Jantung Alya seketika berdebar dengan sangat kencang. Ia merasa tidak bisa menerima hal yang tidak ia sukai, apalagi sampai harus terikat tentang masalah pernikahan, dengan orang yang sama sekali tidak ia cintai.
‘Apa dia gak salah?! Nikah sama waria?!’ batin Alya, yang benar-benar tidak bisa membayangkan apa yang dikatakan warga itu.
Karena saking tidak percaya dengan apa yang ia dengar, Alya pun tersadar dari lamunannya, dan segera menampar Rian yang ada di sebelahnya.
PLAK!
“Aww!” teriak Rian, yang merasa kesakitan karena Alya yang menamparnya tiba-tiba, “kenapa lo nampar gue?” tanya sinisnya, yang bingung dengan apa yang Alya lakukan itu.
Alya memandangnya bingung, “Sakit, gak?” tanyanya.
“Ya sakit, lah! Orang lo namparnya kenceng banget!”
Mendengar jawaban Rian, Alya sontak mendelikkan matanya karena ia semakin tidak percaya kalau ternyata hal ini terjadi sungguhan dalam kehidupannya.
Alya memandang ke arah mereka tidak percaya, “Hah? Nikah sama dia?” tanyanya, yang kemudian kehilangan kesadaran saking tidak bisa menerima hal ini.
Alya hampir terjatuh ke tanah yang basah, tetapi dengan segera Rian menahannya agar ia tidak terjatuh ke atas tanah yang kotor itu.
“Eh ... Mbak!” pekik mereka, yang merasa sangat khawatir dengan keadaan Alya ini.
“Pingsan dia!”
“Pegangin, jangan sampai jatuh!”
Rian melihat dada Alya dengan tidak sengaja, dan baru teringat kembali dengan bajunya yang sobek. Ia segera menyelimuti dada Alya dengan kaos yang masih ia pegang, kemudian membantu untuk menyanggah tubuh Alya yang sudah shock itu.
“Bawa ke balai warga!” suruh Pak Lurah, yang memberikan perintah kepada mereka untuk segera membawa Alya ke tempat yang ditetapkan.
Mereka berbondong-bondong membantu menggotong tubuh Alya, untuk menuju ke tempat yang hendak mereka tuju.
***
Tidak ada satu orang pun yang pergi dari balai warga. Mereka memandangi Rian, yang kini sudah berganti pakaian menjadi pakaian lelaki pada umumnya. Wajahnya terlihat seperti lelaki pada umumnya, tetapi ada keistimewaan dari dirinya, yang juga memiliki wajah yang cantik ketika sedang berdandan seperti seorang wanita.
Rian memandangi mereka satu per satu, merasa bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Sementara itu, Alya masih tidak sadarkan diri, meski saat ini hari sudah pagi.
Mungkin karena terlalu lelah, Alya jadi asyik memejamkan matanya dan beristirahat.
Rian merasa kesal, dengan tatapan Pak Lurah beserta warganya yang terlihat sangat sinis ke arahnya.
“Pak, ini maunya gimana sih, Pak? Saya udah 4 jam duduk begini aja, gak ngapa-ngapain!” tanya Rian, yang merasa sangat bingung dengan apa yang hendak mereka lakukan padanya.
“Tunggu wanita itu sadar, dan kita akan mulai acara pernikahan kalian!” jawab Pak Lurah, sontak membuat Rian mendelik kaget mendengarnya.
“Jadi, kita beneran mau dinikahin, Pak?” tanya Rian dengan sangat terkejut, sontak membuat Alya yang tidur tak jauh dari tempat mereka duduk, seketika sadar mendengarnya.
“Apa?! Nikah sama dia?!” pekik Alya, yang merasa sangat terkejut ketika ia mendengar kembali apa yang dikatakan Rian.
Alya bangkit dari tidurnya, membuat mereka semua memandang ke arahnya. Pandangannya ia edarkan, berusaha untuk mencari sosok waria yang ia temui pukul 2 dini hari tadi.
“Mana waria tadi? Mana dia?!” pekik Alya, yang sudah ketakutan karena tidak ingin dinikahi oleh waria tersebut.
Pak Lurah memandangnya dengan dalam, “Sabar, Mbak. Dari tadi Rian ada ada di sini!” ucapnya sembari memandang ke arah Rian, sontak membuat Alya membeku sesaat mengetahui kalau sosok lelaki yang ada di hadapannya itu, adalah Rian yang menjadi waria semalam.
Sosok berperawakan tinggi, dengan wajah yang sangat oriental, berkulit putih, cukup bila disebut dengan sebutan ‘Tampan.’ Alya terdiam sejenak, sembari memandang dalam tak percaya bahwa itu adalah Rian, yang semalam berdandan seperti waria itu.
‘Dia ... waria yang semalem?’ batin Alya, yang merasa tidak percaya dengan melihat lelaki yang ada di hadapannya ini.
Dalam pikiran Alya, lelaki ini dengan waria yang ia lihat semalam, sangat tidak mirip. Ia terlihat lebih cantik saat memakai make up, dan terlihat lebih tampan ketika ia memakai pakaian selayaknya lelaki pada umumnya.
“Ya sudah, kita langsung mulai saja akadnya!” ucap Pak Lurah, yang lalu memandang ke arah Pak Penghulu yang ada di hadapannya, “dimulai saja akadnya, Pak!” ujarnya.
Alya tersadar dari lamunannya. Ia merasa dalam hatinya ada sesuatu yang menolak, dan tidak ingin dipaksa menikah pada keadaan seperti ini, apalagi dengan orang yang sama sekali belum ia kenal.
Alya mendelik kesal ke arah mereka, “Saya gak mau nikah sama dia!” tolaknya dengan keras, Rian memandangnya dengan sinis.
“Saya juga gak mau nikah sama dia!” ujar Rian, yang memang tidak menginginkan sosok wanita di dalam hidupnya.
Walaupun Rian tidak menginginkan sosok wanita dalam hidupnya, bukan berarti ia tidak menyukai wanita. Ia hanya tidak ingin menjalin sebuah hubungan, yang mungkin akan membuat kehidupannya jauh lebih susah daripada sebelumnya. Apalagi, sosok Alya baginya sama sekali belum ia kenal baik buruknya.
‘Boro-boro mau ngasih makan anak orang, buat makan sendiri aja gue harus jadi begini dulu!” gumam Rian, yang merasa terbebani jika benar-benar harus menikahi Alya.
“Kalian sudah berbuat hal yang tidak-tidak semalam! Sesuai peraturan kampung ini, kalian harus segera dinikahkan!” ujar Pak Lurah, sontak membuat Alya bangkit dari tempat ia duduk.
“Kami gak melakukan apa pun, Pak! Semalam, ada orang jahat yang berusaha jahatin waria ini! Saya cuma mau nolong dia aja, kok! Baju saya kebetulan aja sobek, karena si waria ini narik tangan si botak, pas lagi cekik leher saya!” ujar Alya menjelaskan, dengan sangat jelas dan rinci.
Semua orang menyimak apa yang ia katakan, tetapi tetap saja mereka berpikir harus segera menikahkan Alya dan juga Rian, demi terciptanya suasana nyaman dan tertib di kampung mereka itu.
“Kami menerima penjelasan kamu, Mbak, tapi demi terciptanya suasana yang aman dan nyaman di kampung ini, kita memang sudah memiliki aturan sendiri. Masalahnya, kalian terpergok sedang berduaan di tengah hutan, di malam yang lebih dari batas yang ditentukan. Kami gak bisa mentolelir apa pun yang kalian jelaskan, karena kita harus menjalankan pondasi peraturan yang memang sudah ada sejak lama di kampung ini. Kalau tidak, mungkin semua muda-mudi di kampung ini, akan melakukan hal yang sama dengan yang kalian lakukan, tanpa mengenal efek jera!” ujar Pak Lurah menjelaskan, membuat mereka bingung harus mengatakan apa lagi dengan keadaan ini.
Pak Penghulu memandang ke arah Rian, “Kalian harus bertanggung jawab, dengan apa yang kalian perbuat!” ucapnya, sontak membuat Alya kembali mendelik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Imah Mama
mungkin jdi waria karena terpaksa iya kan
2023-02-04
1
Rika Khoiriyah
🤣🤣🤣🤣 terima aja Al, itu namanya rejeki nomplok
2023-01-22
0
𝖘𝖙𝖗𝖔𝖇𝖊𝖗𝖞banana🍓🍌
Mas/ mbk Rian nih mukanya dibawa cantik hayukk, dibawa ganteng jg ok.. 😂😂😂
2022-12-25
1