Berkali-kali Putra memandang layar ponselnya yang berisi pesan dari Thalia, nampaknya wanita itu tak ingin Putra dan Julia menghabiskan malam pengantin mereka dengan tenang. Pesan di hapus untuk menghilangkan jejak kecurigaan.
Ia masih bimbang apakah harus menemani Julia atau Thalia malam ini hingga beberapa menit kemudian ketika sedang berpikir pintu kamar mandi terbuka, istrinya sudah mengenakan baju tidur minim bahan untuk menikmati malam pertama mereka.
"Aku baru membelinya khusus untuk malam ini, kau suka ?."
"Iya aku sangat suka."
"Bagaimana kalau kita merayakan malam ini sengan sebotol wine ?."
"Tapi nanti bagaimana kalau kita mabuk, aku tidak mau melewatkan malam ini dengan dengan alkohol."
"Sedikit saja tidak apa-apa."
Putra berhasil menyakinkan Julia untuk memesan sebotol wine dan juga camilan malam. Putra ingat bahwa toleransi Julia akan alkohol begitu rendah jadi ketika baru sedikit di minum maka akan langsung mabuk dan tidak sadarkan diri.
"Ku sangat gugup karena baru pertama kali melakukan ini, kau bagiamana ?."
"Tentu saja aku juga gugup."
Putra membuka botol dan menuangkan di gelas, mereka telah minum beberapa gelas tapi perbedaannya sangat jelas.
Seperti saat ini dimana Julia sudah mulai kehilangan kontrol atas tubuhnya dan penglihatan menjadi kabur, juga cara bicaranya melantur kemana-mana sementara Putra masih sangat sadar. "Sayang kenapa kau memakai topeng, cepat lepaskan itu terlihat jelek."
"Aku tidak memakai topeng." Putra mengangkat tubuh Julia dari sofa dan memindahkan ke ranjang, ia menarik salah satu sudut bibirnya saat rencana untuk membuat Julia tidur berhasil.
Jika di tanya apakah Putra memilih Thalia atau Julia pasti pilihannya ada pada Julia mengingat istrinya sangat sulit untuk di ajak bersenang-senang dan Thalia sebaliknya. Tapi alasannya saat ini mendatangi kamar Thalia dan meninggalkan Julia adalah ia bisa kapanpun bersama Julia tapi belum tentu bisa bersama Thalia kapanpun.
Thalia membuka pintu dan tersenyum saat ia kedatangan seseorang yang telah di tunggu sedari tadi hingga bosan. "Akhirnya kau datang juga, kukira tidak akan datang karena ini malam pengantin kalian." Ketika Putra masuk segera Thalia mengunci pintu.
"Apa kau menunggu lama tadi ?."
"Lumayan bahkan aku hampir tertidur kalau kau tidak segera datang."
Tak segan Thalia mengalungkan tangannya pada leher Putra, dengan bibir yang tak hentinya tersenyum sedari tadi. Ia sangat senang bisa bermain-main dengan suami sahabatnya.
Malam itu mereka minum sambil menyalakan musik lembut dan berdansa sambil berpelukan. Serasa dunia hanya milik berdua dan Putra lupa bahwa ada istri yang tidur dengan pulas di malam pengantin mereka yang harusnya hanya di habiskan berdua antara Putra dan Julia bukan Thalia.
"Bisa aku tau kenapa kau memilih kesini daripada menemani Julia ?." Ia sangat penasaran dan berharap jawaban yang memuaskan, seperti kelebihan apa yang dia punya dan Julia tidak ada.
"Aku tidak ingin membahasnya, kalau menyebut namanya saat ini akan membuat tidak nyaman."
Thalia tak ingin tau lebih lagi sebelum Putra berubah pikiran dan malah meninggalkannya. Mereka berciuman mesra, berpelukan dan mulai melepas bajunya satu-persatu.
Pergulatan panjang sampai beberapa jam hingga keduanya berkeringat, ac di nyalakan meski begitu tak serta langsung menghilangkan peluh yang menetes.
"Auh kau sangat nakal." Ia tersenyum genit.
******* demi ******* memenuhi kamar hotel hingga mereka selesai dan merasa puas. Putra mengambil baju dan mengaitkan kancing sementara Thalia masih dalam keadaan polos hanya berbalut selimut.
Sebuah ide terlintas dalam benak Thalia, ia mengambil hp dan mendekatkan wajah ke Putra. Sontak saja lelaki itu terkejut saat pipinya di cium dan suara dari kamera terdengar.
"Aku akan menyimpan ini untuk kenang-kenangan."
"Tidak, sini hp-mu." Hp itu seketika Putra rebut karena ia tak mau ada potret dirinya bersama wanita selain Julia. "
"Kenapa ?." Dengan terheran-heran Thalia melihat foto itu di hapus dan hilang begitu saja, padahal akan ada rencana yang ingin ia lakukan dengan foto tersebut.
"Aku tidak mau meninggalkan jejak." Ujarnya dan berdiri dari ranjang, "aku akan kembali dan setelah ini jangan menghubungiku lebih dulu, tunggu aku yang menghubungimu."
"Baiklah."
Pintu di tutup setelah kepergian Putra, Thalia tertawa dengan sarkas. Ia kesal tapi saat ini ia akan mengikuti apa mau Putra lagipula ini hanya awal saja.
*****
Pagi menjelang, Julia mengedipkan matanya beberapakali saat cahaya dari jendela kamar hotel di buka oleh Putra. Laki-laki itu lebih dulu bangun darinya dan ketika melihat di dalam selimut ia terkejut bukan main.
Ya, tubuhnya tak mengenakan pakaian. Itu artinya ia sudah melakukannya tapi tidak ingat kapan dan bagaimana.
"Apa kita sudah......."
"Belum, saat kita akan melakukannya kau mabuk padahal bajumu sudah kau lepas, sayang sekali karena aku benar-benar ingin."
Piala oskar layak di dapat Putra, saat ini wajahnya memerlihatkan kekecewaan karena tak dapat yang ia mau. Padahal dialah sutradara yang luar biasa menyusun rencana agar Julia mabuk lalu pergi diam-diam menghabiskan malam pengantin dengan wanita lain.
"Maafkan aku sayang, tapi nanti malam kita bisa melakukannya, aduh." Rasa pengar menjalar ke sekitar kepalanya hingga merasa kurang sehat, efek dari minuman yang telah di tenggaknya semalam membuat tak karuan.
"Lebih baik kau mandi dan kita sarapan di bawah sekalian mencari obat mabuk."
Julia menurut saja dan ketika sudah lebih baik mereka pulang kerumah. Begitu juga dengan Thalia yang akan pulang, tapi semuanya tidak berakhir sampai di sini saja karena ia baru mempunyai orang yang akan membiayai semua kebutuhannya meskipun tanpa status.
Di depan sana Thalia bersembunyi dan menarik kopernya saat melihat Putra dan Julia yang masuk ke dalam mobil. Diantara pengiring pengantin lain hanya dia yang belum check out sendiri jadi itu akan menimbulkan kecurigaan.
"Sial kenapa mereka tidak segera pergi ?." Ia jongkok di bawah pohon di pojok sebelah dan menutupi diri dengan daun palsu. Ia mulai terasa kesemutan saat pasangan itu tak segera pergi.
Cukup lama Thalia menunggu hingga mobil itu akhirnya pergi, ia bangkit tapi kakinya kaku hingga terhuyung dan hampir jatuh, seorang celaning servis menolongnya agar tetap seimbang.
"Hati-hati nona."
"Jangan sentuh aku, pergi sana."
Ia mengusir orang yang membantunya dengan kasar dan berjalan dengan kaki yang di seret sambil memanggil taxi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kalau suka novelnya jangan lupa like, komen dan tambah favorit
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Vie
wah wah ....
makin seru nih tor
2023-03-25
0