BAB 3

Iringan musik keras berbaur suara-suara tawa tidaklah berhenti, meski satu kesalahan telah menodai rasa di hati. Belahan bibir yang terbuka bermaksud menjawab harus terdiam saat sang perusuh membuat drama dalam kumpulan mereka

Benda yang terbentuk dari kaca, biasa dipakai sebagai wadah menikmati vodka, terjatuh, menghantam lantai tepat disamping gadis pemilik luka dalam balutan cinta. Suara yang diperdengarkan dari denting beling yang kini berserakan, membuat semua tatapan dalam kumpulan tertuju pada pertunjukan yang ditampilkan

" Ooppss sorry" ujaran wanita yang sedari awal sudah mengganggu mood Anna. Menyuarakan kata maaf tanpa nada penyesalan, dan itu benar-benar suatu kekurang ajaran yang tidak beretika dari seorang wanita yang disebutnya ' wanita murahan'

Tubuh ramping yang terbalut pakaian hitam ketat seksi itu kini berdiri dari duduk nyamannya, dan melabuhkan netra pada si wanita pembuat drama. Tersenyum sinis membalas nada dari wanita murahan yang memasang ekspresi tidak bersalah

" Kau mengatakan sorry, tidak sesuai dengan ekspresi wajahmu" katanya langsung, malas untuk berbasa basi, dan wajah berhias senyum sinis Anna hadirkan. Dia tidak suka diusik, apalagi oleh kaum rendahan seperti si wanita perusak suasana hati

" Aku sudah mengatakan maaf, kurang cukupkah?" mendongakkan wajah dan membalas congkak, setiap nada yang terhatur berjalan lancar tidak tersendat, si wanita pembuat drama membalas berani setiap tatapan merendahkan dari si penikmat vodka. Ini bukan soal harga diri tapi keinginan hati yang sedang menari-nari. Lupakan tentang kerasnya musik yang sedang menggema, karena hati kini lebih sarat pada kemarahan

" Kau sengaja lewat disampingku dan kaki jelekmu menyenggol kakiku, lalu kau berakting tersandung hingga memecahkan botol minuman diatas meja. Apa kau sedang mencoba menarik perhatian pria didepanku?" seuntai kalimat panjang mengalir dalam pertanyaan. Mata itu bahkan terlalu indah hanya untuk menatap, walau nyata kisah tidaklah seapik drama romansa. Lima pasang mata lainnya hanya menatap pada drama yang disuguhkan tanpa berniat angkat bicara. Ingin melihat, sejauh mana drama akan disiarkan. Lupakan tentang musik, etika bahkan keadaan yang melanda karena itu hanyalah hiasan untuk si pemain kata. Dalam kumpulan tidak ada sang pujangga yang akan mengeluarkan pepatah bijak berbalut romansa. Mereka hanyalah kumpulan dewasa yang terlalu pengecut mengungkapkan realita

" Aku kan sudah meminta maaf" lantunan nada lemah nan lembut menjadi penghantar jawaban, seakan benar dia yang terluka, tertindas. Lupakan tentang pekatnya darah yang mulai mengalir dari luka yang terpahat oleh beling kaca. Nyatanya tidak ada satupun mata yang memperhatikannya

" Kau melakukannya dengan sengaja dan dengan santainya kau berkata sorry. Maaf saja! Aku ini wanita pendendam" singkarkan pemikiranmu tentang luka, ada kata yang lebih penting untuk dikeluarkan. Selangkah mendekat memberi rasa takut dalam tatapan intimidasi

" Kenapa memangnya? Apa peduliku kau itu pendendam. Aku tidak takut" hah! Kau tidak takut. Lalu, kenapa lutut itu bergetar. Kau sendirian dibawah tatapan bingung lima pasang mata. Tidak ada yang akan bicara membela disaat kau bahkan bukan kenalan dari salah satunya. Bibir itu terangkat, tersungging senyum mematikan

" Tidak takut ya? Eum..baiklah" tangan lentik itu bergerak elegan menggapai benda persegi yang memberi banyak informasi dan alat komunikasi terhebat untuk abad ini. Memencet sederet angkat yang akan menyeret si perusuh keadaan pada sesuatu yang tidak diinginkan

" Your name?" tidak perlu untuk bersikap formal disaat kau mencari masalah sendiri. Dan jangan pernah lupa kalau gadis ini benci kemunafikan yang dibaluti topeng seakan berbesar hati

" Donnita" walau getaran begitu kentara terasa, nama itu tetap terjawab demi harga diri yang tersisa. Alis sang penikmat vodka terangkat, menatap dengan pandangan mengejek kecewa lalu mulai beruntai kata memberi berita pada si penerima panggilan

" Halo, James. Can you meet the owner 'Union club' and tell him to fire the girl named Donnita. This is an Order" begitu mudah nada itu ter eja tanpa peduli dengan jiwa yang kini bergetar putus asa. Apa yang baru saja dilakukan? Dia telah salah menantang mangsa dan kini pekerjaannya tinggallah angan semata. Si wanita yang bergelar wanita murahan dari bibir mungil yang terbuka kini menatap tanpa jiwa setelah kata pemecatan terbawa dalam acara. Dia hanya mencoba bagian dari pekerjaan, tapi kenapa harus berakhir seperti sekarang?

" Kenapa masih disini? Pergilah! Aku mengusirmu" lihatlah lepasan suara itu. Bertingkah seakan dia seorang ratu yang perintahnya selalu menjadi nomor satu. Tapi memanglah itu kenyataannya, dia memiliki kemampuan dengan segala nada arogannya

Tingkah dalam sikap yang tersemat, memantik hasrat dalam diri penguasa kelam, iris tajam yang membungkam kini terulur penuh minat pada si penikmat vodka. Tidak ada masa lalu yang tersisa tentang dia yang pernah membuat rasa itu ada. Semua kenangan penuh luka itu terlupa dengan sendirinya, hanya menyisakan sebagian memori yang menjadi dasar dari kehidupan

Decak kagum akan kata dan sikap yang disuguhkan membuat drama tanpa skrip itu menarik sebagai tontonan. Daniel tidak akan menyangkal fakta bahwa dia tertarik untuk memiliki si gadis penikmat vodka. Jika keduanya bersama maka kolaborasi itu akanlah sangat memukau

"Pergilah! Sebelum aku lepas kontrol dan wajahmu tidak akan terselamatkan" kembali buncahan nada itu tersemat, menilik tajam wajah yang sudah tidak lagi kuasa menahan kata-kata. Si pembuat drama memilih angkat kaki sebelum nada itu kembali mencincang mental. Lakukan apapun yang kau inginkan, asal jangan pernah mengusik si gadis pembenci kemunafikan walau nyata itu tidak akan musnah dalam kehidupan

Bukan cuma si pembuat drama, kebanyakan dari wanita bergelar murahan itu memilih menghindar dari hantaman nada pedas yang mungkin akan kembali terhantar. Percuma bagi mereka untuk mencoba mendekati pria pemikat hati, karena langkah bahkan hanya terhenti di kaki, tidak lagi sanggup menjajakkan langkah untuk menguji setelah rentetan drama yang telah terjadi

" Anna! Kakimu berdarah!" seruan dari suara lembut memecah atensi. Cindy Yotashi, wanita berkebangsaan jepang memekik keras ketika netra menangkap janggal aliran pekat yang merembesi kaki. Luka itu sudah terjadi sedari tadi, ketika beling memecah diri dan mengenai kaki

Anna menatap kearah luka dimana darah mulai mengotori kulitnya yang kontras. Tidak ada ringisan yang terdengar apalagi mengaduh dalam keperihan luka yang tertimpa, seperti kebanyakan wanita diluaran sana. Alih-alih meringis, wajah Anna malah timbul senyuman menatap pada luka yang terbuka. Bohong! Jika rasa sakit itu tidak terasa, karena faktanya tubuhnya tetaplah mengeluarkan pekatnya darah saat terluka dan rasa sakit akan selalu mengiringi cairan pekat itu

Kaki itu terangkat santai seakan tanpa luka. Percayalah! Perih luka yang kini dirasa tidaklah sesakit luka di dada, dimana hati yang menjadi dasar perambah luka dan rasa. Berharap dia akan mengaduh dalam ringisan kesakitan? Say sorry for that. Hatinya bukanlah hati hello kitty, dimana kelembutan memenuhi dimensi dan mentalnya tidaklah seperti Barbie, yang selalu ingin ditangisi. Ingatlah pada sosok boneka pembunuh bernama chucky. Boneka tapi sadis dalam tindakan walau nyata tidak memiliki hati. Dan Anna suka menyamakan diri sosok itu, kendatipun terlalu jauh dari bersikap. Dia tidak membunuh dan tidak pula bersikap sadis, hanya mental yang terisi miris

Raga yang tersentak dalam pemberitahuan, langsung membungkuk menyentuh kaki dimana darah masih keluar. Tanpa sadar, tubuh itu bergerak dengan sendirinya, mengabaikan tatapan penuh kebingungan dari empat insan lainnya. Ingatkan lagi akan fakta masa lalu yang terlupa. Pria pemangsa kelam ini pernah menghempas hati yang tulus diberi dan kini malah bersimpuh memeluk kaki yang pernah ditinggali tanpa berbalik walau hanya untuk sekali

" Serpihan kacanya tertancap di kakimu! Diamlah sebentar" geraman itu tertuai dalam nada penuh kekhawatiran. Merangkul kaki yang terus digerakkan oleh si empunya. Oh! Come on...itu hanya luka kecil dari serpihan beling, bukan tancapan benda tajam yang akan merobek tubuh dalam hitungan detik. Tapi, pria tampan dengan nama belakang Maverick itu terlalu berlebihan dalam menanggapi luka. Lupakan kebingungan yang tergambar dari beberapa wajah yang memandang. Termasuk gadis yang kakinya terluka

Tangan itu bergerak lincah menyingkirkan pecahan kecil yang menusuk kulit bagian kaki, menggapai tisu lalu menyapu darah yang masih terlihat mata. Dengan tanggap mengambil es batu yang sudah dibaluti sapu tangannya dan meletakkannya pada luka untuk menghentikan cairan pekat yang masih mengalir

" Berikan obat merah dan perban" uluran tangan seiring dengan permintaan anehnya. Luka yang tidak seberapa itu menjadi pertolongan paling utama seakan itu kecelakaan. Dan dimana dia bisa mendapatkan perban? Ini bukan rumah sakit tapi club untuk bersenang-senang dari penatnya dunia dan perban bukanlah bahan utamanya disini, karena jelas hentakan musik dan aroma minuman keras lebihlah kentara daripada obat untuk luka yang tidak seberapa

.

.

.

Kritik dan saran diharapkan🙏🙏

Terpopuler

Comments

Neni

Neni

👍👍👍👍

2022-12-01

2

yuna v

yuna v

wahh gercep😌
semangat kk fer💪👍😘😇

2022-12-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!