Wedding Day

Hal yang paling membahagiakan itu terjadi tepat di hari ini. Aku dan Gibran akan melangsungkan pernikahan setelah dua hari lalu aku menjemput Ayahku.

Aku hanya punya Ayah sekarang, kecelakaan yang terjadi 5 tahun lalu berhasil merenggut nyawa Ibuku.

Gibran terlihat duduk berhadapan dengan Ayah dan Bapak penghulu yang akan menikahkan kami.

Suasananya mendadak tegang, aku gugup dengan tangan yang berkeringat takut terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan selama acara berlangsung.

"Apa anda siap saudara Gibran?" Tanya bapak penghulu.

"Siap pak!"

"Boleh dijabat tangan pak Hanan?!"

Gibran yang juga sama gugupnya sepertiku berjabat tangan dengan Ayah. Aku sangat memperhatikan hingga melihat tangan Gibran cukup gemetar.

"Pak Hanan, ikuti kata-kata saya!"

"Bismillahirrahmanirrahim, saya nikah dan kawinkan engkau Gibran Fernanda bin Danu Fernanda dengan putri kandung saya Farah Mesya binti Hanan, dengan mas kawin perhiasan seberat 10 gram dan uang tunai sebesar 100 juta rupiah dibayar tunai."

"Bismillahirrahmanirrahim, saya nikah dan kawinkan engkau Gibran Fernanda bin Danu Fernanda dengan putri kandung saya Farah Mesya binti Hanan, dengan mas kawin perhiasan seberat 10 gram dan uang tunai sebesar 100 juta rupiah dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Farah Mesya binti Hanan dengan mas kawin tersebut tunai."

"Bagaimana para saksi?"

"Sah..sah..sah.."

Aku sudah resmi mengakhiri masa gadisku dengan menikahi pria yang aku cintai, Gibran Fernanda. Dan tepat di hari ini, aku sudah sah menjadi istrinya di mata hukum dan agama.

Aku hanya bisa berharap hidupku akan bahagia dengan Gibran. Aku dan Gibran melakukan sungkeman setelah ijab kabul selesai dilakukan. Aku menangis di pelukan Ayah bahkan Ayah juga ikut meneteskan air matanya. Tidak pernah aku melihat sosok pria yang sudah renta itu mengeluarkan buliran beningnya. Tetapi hari ini, buliran bening yang tidak pernah kulihat itu akhirnya tumpah juga.

"Ayah hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kamu nak. Ayah tidak bisa memberikan apapun selain doa untuk kebahagiaan putrinya. Gibran, Ayah titip Farah. Jaga dia dengan baik, jangan membuatnya meneteskan air mata apa lagi membuat hatinya terluka. Ayah hanya punya Farah, Farah adalah alasan Ayah untuk tetap hidup dan berjuang demi kebahagiaan-nya. Jika suatu saat nanti kamu sudah tidak lagi mencintainya, tolong pulangkan Farah pada Ayah secara baik-baik, Jangan sakiti jiwa dan raganya, pintu rumah Ayah akan selalu terbuka untuk kalian. Jadi sering-sering lah main ke kampung dan jenguk Ayahmu yang sudah renta ini," Air mataku mengalir semakin deras mendengar perkataan Ayah.

Aku akan hidup jauh dari Ayah, aku tidak lagi bisa melihat Ayah setiap hari. Ya Allah, salahkan aku menangis jika harus berpisah dengan cinta pertamaku?

Ayah terlihat menahan tangisnya, aku sangat yakin, jika saja kami berada di tempat yang tak ramai orang, sudah pasti Ayah akan menangis tersedu sambil memelukku.

'Ya Allah, ku-relakan cinta pertamaku untuk hidup dengan cinta yang berikutnya. Iringi selalu Farah dengan kebahagiaan, jauhkanlah dia dari orang-orang yang berusaha menyakitinya. Setidaknya, kejauhan kami tidak membuat kebahagiaan Farah menghilang. Ayah ikhlas Farah, Ayah merestui kalian, semoga rumahtangga kalian selalu sakinah, mawaddah, warohmah. Aamiin.' Begitulah kata-kata Ayah dalam hatinya yang selalu mendoakan yang terbaik untuk kehidupanku.

Kasih sayang seorang ayah memang susah untuk dilihat atau dirasakan. Karena seringkali ayah jarang menunjukan perasaannya seperti biasa terlihat di wajah atau perhatian sang ibu.

Ibu memang yang menyusui kita, membelikan baju dan mainan baru buat kita. Tapi itu semua juga hasil jerih payah seorang ayah.

Ayah bekerja siang dan malam, panas dan hujan, demi mencari rezeki halal untuk memenuhi kebutuhan hidup anak dan istrinya.

Dengan sedikit sifat kerasnya, ayah mengajarkan anak tentang kebaikan dan arti sebuah kehidupan. Mendidik anak agar tegar dalam menghadapi tantangan.

Namun, saat melepas anak perempuannya untuk menikah, seorang ayah ternyata memiliki hati dan perasaan yang sangat lembut.

"Gibran, Ayah tidak berharap satu senpun harta yang kamu punya. Yang Ayah harapkan adalah, bahagiakan selalu anakku selama-lamanya.

Jangan sekali-kali kau sakiti anakku, jangan sekali-kali kau dzolimi anakku.

Apalagi kau duakan anakku, karena sakit hatinya anakku akan melukai seluruh keluarga.

Ayah percaya engkau bisa membimbing anakku. Arahkan anakku di surganya Allah, jangan sekali-kali kau masukkan anakku di nerakanya Allah

Jadikan anakku bidadarimu di surga kelak nanti."

"Gibran Janji Ayah, akan selalu menjaga Farah dan membahagiakan-nya." Gibran terlihat sangat yakin dengan kata-katanya.

"Ayah pegang janjimu itu."

***

Aku membaringkan tubuhku di atas kasur empuk milik Gibran. Kamarnya begitu luas, aku memandang takjub kamar pria ini.

Cukup lelah rasanya seharian menjadi ratu, bahkan Riana juga baru saja pulang setelah seharian menemaniku.

"Gak mau mandi dulu?" Tanya Gibran yang baru saja memasuki kamar.

"Kakak duluan aja mandi, setelah itu baru aku. Rasanya lelah sekali," gumamku di ujung kalimat.

"Kenapa gak mandi bareng aja."

Perkataan Gibran membuatku bangun dan duduk menatap pria yang baru saja sah menjadi suamiku. Alisnya naik turun, senyum manisnya kembali terlihat, meleleh hatiku saat melihat wajah tampannya.

"Kenapa menatapku seperti itu?"

"Memangnya kenapa? Kan kakak udah jadi suamiku, gak dosa dong," ucapku langsung mendapat anggukan dari Gibran.

Gibran terlihat mendekatiku, entah apa yang akan ia lakukan. Melihat tatapan matanya sangat mencurigakan.

"Mandi bareng pun gak dosa."

"Kyaaaa, kak Gib turunin, kakak turunin dong," Gibran menggendongku ala bridal style untuk masuk ke kamar mandi dan melakukan ritual mandi bersama.

Ehem, ngapain ya?

Gibran menatapku dengan lekat, ia melepaskan satu persatu hiasan yang menempel di rambutku. Sentuhan tangannya membuat bulu romaku merinding. Tatapan penuh cinta itu membuatku semakin terbawa suasana.

"Kak, biar aku saja," aku menahan tangannya, tetapi Gibran tak bergeming dan melepaskan tanganku. Perlakuannya seolah sihir, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menurutinya.

Hiasan di kepalaku berhasil Gibran lepaskan, yang terakhir ia terlihat melepaskan jepit rambutku membiarkannya terurai.

Mataku terpejam menikmati sentuhan tangannya yang lembut.

Gibran membalikan tubuhku untuk menatap cermin besar yang ada di kamar mandinya.

Aku membuka mataku dan melihat diriku di cermin itu, bukan hanya bayanganku, tetapi wajah tampan Gibran juga terlihat disana. Tangan kekarnya melingkar di perutku, dagunya menempel di pundakku dengan tatapan mata yang melihat wajahku di cermin.

"Ke-kenapa ka-ka ngeliatin a-aku gitu," dengan gugup dan susah payah aku bersuara.

Gibran tak menjawab, ia hanya menunjukkan senyum tipisnya.

"Emmm itu.."

"Apa?" Pangkasku dengan cepat.

"Belekmu ternyata besar-besar ya, hahahaha."

Gibran melepaskan pelukannya dan masuk ke ruangan kaca yang rupanya tempat mandi shower.

"Kak Gibbb....!!"

TBC.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!