hari ini?" tanya Angga yang baru saya tiba nafasnya masih terlihat ngos-ngosan saat bertanya.

"Kenapa terlambat?"

"Aku baru saja pulang dari sekolah," jawabnya membuat aku mengangguk.

"Kalau begitu ayo kita main!" ajak Angga.

"Kita mau main apa?" tanya Ami sambil menggaruk kepalanya.

Aku terdiam, kedua bola mataku bergerak kiri kanan memikirkan sebuah permainan yang sepertinya akan seru dimainkan pada siang hari ini. Walaupun panas matahari tapi tetap saja jika membahas tentang permainan pasti kami tidak akan memikirkan tentang rasanya panas.

"Bagaimana kalau kita main lempar sendal," usul Cai sambil mengacungkan jari telunjuknya ke atas.

Aku tersenyum bibirku merekah menggambarkan tanda setuju pada usulannya, sepertinya itu seru.

Bruak!

Suara keras itu terdengar disaat aku melemparkan sendal pada tumpukan sendal-sendal yang telah disusun menyerupai kayu api unggun.

Sendal berwarna-warni itu berhamburan membuat teman-teman perempuanku itu, Ami, Cai dan Ririn menjerit sambil melompat-lompat bahagia. Aku cukup heran mengapa teman-teman perempuan selalu berteriak dan menjerit seperti itu sementara aku dan Angga tidak melakukannya.

Aku dengan cepat berlari disaat Ami ikut berlari. Ia meraih sendal yang aku lempar dan berlari mengejarku membuat aku melajukan lari dengan sekencang-kencangnya. Kali ini ada dua tim yaitu aku dan Angga sedangkan tim yang satu adalah Ami, Ririn dan Cai.

Suara jeritan Ririn dan Cai bersorak menyuruh Ami untuk malujukan larinya untuk mengejarku. Disaat aku berlari Angga yang berada di belakang sana dengan buru-buru menyusun sendal-sendal menyerupai api unggun persis seperti bentuk segitiga. kak Angga berhasil menyusun sendal-sendal itu menyerupai api unggun atau bentuk segitiga maka tim kami akan menjadi pemenang namun,

Bruak!!!

"Aduh," ringis Angga sambil menyentuh bagian belakang bokongnya yang dihantam keras dengan sendal.

Ami tertawa, dia adalah pelaku yang telah melempar sendal itu tentu saja adalah Ami. Aku menghentikan lariku menatap ke arah Angga yang sedetik kemudian tertawa. Ia meraih sendal yang dilempar oleh Ami dan berlari mengejar salah satu dari tim mereka untuk ia lempari dengan sendal.

Ami, Ririn dan Cai menjerit sambil berlari aku hanya tersenyum membuat gigiku terlihat aku cukup senang melihat mereka saling kejar-kejaran namun, yang paling membuat aku bingung adalah Ririn, dia tidak dikejar oleh Angga tapi dia yang berteriak paling keras dan berlari ke sana kemari tanpa dikejar oleh siapapun, temanku itu cukup membingungkan.

Semakin berjalannya waktu semakin merendah pula jarak matahari yang seakan mengitari bumi dan berlindung di balik pepohonan yang kini menjelang sore.

Bukan hanya satu permainan yang kami mainkan pada hari ini tapi setelah kami bosan melakukan satu permainan maka kami akan menggantinya dengan permainan yang lebih seru tentunya.

Keringat yang bercucuran di wajah kami menunjukkan betapa indahnya permainan hari ini. Pipiku bahkan terasa sakit karena terlalu sering tertawa dan tentu saja di akhir permainan pasti ada yang menangis dan korban yang menangis hari ini adalah Ririn.

Aku tidak heran lagi jika anak itu yang menangis. Anak perempuan itu setiap hari selalu menangis dan tentu saja pelakunya adalah Cai. Dia tidak sengaja mendorong Ririn hingga jatuh ke tanah dan alhasil wanita yang bekerja membuat batu bata, yang juga merupakan ibu dari Cai sekaligus nenek dari Ririn yang bekerja tidak jauh dari bangsal tempat pembakaran batu bata memarahi kami dan menyuruh kami untuk berhenti bermain.

...📗📗📗...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!