3. BAGAIMANA RASANYA SEKOLAH?

...✏️✏️✏️...

Ada yang sedang menggunakan sepeda dan saling berboncengan dengan teman-temannya menggunakan pakaian merah putih ciri khas anak sekolah Indonesia, memakai topi, menggandeng tas yang begitu indah. Aku bahkan tak tahu siapa nama karakter pada tas itu.

Aku dibuat tersenyum melihat mereka. Aku juga ingin seperti mereka yang memakai pakaian merah putih sekolah yang berseragam, memakai tas, memakai topi berlambang burung putih itu, memakai dasi merah, sepatu hitam dan kaos kaki putih.

Bagaimana rasanya seperti itu? Apa yang mereka lakukan di sekolah? Ari sejujurnya sangat amat penasaran dengan hal itu.

Apa mungkin aku bisa bertanya kepada Bapak. Ia mungkin saja Bapak memiliki jawaban dari pertanyaan aku itu.

"Bapak!" panggilku pelan.

"Ada apa?" sahutnya cepat.

Ia langsung bertanya itu. Aku bisa mendengar sahutannya diiringi dengan nafas yang sedikit ngos-ngosan. Aku tahu bertambahnya usiaku akan menambah beban yang harus dibawa oleh Bapakku saat menggayuh sepeda. Semakin banyak beban semakin kuat pula ia menggayuh sepeda tuanya.

"Bagaimana rasanya sekolah?" tanyaku begitu penasaran.

Suara tawa yang terbilang kecil terdengar. Bapakku tertawa saat aku bertanya seperti itu. Aku sangat bingung, apa yang lucu dengan pertanyaanku itu.

"Ada apa, pak? Kenapa?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Tidak, aku hanya ingin bertanya. Ari melihat ada banyak orang yang sekolah di setiap hari tanpa ada rasa bosan."

"Apa yang mereka lakukan di sekolah?" lanjut ku.

Tak ada jawaban dari pria yang duduk di depanku itu hingga akhirnya aku juga memutuskan untuk diam. Apa pertanyaan ku itu salah.

Tak berselang lama sepeda itu terhenti tepat di depan rumah. aku melangkah turun dari sepeda, berdiri di depannya sambil menanti bapakku yang sedang menyandarkan sepedanya di sebuah tiang rumah yang sudah agak lapuk. Aku bahkan takut jika tiang ini akan roboh saat akhir tahun nanti dimana musim hujan dan angin kencang yang mengancam.

Bapakku yang ingin melangkah masuk ke dalam rumah itu tertahan langkahnya mendapati diriku yang masih setia berdiri.

"Ada apa?" tanyanya ketus tapi aku tahu bapakku tidak sedang marah.

"Ari ingin bertanya."

"Kalau kau ingin bertanya tentang sekolah maka tidak usah bertanya tentang itu kepada bapak."

"Kenapa?" tanyaku yang melangkah mengikuti langkah bapak yang masuk ke dalam rumah.

"Karena bapak tidak tahu."

"Kenapa tidak tahu?" tanyaku yang cukup dibuat dibuat keheranan.

Bagaimana aku tidak heran karena disetiap pertanyaanku pasti bapak selalu menjawabnya tapi entah mengapa saat ini satu pertanyaan ini tak mampu dijawab oleh bapakku. Apakah pertanyaan ini terlalu sulit untuk dijawab? Apa susahnya?

"Pak! Bagaimana rasanya sekolah?"

Aku kembali bertanya, semoga saja bapak tidak memukulku setelah bertanya seperti ini. Pria tua itu nampak menghela nafas panjang. Sepertinya cukup berat untuk menjawab pertanyaan ini. Semakin bapak tidak menjawab pertanyaanku maka semakin juga aku dibuat penasaran.

Ia meletakkan secangkir kopi ke atas meja buatan mamaku tadi pagi yang sudah mendingan. Ia menatapku lekat-lekat seakan ingin menelanku di detik ini juga.

"Bapak tidak tahu bagaimana rasanya sekolah karena bapak juga tidak pernah sekolah. Kalau bapak pernah sekolah mungkin kehidupan kita tidak akan seperti ini."

Itu jawaban yang aku dengar dari mulutnya dan jawaban itu berhasil membuat aku diam dan membisu. Aku mencerna kalimat yang telah diucapkan oleh bapakku.

Sekolah dan kehidupan, apa hubungan dari dua kata ini. Cukup membingungkan setelah mendengarnya. Apa itu berarti jika kita tidak sekolah maka kehidupan kita akan seperti ini.

Bukan menghina diri sendiri hanya saja aku berpikir kalau aku dilahirkan dari keluarga yang cukup miskin. Aku bisa melihat buktinya. Salah satunya adalah disaat lampu merah itu hanya aku seorang diri yang menggunakan sepeda jelek sementara yang lainnya menggunakan kendaraan yang indah besar dan mewah. Tidak perlu bersusah payah menggerakkan seluruh tenaga untuk menjalankannya.

Setelah mendengar jawaban itu aku memutuskan untuk duduk di atas tanggul menatap aliran sungai yang mengalir begitu jernih aku sedikit bergerak memantau gerakan air yang sepertinya dilalui oleh ikan-ikan kecil namun, setelah itu pikiranku kembali kepada jawaban bapakku.

Jika bapak sekolah mungkin dia tidak akan hidup seperti ini lalu di saat itu aku mengambil kesimpulan bahwa sekolah itu sepertinya berguna. Jika bapakku sekolah maka kehidupan kami tidak akan seperti ini.

Kamu tidak akan tinggal di dalam rumah tua yang dindingnya berkeropos, tidak tinggal di pinggiran kota dan setiap hari mendengar suara truk yang menggetarkan lantai tempat tidurku. Berarti sekolah cukup penting mungkin sangat-sangat penting.

Aku juga tidak mengerti mengapa aku bisa mengambil keputusan secepat itu dan sekarang aku tidak heran mengapa ada banyak anak-anak yang hampir seperti seusiaku yang setiap harinya bersusah payah ke sekolah.

Aku menarik udara dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan pelan mencium aroma lumpur sawah yang masih dikerjakan di sebelah sana. Harus melewati sungai yang tidak terlalu dalam jika dilewati di sisi sebelah kanan untuk pergi ke area persawahan. Aku sering ke sana membantu pak Santoso untuk mengusir burung-burung kecil pemakan padi.

Mengenai tentang sekolah, sepertinya aku juga harus sekolah, ya mungkin saja.

......📗📗📗......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!