Peluk Dan Cium

Bella dengan cepat mencari berkas yang tengah dibutuhkan atasannya itu. Mulut memang diam, tapi hatinya terus menggerutu kesal. Oh ayolah ini akhir bulan, banyak pekerjaannya yang menunggu. Laporan pemasaran juga harus segera ia selesaikan, tapi sekarang ia malah disuruh mencari suatu berkas yang bahkan ia sendiri tidak tahu jenisnya. Bella hanya membaca map-map nya dari luar.

Menghela nafasnya ia begitu kesal hampir semua sudah tempat ia cek, tak juga ia temukan. Jika tak kunjung di temukan, bisa-bisa ia kembali pulang malam. Mendongakkan wajahnya, ia berpikir hanya rak yang berada di atas yang belum ia cek. Jika memang di sana pun tidak ada, ia akan menyerah. Biarkan saja Arfa akan marah, ia sudah tak peduli. Terdiam, ia mulai berfikir bagaimana tangannya bisa menjangkau atas bagian rak atas, jika tubuhnya terlalu mungil untuk menjangkaunya.

Bella melirik ke arah kursi milik Arfa yang tak jauh dari jangkauannya. Ia pikir jika menggunakan kursi itu tidak akan ada salahnya, sebelum melakukannya ia menoleh ke arah Arfa yang masih sibuk. Ia pikir itu kesempatan yang bagus, karena Arfa sedang tidak memperhatikannya.

Pelan ia menarik kursi mendekati rak buku, kemudian mulai mencarinya. Sebuah map berwarna biru muda terlihat, ia mengambil lalu membukanya dan membacanya sekilas. Menghela nafas lega ketika ia berhasil menemukan apa yang ia cari.

“Bella?!" Panggilan dari Arfa membuatnya tersentak, menyadari jika ia tengah berada di atas kursi atasannya itu, dan entah sejak kapan atasannya itu sudah berdiri tak jauh dari sisinya.

“P–pak... Sa–saya....”

“Apa yang kau lakukan?” sergah Arfa dengan sorot mata yang tajam. Bella meneguk ludahnya, ia merasa mulutnya seketika terkunci, tidak dapat berucap. “Saya itu memintamu untuk mencarikan berkas bukan malah....”

“Saya akan turun. Dengarkan saya dulu Pak...” Bella bergerak turun. Namun, belum sempat ia lakukan tubuhnya oleng, ia menjerit kala menyadari dirinya akan jatuh lantai.

Bruk! Cup!

Bella terbelalak ketika menyadari tidak jatuh di lantai, melainkan di tubuh atasannya. Dan bibirnya tepat mendarat di bibir Arfa, segera ia menjauhkan wajahnya. Namun, tangan kekar Arfa yang saat itu merengkuh pinggang rampingnya membuatnya kembali tak bisa berkutik, tatapan keduanya saling terpatri, jantungnya berdegup kencang, nyaris memekik ke telinga, dengan posisi yang begitu intim, Bella bisa melihat dengan jelas lelaki yang sampai detik ini masih mengisi hatinya.

Ceklek!

“Pak, ini hasil....” Suara Yudi menyadarkan keduanya. Arfa melepaskan tangannya dari pinggang Bella. Hingga perempuan itu buru-buru beranjak dari tempatnya, wajahnya masih bersemu malu. Merapikan pakaiannya kembali, Bella dengan cepat mengambil berkas yang terjatuh tadi. Begitupun dengan Arfa yang melakukan hal serupa.

“Maaf Pak saya tidak tahu kalau...”

“Lupakan. Tadi kau mau bicara apa?” potong Arfa berdehem pelan, menetralkan kembali perasaannya.

“Ini.” Yudi mengulurkan berkas di tangannya, tatapannya mengarah pada Bella. Arfa menerima lalu membukanya.

“Ini tadi berkas yang Pak Arfa minta untuk dicarikan. Karena sudah ketemu, saya pamit kembali ke ruangan,” ujar Bella pelan, Arfa menoleh lalu menunjuk ke arah meja. Bella yang paham itu kode untuk meletakkan berkasnya di sana pun langsung menganggukkan kepalanya, lalu berlalu, setelah sebelumnya juga memberikan sapaan sopan pada Yudi.

Yudi mengikuti langkah Bella keluar dari ruangan atasannya, ia tampak memikirkan sesuatu.

“Kenapa, kamu menyukainya?” tanya Arfa.

Yudi menoleh ke arah Arfa, lalu menggeleng sambil tertawa. “Tidak.”

“Lalu kenapa menatapnya seperti itu?” tanya Arfa memicingkan sebelah matanya.

“Pak Arfa cemburu ya?” goda Yudi tertawa kecil. “Ya habis gimana Bella itu sopan, cantik, baik, manis. Laki-laki mana yang tidak betah menatap dia. Wajahnya itu loh Pak, baby face gak ngebosenin,” sambungnya memuji, seolah ia begitu mengagumi Bella.

Arfa tak menjawab, hanya berdecak kecil lalu melengos pergi kembali ke sofa. Membuat Yudi merasa semakin ingin tertawa. “Tapi tenang Pak. Saya sadar kok, tidak mungkin saya harus bersaing dengan Pak Arfa,” kata Yudi kemudian ketika berada di sisi atasannya.

“Apa maksudmu?” sergah Arfa mengalihkan tatapannya dari berkas di tangannya. Memandang Yudi dengan tajam.

Yudi terkekeh. “Oh ayolah Pak. Saya juga tahu kalau Pak Arfa dan Bella itu saling ada rasa. Menurut saya tidak masalah, kalian cocok kok. Apalagi yang perlu kalian tutupi, contohnya seperti tadi saat saya baru masuk ruangan.”

“Diamlah Yudi. Apa yang kamu lihat tadi tidak seperti apa yang kamu bayangkan. Saya hanya menangkap Bella yang hendak jatuh dari kursi. Karena tadi saya memintanya untuk mencari berkas,” terang Arfa.

Yudi menganggukkan kepalanya, seolah ia paham maksud atasannya. “Begitu ceritanya.”

“Hem...”

“Kenapa harus meminta Bella, Pak. Padahal OB juga ada, jangan bilang itu hanya akal-akalan Pak Arfa untuk bisa dekat dan melihat Bella,” cibir Yudi.

Arfa berdecak lalu memandang Yudi dengan tajam. “Mulutmu itu kaya perempuan ya Yud, suka nyinyir. Kalau kamu gak diam, potong juga gajimu bulan ini. Sudahlah pergi sana!”

🦋🦋

Keluar dari ruangan Arfa. Bella melangkah pelan menuju mejanya. Sesekali, ia akan memegang bibir dan dadanya. Bayangan kecupan tadi terlihat jelas. Rasanya masih sama seperti lima tahun yang lalu. Bahkan degup jantungnya pun terasa sama.

“Kau kenapa Bell?” tanya Sima melihat sahabatnya itu tampak melamun setelah kembali dari ruangan sang atasan.

“Emm... Tidak apa-apa.”

“Kalau tidak kenapa-napa. Terus kenapa sejak tadi kamu terus memegang bibir dan dadamu?” seru Sima heran. “Pak Arfa ngapain kamu? Marahin atau nyuruh kamu aneh-aneh?” sambungnya mendesak.

Bella menggeleng, mana mungkin ia berkata jujur perihal yang terjadi di dalam tadi. “Hanya minta dicarikan berkas. Udah itu saja kok, kebetulan berkasnya memang terselip makanya aku lama,” terang Bella. Tak ingin membuat sahabatnya itu curiga.

“Ohh begitu.” Sima mengangguk dan kembali fokus pada monitor di depannya, begitupun dengan Bella.

“Aku dengar besok akan ada karyawan baru Bell. Dari pindahan kantor Pak Arfa yang lain,” kata Sima. Bella hanya menanggapinya dengan senyuman.

“Kamu gak penasaran gitu Bell, siapa tahu nemu jodoh, ada yang ganteng mirip opa-opa Korea Bell.”

Bella hanya terkekeh mendengar ucapan sahabatnya. Jangankan bermimpi mendapatkan suami seperti artis Korea, untuk menggapai hati Arfa saja sepertinya ia sudah tidak mampu. Yang saat ini Bella ingin lakukan adalah tetap bekerja, agar adiknya bisa menyelesaikan pendidikannya.

Terpopuler

Comments

Nendah Wenda

Nendah Wenda

waduh sampai jatuh diatas Arfa Bella

2024-04-22

0

Ulfa Monalisa

Ulfa Monalisa

Kerja terusss, biar dapat duit banyakkk

2024-03-10

1

Ulfa Monalisa

Ulfa Monalisa

Kok suka benar sih kamu Yud...

2024-03-10

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 73 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!