"Mbak, awakmu cepet rene to. Ki lho Tuan Besar nimbali jenengan (Mbak, kamu cepat kesini, ya. Tuan Besar memanggil kamu)," Inah bicara kepada Mbak Mimin lewat Hp jadulnya.
"Piye tho kowe. Awakku ki sik sedih ngene, bojo ora bali awit seminggu wingi. (Bagaimana sih kamu. Saya ini masih sedih. Suamiku tidak pulang sudah sepekan ini)," suara Mbak Mimin terdengar sendu mengeluh.
"Lha ning opo ko durung bali bojomu (Kenapa suamimu belum pulang) ?," tanya Inah.
"Biasa penyakit wong lanang, yen wis bosen karo bojone njur golek babon maneh (Biasa penyakit lelaki. Kalau sudah bosan sama istrinya terus cari wanita lain) !" Suara Mimin terdengar sesenggukan berkata begitu.
"Yo wis to. Mbok ikhlaske bae. Mengko mosoho ora bali maneh karo awakmu (Ya sudah. Diikhlaskan saja kenapa. Tidak mungkin tidak akan kembali lagi pada kamu)," nasihat Inah.
Inah juga pernah mengalami hal serupa dan sekarang bisa rukun kembali dengan suaminya.
"Piye to kowe. Ono bojo dijaluk wong ko diiklaske (Bagaimana sih kamu. Ada suami diambil orang kok diiklaskan)"
"Maaf, Mbak. Soale aku ki sik bingung. Tuan Besar nesu bae nggoleki awakmu. Goro-goro Nyonya lungo ora pamit. Terus saiki ono wong maneh sing jare lungo soko omahe. Mbuh aku ora ngerti (Maaf, Mbak. Soalnya saya ini masih bingung. Tuan Besar marah-marah terus mencari kamu. Gara-gara Nyonya pergi tidak pamit. Terus sekarang ada orang lagi yang katanya lari dari rumahnya. Bingung aku tidak tahu)".
"Ya sudah sampaikan pada Tuan Besar. Untuk sementara ini saya belum bisa berangkat kerja. Sampai urusan pribadi saya ini selesai," kata Mimin di seberang sana kemudian mematikan Hp-nya.
"Mbak...! Mbak Mimin!. Piyo to iki. Belum selesai bicara kok sudah dimatikan Hp-nya."
Inah letakan Hp jadulnya itu. Lalu ragu-ragu mendatangi Tuan Samyokgie yang masih duduk melamun di taman belakang rumah. Belum pernah Inah melihat Tuan Besar duduk setenang itu di taman. Kecuali dulu waktu ada Nyonya Agustin.
"Tut...Tuan. Mimin tidak tahu Nyonya Vionita pergi kemana," Inah berusaha menenangkan perasaannya.
"Bukan Nyonya. Tapi....anak itu yang saya cari," kata Tuan Samyokgie dengan nada rendah.
"Yang mana tuan...Tuan muda Radita?" Inah dengan lugunya bertanya.
"Sudah sana pergi. Saya ingin sendiri disini," kata lelaki yang mengenakan celana trining dan singlet hitam bertuliskan huruf Jepang itu.
Inah pergi dengan membawa perasaan heran. Tidak biasanya tuan setenang itu bicara pada pppembantu seperti dirinya. Ia tidak tahu kalau lelaki tinggi tegap itu sedang melakukan olah nafas yoga. Nampak keringat masih berleleran di leher dan lengannya.
Hal itu ia lakukan untuk menenangkan perasaannya setelah pagi tadi mengamuk. Siapa kalau bukan Cytra yang membuat asmaranya meledak seperti anak muda kembali.
Dulu sebelum ada masalah dengan Cytra, hatinya benar-benar mati dan beku menghadapi perempuan. Maka perlu menenangkan diri. Menata kembali sikap dan perasaanya. Agar tidak salah melangkah
"Inaaaaaah...!!" Tiba-tiba suara Tuan Samyokgie terdengar lagi melengking.
Yang punya nama itu pun kaget. Lalu bergegas menghampirinya di tempat semula.
"Bagaimana Mimin...sudah kamu telpon apa jawabnya?" Tanya Tuan Besar.
Inah bingung. Bukankah tadi sudah ia laporkan bahwa Mimin tidak tahu Vionita pergi kemana.
'Apa sudah linglung ya Tuan Besar' gumam Inah.
"Dia tidak tahu Nyonya pergi kemana, Tuan?"
"Bukan itu!. Mimin tahu tidak ada anak cewek cantik lari dari rumah ini?"
Inah tambah bingung. 'Cewek? Mana ada cewek cantik di rumah ini. Tuan sedang mengigau kali!'.
"Hai!! Kamu ditanya malah melongo begitu!"
"Ya, Tuan. Saya tidak tahu, Tuan."
"Bukan kamu...Mimin tahu tidak?"
"Mungkin tidak tahu."
"Mungkin bagimana sih!. Apa kamu sudah tanya sama dia?"
"Tanya apa, Tuan?"
"Sudah...sudah...! Dasar dungu kamu! Sana pergi!" teriak Tuan Samyokgie kesal.
Inah celingukan benar-benar seperti orang dungu. Lalu bergegas pergi meninggalkan Tuan Besar. Di matanya hari itu perilaku tuannya sungguh sangat aneh.
Samyokgie bangkit dari bangku taman lalu menuju ke dalam rumah. Ia tak mau tinggal di rumah berlama-lama lagi. Jadi ikut dungu nanti seperti para pembantu rumahnya itu.
Setelah Budek, sopir pribadinya yang ia telpon datang membawa mobil besar dan berwarna hitam, Samyokgie kemudian pergi meninggalkan rumahnya.
Matahari hampir berada di tengah langit. Sehingga terasa panas bagi semua machluk yang ada di bumi.
"Kemana, Abang mau pergi?" Tanya Budek
dengan tetap memandang jalan di depan.
(Budek adalah adik seperguruannya dulu di sebuah dojo. Dia bekerja ikut Tuan Samyokgie sudah cukup lama)
"Saya mau melacak keberadaan seseorang. Kamu turuti saja apa yang saya katakan," kata lelaki berbadan tegap itu.
"Abang punya musuh?" Tanya Budek serius. Karena biasanya dia ikut menyelesaikan kalau sedang ada urusan ketegangan fisik.
Tidak biasanya Tuan Besar ini melacak seseorang. Karena semua teman beliau dia tahu. Termasuk alamatnya masing-masing. Termasuk bisnis dan hobi mereka masing-masing. Semuanya jelas dalam rekaman Budek.
"Musuh apa? Musuh dalam selimut?"
Hahaha...Samyokgie tertawa
"Bukan. Maksudku musuh bisnis atau musuh berkelahi."
"Halaah! Pikiranmu kok ngacau begitu. Saya itu sedang mencari....," Samyokgie menghentikan kalimatnya.
"Mencari siapa, Bang?"
"Dek. Kamu bisa pegang rahasia ini kan?" Tanya Samyokgie serius.
"Masa Abang tidak percaya dengan saya. Saya kan sudah ikut abang cukup lama. Masa saya mau berkhianat sama Abang."
"Begini Dek. Saya ini sedang mencari gadis bernama Cytra," kata Samyokgie hati-hati.
"Siapa itu Bang...Cytra?"
"Ceritanya panjang...Nanti kamu akan tahu sendiri.
"Kalau Abang bisa tunjukan fotonya nanti saya bisa ikut mencari sendiri cewek itu. Tanpa Abang susah-susah begini mencari dia."
"Jangan! Ini urusan pribadi saya. Pokoknya kamu tunggu perintah saya saja. Jangan bergerak sendiri."
"Ok, Bang. Terus ini kita mau kemana dulu?"
"Ke Rainbow."
"Itu kan nama diskotik. Siang terik begini belum buka, Bang."
"Sudah kamu diam saja. Ikuti saja perintah saya."
Betul kata Budek. Diskotik Rainbow siang itu masih tutup. Pintu masuk bagian depan dengan cat warna-warni seperti pelangi tertutup rapat. Cuma ada satu orang yang sedang tidur di atas bangku. Mungkin dia tukang parkir atau penjaga tempat hiburan itu.
Samyokgie tidak langsung turun ketika sudah sampai di tempat itu. Kelihatan ia mengamati situasi yang ada lebih dulu. 'Brandon pengelola tempat itu pasti sedang molor di dalam. Percuma tanya dia. Pasti dia tidak tahu alamat rumah kosnya Cytra'.
Di saat sedang mengamati situasi itu datang seorang cewek dengan mengendarai sepeda motor. Cewek itu memarkir kendaraannya di tempat parkir. Samyokgie kemudian turun dari atas mobil.
"Itu ceweknya Bang?"
Samyokgie tidak menjawab. Ia berjalan menghampiri cewek itu di tempat parkir.
"Hallo sayang. Cari saya, ya?" Tanya cewek itu manja kepada Samyokgie.
Cewek itu mengira lelaki yang mendatanginya itu sedang butuh 'teman' untuk berkencan.
"Kamu kenal Cytra tidak?" Tanya Samyokgie to the point.
"Cari yang ada saja, Bos. Saya bisa melayani siang ini," cewek itu melendot ke tubuh Samyokgie.
Cewek itu didorong menjauh cukup keras sehingga terhuyung hampir jatuh.
"Jangan kasar dong, Bos!."
"Tahu tidak kamu dengan Cytra!."
"Tidak tahu!" Jawab cewek itu kasar.
Samyokgie hampir pergi meninggalkan cewek brengsek itu ketika datang seorang pemuda kerempeng dengan sepeda motor dan parkir di tempat yang sama.
"Permisi, Tuan. Saya ingat Tuan yang menolong Cytra malam itu dari kekejaman Brandon?."
"Oh. Kamu kenal sama Cytra?"
"Saya Rudiyan, Om. Saya minta maaf. Saya yang membawa Cytra bertemu Tuan Arata. Saya tidak tahu Tuan Arata mau berbuat begitu," kata pemuda itu kelihatan menyesal.
"Sudah...sudah. Saya tidak butuh ceritamu itu. Kamu tahu tidak alamat rumah kos Cytra?"
"Tahu Om. Sebentar...Nanti saya kasih alamatnya dan nomor Hp-nya," Rudiyan mengambil hp-nya di dalam tas pinggangnya. Lalu memberikan alamat dan no Hp Cytra.
"Terimakasih...Kamu pemuda yang baik," kata Samyokgie sambil memasukan uang lembaran warna merah ke saku celananya...
Bersambung ke bab 7
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments