Area Khusus

Setelah drama kecil di kamar mandi, aku dan Gibran sudah siap dengan pakaian tidur kami.

Malam menjelang. Rembulan mulai bertahta menggantikan sang raja siang yang telah lelah berjaga seharian. Ia memancarkan sinarnya untuk menjadi sumber kehidupan bagi para penduduk bumi manusia. Kini sang Dewi malam mulai menampakan wajahnya, memberikan penerangan, menembus pekatnya malam hari.

Aku berdiri di jendela kamar yang terasa asing bagiku. Dari tempat aku berdiri saat ini, aku masih bisa melihat hamparan langit yang menunjukan ribuan bintang yang menari-nari seolah menjadi pertanda malam ini adalah malam yang indah bagi para penghuni bumi.

Aku masih menggunakan mukena saat berdiri di jendela kamar ini. Baru saja aku dan Gibran melakukan shalat dua rakaat sebagai ritual ibadah meminta keberkahan untuk apa yang akan kami lakukan.

"Serius banget sih lihat langitnya, emangnya di luar atas sana jauh lebih memikat dari pada suamimu ini, sayang?"

Aku terkikik geli mendengar ucapan Gibran yang berada di sampingku. Aku menoleh ke arahnya, kulihat dia semakin tampan dengan menggunakan celana berwarna hitam dan kaos putih tipis yang terlihat ketat di badannya.

Aku mendekat ke arah Gibran, kulingkungan tanganku di pinggangnya dan kuletakan kepalaku tepat di dadanya.

"Bahkan pesona langit tidak ada apa-apanya kak. Karna kak Gib sudah ada di sini, di dekapanku."

Aku merasakan Gibran mengecup pucuk kepalaku dengan intens. Ah, rasanya ada sepercik kedamaian yang begitu terasa mengalir dalam darahku.

"Dih, rayuan mautnya keluar, emangnya bener gitu?"

Aku mengangguk."Iyalah. Perlu kakak tau, satu hal yang gak bisa aku lakuin di depan kak Gib, yaitu membohongimu."

Kudengar Gibran tertawa renyah dan menggeserkan sedikit tubuhnya, hingga kini posisi kami saling berhadapan. Ia mengecup, kening, pipi, dan bibirku. Setelahnya ia mengulas sedikit senyum yang selalu membuatku mabuk kepayang saat melihatnya.

"Bolehkan malam ini aku menikmati semua yang tersimpan dalam tubuhmu, sayang?"

Ah, kenapa kamu mengatakan itu kak Gib? Sungguh, kata-kata mu itu begitu lembut hingga menghadirkan rasa gejolak dalam dadaku. Aku begitu terhanyut dalam kata-katanya.

Aku mengangguk sambil tersenyum simpul. Kuraih telapak tangan Gibran dan mengecipnya pelan."Saat ini, semua yang ada dalam tubuhku adalah milikmu kak Gib. Kakak boleh melakukan sebanyak yang kakak mau. Aku mengizinkamu!"

Gibran tersenyum. Ia mendekatkan wajahnya di telingaku, lirih dan berbisik."Kalo benar begitu, aku mau selama seminggu ini kamu terus berada di atas ranjang untuk aku nikmati, sayang."

Uh, kata-kata mu itu seperti mantra yang memabukkan kak Gib.

Lampu kamar ini sudah padam, hanya menyisakan sebuah lampu tidur yang temaram. Dengan lingerie berwarna merah aku berdiri di depan cermin. Kulihat pantulan diriku di dalam cermin itu. Rasa-rasanya aku sangat malu mengenakan pakaian seperti ini. Apa lagi warna ini, warna merah menyala yang seolah ikut membangkitkan hasrat Gibran untuk segera menerkamku.

Gibran melangkah menghampiriku, ia berdiri di belakangku dan memelukku. Kepalanya ia letakan di ceruk leherku yang sedikit membuatku tersentak.

"Dengan pakaian ini kamu jauh lebih cantik, sayang!"

Suara Gibran terdengar parau namun malah terdengar begitu sensual di telingaku. Seperti mentransfer sinyal hasrat yang menggelora dalam tubuhku. Akupun hanya tersipu malu mendengar pujiannya.

Gibran mulai menyapu bagian leherku dengan sapuan bibirnya. Tangan yang sebelumnya berada di pinggangku kini mulai merangkak naik ke atas menyentuh dua benda yang menjadi kebanggaan kaumku. Ia mulai *******-***** milikku. Mataku terpejam, mencoba menikmati setiap sentuhan tangan Gibran.

Ada apa dengan tubuhku? Detak jantungku berdetak tak beraturan seakan memompa darahku dengan cepat. Membuatnya terpacu seperti tak terkendali. Sentuhan seperti ini, aku memang menginginkannya. Aku tidak munafik, aku hanya wanita biasa yang memiliki nafsu. Sentuhan Gibran membuatku melayang terbang ke awan.

"Ahh..kak..Gibran..."

Aku melenguh, merasakan sentuhan tangan Gibran yang semakin liar. Dengan ciuman di ceruk leherku yang begitu memabukkan.

"Iya sayang?"

Suara parau Gibran terdengar semakin sexy di telingaku. Yang membuatku ingin mendapatkan lebih dari ini.

"Jangan..kak..jangan.."

Gibran yang sedari tadi begitu intens mencumbuku, seketika menghentikan aktifitasnya, yang sedikit membuatku merasa kehilangan rasa nikmat itu. Perlahan Gibran membalikan tubuhku, dan kini posisi kami saling berhadapan.

Kumelihat Gibran mengerutkan dahinya.

"Jangan? Apa kamu tidak menginginkan malam ini, sayang?"

Dalam hati, aku terkiki geli. Sebenarnya bukan itu yang menjadi maksudku. Aku menatap

lekat kedua manik coklat milik Gibran.

Aku belai wajah Gibran dengan lemut masih sambil menatap matanya. Perlahan tanganku kebawah menyusuri dada bidang Gibran yang masih tertutup dengan kaos ketatnya.

Jemariku membelai dadanya dengan lembut. Kemudian turun lagi, hingga sapuan tanganku berhenti pada sesuatu yang sudah menegang dan berdiri dengan pelan aku memberikan sedikit remasan di sana. Kulihat Gibran memejamkan mata seoalah menikmati apa yang tengah aku lakukan.

"Shhhhh...sayang, bukannya kamu bilang tadi jangan?"

Aku menyeringai. Aku semakin menempelkan tubuhku ke tubuh Gibran. Aku bisikan sesuatu di telinganya.

"Jangan berhenti Kak!"

Gibran menyunggingkan senyumnya,"Kamu nakal ya?"

Gibran mendekatkan wajahnya ke bibirku.

Ia memulai aksinya mel**at bibirku yang tipis itu. Tangannya perlahan bergerak melepas tali pengait lingerie yang aku kenakan.

Hingga kini bagian bahu dan dadaku terekspos. Meski baru setengah yang terbuka, Gibran kembali memainkan jemarinya di dadaku.

Sentuhan demi sentuhan Gibran nyatanya membuat tubuhku dipenuhi senyar aneh. Seketika aku menarik tengkuk Gibran seakan menginginkan sesuatu yang lebih dari ini.

Gibran mel**at bubirku dengan rakus seolah tidak ingin satu kenikmatan yang ada dalam bibirku terlewat begitu saja. Gibran menuntun tanganku untuk membuka kaos yang dikenakannya. Dan kini kulihat Gibran bertelanjang dada dihadapanku.

Aku semakin terperangah melihat bentuk tubuh suamiku. Sebentuk dada bidang dan bentuk perut kotak-kotak layaknya roti sobek, yang semakin membuatku berdecak kagum.

Gibran menyeringai melihat ekspresi wajahku. Tangannya kembali menuntun tanganku untuk menyentuh dadanya.

"Ini semua sudah menjadi milikmu, kapanpun kamu bisa menimatinya, sayang."

Lagi-lagi aku hanya tertunduk malu. Sungguh, bentuk tubuh Gibran itu sangat menggoda. Tanpa aba-aba, Gibran membopong tubuhku ala bridal style. Aku mengalungkan tanganku di lehernya. Ia langkahkan kakinya menuju ranjang masih dengan mel**at bibirku. Setelahnya ia menghempaskan tubuhku di atas ranjang.

Gibran mulai membuka lingerie yang masih membalut tubuhku. Ia melemparkannya kesembarang arah dan seketika hanya menyisakan bra berwarna merah yang menggoda. Tanpa membuang banyak waktu, Gibran langsung menyesap sari-sari yang ada di dalam dadaku yang membuatku mendesah nikmat.

"Aaahhhh... kak Gibran.."

Lenguhan-lenguhan yang keluar dari bibirku nyatanya membuat Gibran semakin terbakar oleh gairah. Padahal ia baru bermain di dadaku."Ya sayang.."

"Sssshhhh, aaahhhhh kak..."

"Hemmmmmmpphhh.."

Gila, ini sungguh gila. Aku seperti sudah tidak sabar ingin menyatukan tubuhku dengan tubuh Gibran. Permainan Gibran benar-benar memabukkan ku.

Gibran menghentikan sapuannya di dadaku. Ia kembali menatap lekat wajahku.

"Tadi kamu bilang jangan berhenti bukan?"

Aku mengangguk pelan. Gibran tersenyum dengan seringai nakal.

"Maka aku gak akan berhenti sebelum kamu yang bilang berhenti, istriku. Bolehkah sekarang?"

Aku mengangguk malu-malu."Lakukanlah Kak, ini semua adalah milikmu."

Seketika Gibran menanggalkan celananya. Aku melihat miliknya sedari tadi memberontak untuk segera masuk ke dalam sangkarnya. Gibran berada tepat di atasku. Ia menatap mataku dengan penuh damba yang membuat hatiku menghangat seketika. Nafas kami sama-sama memburu. Detak jantung kamumi semakin berpacu tiada terkendali. Kurasakan, milik Gibran sudah mengenai sesuatu yang berada di sela pahaku yang membuat mataku terpejam merasakan begitu nikmatnya perbuatan suamiku ini.

Kami hanyut dalam lautan hasrat yang menggelora diiringi deru nafas yang menggebu layaknya ombak pantai yang bergulung-gulung di luar sana.

Dan malam ini, adalah malam panjangku bersama suami untuk menyatukan tubuh kami.

TBC.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!