Bimbim

Bimbim

Niet dan Rully belum menghabiskan minuman segarnya saat telepon genggam mereka berbunyi secara bersamaan.

Rully dihubungi oleh sang ayah yang memintanya untuk pulang, karena sudah tiba waktu bagi perawatan tubuhnya untuk yang terakhir kali.

Sementara Niet dihubungi oleh kekasihnya dan mengajak bertemu di suatu tempat. Wanita itu adalah sahabat baik Ruli, tubuhnya mungil dan kulitnya putih tidak cocok dengan rambutnya yang dipotong pendek mirip seperti laki-laki, hingga dia terkesan tomboy padahal, Niet adalah wanita yang lemah lembut dan keibuan.

“Ayo! Habiskan minumanmu, aku harus pulang sekarang!” Kata Rully dan Niet mengangguk sambil menyedot minuman di hadapannya.

Kedua sahabat itu mencari taxi yang berbeda, karena mereka pergi ke arah yang berlawanan, sesuai tujuan masing-masing. Niet mendapatkan taxi lebih dahulu dan Rully masih sempat menikmati aktraksi sebentar. Namun, tatapan matanya teralihkan pada seorang anak yang berumur sekitar sembilan tahun. Dia Bimbim, sedang bersama dengan seorang wanita berusia matang. Wajah wanita itu oval, hidungnya mancung dan rambut sebahunya sangat cocok dengan busana mahal yang dikenakannya, dia bertubuh tinggi dan berkulit putih, tampak sekali aura dewasa dari kematangan usianya.

“Bimbim!” kata Rully sambil berjalan mendekati anak itu.

“Ru! Kau di sini?” sahut anak kecil bertubuh montok itu.

“Ya! Aku baru pulang dari Sinse! Bagaimana kau bisa ada di sini? Apakah dia Ibumu?” Rully bertanya sambil melirik wanita di sebelah anak itu, dia tahu bahwa beberapa pekan yang lalu, Bimbim sudah tidak lagi di panti karena sudah ada sebuah keluarga yang mengadopsinya. Saat itu dia hanya berharap jika keluarga barunya bersikap baik dan menganggap anak itu seperti anaknya sendiri.

Rully cukup senang melihat anak itu sekarang karena harapannya benar.

“Oh ya! Aku sekarang punya Ibu!” kata Bimbim sambil menoleh pada Sita, wanita cantik di sebelahnya, “Kenalkan, dia Ibuku! Kau harus mampir ke rumah kami!”

Rully mengulurkan tangan, sambil tersenyum pada Sita, wanita yang lebih muda beberapa tahun dari ibunya. Kemudian mereka saling berjabat tangan dan menyebutkan nama masing-masing. Dia sedikit membungkuk hormat pada wanita yang terlihat elegan dan anggun, sambil berpikir jika ibu angkat Bimbim bukan orang sembarangan.

“Hai, Ru!” kata Sita, “Apa kau sudah mengenal Bimbim?”

“Ya! Kami berteman di panti asuhan!” kata Rully sambil melihat pada Bimbim, untuk memastikan bahwa bocah itu tidak marah saat menyebutkan tempat asalnya.

“Apa kau juga tinggal di sana?” tanya Sita.

“Tidak, kebetulan rumah kami dekat! Aku sering bermain dengan mereka,” sahut Rully.

“Bermain? Bukankah usiamu jauh lebih dewasa dibandingkan dengan anak-anak di sana?” tanya Sita lagi sambil melihat anak angkatnya.

“Ya! Kau benar!” kata Rully sambil tertawa, “Sebenarnya aku ke sana hanya untuk mengajar anak-anak tentang alam atau mengantarkan madu hutan saja!”

“Akh! Kau penjual madu hutan rupanya?” Sita berkata sambil mengangguk.

“Ya! Bisa dikatakan begitu,” kata Rully sambil tersenyum. Menjadi pedagang bukanlah hal yang memalukan walaupun, Sita menatapnya dengan pandangan merendahkan.

Tiba-tiba Bimbim tersedak sesuatu, hingga dia sesak napas. Rully tahu kebiasaan anak kecil itu bila makan akan sering tersedak. Gadis itu segara membalik tubuh Bimbim dan memeluknya dengan kuat dari belakang, sambil menekan dadanya kuat-kuat beberapa kali hentakan, hingga sesuatu keluar dari mulutnya dan pria kecil itu bisa bernapas dengan lega, dia lemas untuk sebentar, bahkan ada air menggenang di pelupuk matanya.

“Terima kasih!” kata Bimbim sambil tersenyum tipis.

Sita yang semula panik, kini sedikit lega, hingga dia tanpa sengaja memijit tombol darurat pada ponselnya. Dalam sekejap beberapa pengawal berkata mata hitam datang mendekat. Namun, karena tidak ada yang mencurigakan, mereka menjadi heran.

Salah satu dari bodyguard itu pun bertanya, “Apa yang membahayakan di sini, Nyonya?”

“Tidak ada, tadi anakku tersedak, tapi dia sudah menghentikannya!” kata Sita sambil menunjuk Rully.

Rully tercengang sesaat, tapi, dia kembali bersikap tenang setelah para pengawal itu menjauh lagi.

“Dia sering begitu, Nyonya ... kalau nanti terjadi lagi, lakukan seperti caraku tadi!”

“Ya!” kata Sita.

“Ibu, izinkan dia ke rumah kita, biar sewaktu-waktu dia bisa mengunjungiku!”

“Baiklah, apa kau ingin pulang sekarang?” tanya Sita.

“Ya! Ayo! Ru, ikutlah dengan kami!”

“Tapi, aku harus pulang, Ayah mencariku!” elak Rully.

“Bilang saja pada Ayah kau menemukanku, dia pasti tidak marah! Ayolah!” Bimbim merengek seperti anak bayi saja.

Akhirnya Rully mengikuti keinginan Bimbim dan mereka pergi dalam satu mobil, dengan Sita. Sepanjang perjalanan, anak itu menceritakan pengalaman dan perasaannya sejak pindah rumah. Memiliki banyak mainan, pakaian bagus, makanan enak dan berada di lingkungan orang yang menyayanginya, itu paling penting.

Rully pun ikut senang karena temannya hidup dalam kecukupan, lebih baik dari saat berada di panti asuhan. Memang seperti itulah harapan semua anak yang diadopsi bahwa, mereka akan hidup lebih bahagia.

Tibalah mereka di sebuah mansion mewah yang memiliki gerbang tinggi dan beberapa penjaga di dalamnya. Sebuah tempat yang biasa ditinggali kalangan atas.

Rasa takjub di hati Rully terus ada sampai akhirnya mobil berhenti di depan teras dekat pintu masuk. Dia bukan orang yang kuno sampai tercengang melihat rumah itu, dia sering melihat mansion mewah dan tahu tentang orang-orang seperti apa yang biasa tinggal di dalamnya. Yang membuatnya takjub adalah nasib baik sahabat, yang dulu tinggal di panti asuhan kini mendapatkan keberuntungan, menjadi salah satu penghuninya.

“Ru! Ayo turun!” kata Bimbim setelah sopir membukakan pintu untuknya, Rully pun ikut turun. Namun, dia menarik tangan Bimbim saat anak itu akan masuk.

Rully membungkuk, agar bisa sejajar dengan tinggi tubuh anak itu untuk bicara dengannya. Semua di saksikan oleh Sita yang hanya diam saja dengan wajah tanpa ekspresi.

“Bim! Cukup sampai di sini saja, aku sudah tahu di sini rumahmu sekarang, aku janji akan ke mari lagi kapan-kapan! Maafkan aku tidak bisa bermain untuk saat ini, lihat langit sudah mendung!” kata Rully sambil menengadah ke langit.

“Kau pasti bohong!”

“Tidak! Percayalah! Aku pasti datang lagi!”

“Kau janji?”

“Ya!” Rully berkata sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, lalu memberikan kalung yang tadi dia lepaskan.

Di saat yang bersamaan, ada seorang pria muda keluar dari dalam rumah yang pintunya sudah terbuka.

❤️❤️❤️

Terima kasih sudah membaca, jangan lupa like dan dukung dengan subscribe

Terpopuler

Comments

Maliqa Effendy

Maliqa Effendy

awalnya namanya Rouli skrng Rully

2022-12-20

1

◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ

persahabatan yg manis

2022-12-02

6

Yuni Mardini

Yuni Mardini

sukurlah up lg,dah aq tunggu2 dari awal up kok gk up2,aq kira gk di lanjutin

2022-12-02

15

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!