Dunia Baru

Angin berhembus pelan menyentuh sekujur tubuh, hawa panas yang mengudara bekerja sama meniup kulit hingga membuat Hans tersadar.

Hah! langit? Dimana aku? Apa aku sudah mati? Apa ini mimpi? Tempat apa ini, batin Hans.

Rasa kaget bercampur bingung menyelimuti Hans saat melihat sekitar.

Hans menggigit tangan guna memastikan jika semua ini mimpi atau kenyataan. Rasa sakit pun muncul saat Hans menggigitnya.

Saat akan beranjak bangun Hans sadar ternyata masih mengenakan kaus putih polos dengan bawahan jeans biru juga sepatu warna hitam. Persis sekali dengan yang ia gunakan pada saat kecelakaan terjadi. Hanya saja tanpa noda darah sedikit pun.

Saat mengedarkan pandangannya, Hans melihat pohon berukuran cukup besar dengan daun rindang tak jauh dari jaraknya sekarang. Tanpa banyak berpikir lagi Hans pun menghampiri untuk berteduh di sana.

Sampai dalam perjalanan menuju pohon, tanpa sengaja ia melihat sosok perempuan berambut panjang yang tak asing bagi Hans.

Namun seakan tidak menyadari keberadaan Hans, perempuan itu hanya diam tak berkutik dalam posisi duduk sambil memainkan daun yang jatuh.

"Terra!" seru Hans refleks.

Perempuan itu menoleh setelah mengenali siapa yang memanggilnya. Dia berlari menghampiri Hans dengan tergesa.

"Hans, kupikir cuma aku sendirian di sini. Syukurlah aku bisa bertemu kamu!" Terra memeluknya erat sambil menangis.

"Aku juga senang bisa bertemu kamu disini, Ter," balas Hans.

Hans mengelus kepalanya mencoba menenangkan, mereka memilih untuk duduk di bawah lindungan pohon rindang.

"Aku lapar," ucap Terra sambil mengusap air matanya.

"Kamu lapar?" Hans terpaku sejenak.

Berarti aku sama Terra belum mati, mana mungkin orang mati bisa lapar, batin Hans.

"Iya," jawab Terra sambil melamun dengan tangan melipat di lutut.

"Hei kalian, sedang apa disini? Apa kalian petualang?" tanya pria paruh baya yang mendorong gerobak rumput di jalanan.

"Kita mau pulang paman. Oh iya, apa itu petualang paman?" tanya Hans kembali.

Pria tersebut meminggirkan gerobak lalu datang menghampiri dan mereka pun berdiri.

"Dilihat dari pakaian kalian, sepertinya kalian bukan berasal dari dunia ini," ucap paman tersebut.

"Aku lapar, apa paman ada makanan?" tanya Terra memotong pembicaraan.

"Hahaha! kalian lapar? Baiklah ikut aku ke rumah, lagipula ini juga sudah waktunya makan siang," ucap paman tersebut.

Paman tersebut berjalan mendahului dan mereka mengikutinya dari belakang.

Sesampainya di rumah, mereka berdua dipersilahkan duduk dan bersantai sejenak.

Kini, di hadapan Hans dan Terra terdapat minuman yang sudah pria paruh baya tersebut suguhkan.

"Namaku William, siapa nama kalian?" tanyanya tepat setelah Hans meneguk minuman yang disuguhkan sampai habis tak tersisa.

"Terimakasih minumannya paman. Aku Hans Wijaya dan ini temanku, Terra Maharani." Terra mengangguk ramah setelah Hans selesai menyebut namanya.

"Oh begitu. Itu artinya kalian tidak tahu sedang berada di mana?" tanya Paman Wil.

Mereka menggelengkan kepala.

"Kalian sekarang berada di Desa Bibury bagian barat Kota Bigbeam," ucap Paman Wil.

Paman Wil menceritakan dengan lengkap seluk beluk Desa ini, mulai dari keadaan sumber daya alam sampai sumber daya manusianya. Bahkan, sesekali Paman Wil mengingatkan tentang beberapa hal yang memang harus dihindari.

Semua informasi yang diberikannya lengkap, sampai Hans bertanya-tanya dalam hatinya untuk apa pria tersebut memberitahu semua itu padanya. Seolah-olah menganggap mereka akan tinggal di sini dalam waktu yang cukup lama. Untuk sejenak Hans sibuk dengan pikirannya sendiri, sampai-sampai tidak menyadari jika ada sosok wanita paruh baya yang menghampiri mereka.

"Nak Hans, nak Terra, perkenalkan ini istri saya Liz." Paman Wil memperkenalkan istrinya yang tersenyum.

Mereka membalas senyumnya, "Salam kenal Bibi Liz," jawab Hans.

"Salam kenal juga, mari kita makan bersama. Saya baru saja selesai masak," ajak Bibi Liz.

Mereka pun segera duduk di kursi meja makan dan mulai bersiap untuk makan. Senangnya lagi, Hans bisa merasakan masakan rumah yang enak saat melahapnya. Sepertinya Terra juga merasakannya, dilihat dari caranya makan yang lahap tanpa peduli sekitar.

"Terima kasih untuk makanannya, paman dan bibi. Aku sangat menikmatinya," ucap Terra senang.

"Sama-sama, nak," jawab Bibi Liz.

"Oh iya, ada yang mau saya tanyakan. Apa kalian petualang terpanggil dari dunia lain?" tanya Paman Wil.

"Apa itu petualang terpanggil? Yang aku tahu hanya kami yang bukan berasal dari tempat ini," jawab Hans.

"Petualang terpanggil adalah manusia dari dunia lain yang dipanggil dengan sihir buatan kerajaan Malvis yang digunakan oleh Nona kerajaan. Dan itu adalah sihir yang dapat memanggil jiwa-jiwa yang sedang berada diambang kematian. Mungkinkah kalian adalah salah satunya? Apa sesuatu yang buruk menimpa kalian sebelumnya?" jelas paman.

Bukannya menjawab, Hans justru tersedak makanannya sendiri.

"Pelan-pelan saja makannya, nak Hans," saran bibi.

"Baik bi." setelah minum Hans melanjutkan makannya.

Paman melanjutkan ceritanya dengan sangat detail, sampai tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 15.40.

"Terima kasih paman untuk informasinya, tujuan kami berdua segera ke Kota Bigbeam sekarang." Hans tanpa pikir panjang lagi.

"Jangan nak, waktu yang di tempuh kesana dengan berjalan kaki cukup jauh dan memerlukan waktu lima jam. Saya rasa kalian tidak akan selamat saat malam tiba, karena kalian belum resmi menjadi petualang dan belum memiliki kemampuan apa pun untuk melawan monster diluar sana," saran paman.

"Iya nak, lebih baik kalian bermalam disini, kalian bisa pakai kamar kosong di sebelah sana," ucap bibi sambil menunjuk kamar yang terlihat tidak berpenghuni.

"Begitu ya, kalau begitu kami akan menginap. Terima kasih," jawab Hans menerima saran mereka.

Bibi Liz hanya tersenyum.

"Oh iya, kalau kalian ingin mandi kalian bisa pakai handuk dan baju yang ada di kamar tersebut," lanjut Bibi Liz.

Mereka mengangguk paham.

"Kalau begitu saya akan kembali ke ladang untuk memasukan ternak. Kalian beristirahatlah," pamit paman.

.......

Kini hari sudah malam.

Suasana sudah kembali sunyi. Untuk membunuh jenuh setelah selesai makan malam Hans memilih keluar guna mencari angin di atas bangku kayu panjang yang berada di sebelah rumah paman.

Lama Hans sendiri di luar, sambil mengibas-ngibas baju yang bahannya cukup membuat gerah meski sekarang sudah malam.

"Oh kamu di sini," tegur paman sambil menghampiri dan duduk disampingnya.

Hans mengangguk sambil tersenyum.

"Mm-mm... Oh iya, apa paman punya anak?" tanya Hans.

Paman hanya diam dan tersenyum melihat Hans.

"Maaf sebelumnya jika pertanyaanku lancang, hanya saja aku penasaran dengan baju yang ada di kamar itu. Sepertinya milik seseorang," lanjut Hans.

"Ya, saya punya anak kembar. Bisa dikatakan umur mereka tidak jauh dari kalian. seorang laki-laki dan perempuan, aku memberinya nama Patricia dan Patrick. Sekitar lima bulan lalu mereka mendaftar sebagai petualang di Kota Bigbeam tapi sampai sekarang mereka belum kembali," jelas paman.

"Kenapa mereka berniat menjadi petualang? Mereka kan bukan prajurit?" tanya Hans kembali.

"Mereka ingin membantu kerajaan mengalahkan monster dan iblis, lagipula siapa saja bisa mendaftar menjadi petualang nak, mau warga biasa atau pun prajurit," terang paman.

Mereka berbincang hingga larut malam.

Pembicaraan berakhir, Hans kembali masuk ke rumah setelah sebelumnya mohon pamit untuk masuk terlebih dahulu.

Saat di kamar, Hans melihat Terra sudah tertidur pulas di ranjang dan Hans hanya tersenyum melihatnya.

Setelah merebahkan badan, Hans tidak langsung tertidur pulas. Pikirannya melanglang buana memikirkan nasib Jasmine, Ryo dan Arslan setelah kecelakaan itu sampai tak terasa kantuk menarik paksa kesadarannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!