Bab Lima

“Apa Bapak tidak tau?” Bukannya menjawab pertanyaan dari Aditia, Dokter Marsela malah bertanya balik padanya. Tentu saja ia bingung, bukankah laki-laki yang ada di hadapannya itu, suami dari pasiennya?

“Katakan Dok! Saya benar-benar tidak tau dan sama sekali tidak mengerti apa maksud Dokter?” tegas Aditia.

“Ibu Melati mengidap penyakit gagal ganjal. Selama ini saya sudah memperingati dia sejak awal, saat ia dinyatakan hamil. Jika kehamilannya itu sangat beresiko,” jawab Dokter Marsela. Ia menjelaskan semuanya pada Aditia, ia benar-benar merasa heran. Apa ini alasannya, kenapa setiap Melati cek kandungan hanya seorang diri? Tidak pernah bersama suaminya. Apa Melati menyembunyikan penyakitnya itu?

Deg!

Detak jantung Aditia terasa berhenti berdetak. Tidak! Ini tidak mungkin. Melati tidak pernah menceritakan soal ini. Dia tidak pernah bilang jika ia mengidap penyakit gagal ginjal.

“Dokter jangan bercanda, Dok! Ini sama sekali tidak lucu!”

“Pak Aditia, saya tidak sedang bercanda. Saya berbicara apa adanya. Apa Ibu Melati tidak pernah menceritakan soal ini pada Bapak?”

Aditia langsung menggelengkan kepalanya. Helaian napas berat kembali terdengar dari Dokter Marsela.

Sementara Aditia, ia langsung terdiam. Kenyataan ini begitu mengejutkan, bagaimana bisa dia tidak tahu jika istri itu mengidap penyakit yang serius?

‘Suami macam apa aku ini? Melati maafkan aku,’ batinnya.

“Baiklah Pak, saya akan menyiapkan dulu dokumen yang harus Bapak tanda tangani sebelum Ibu Melati melakukan operasi. Jika Bapak ingin tau lebih detail tentang penyakit istri, Bapak. Silahkan nanti Bapak bicara dengan Dokter Dirga,” sambung Dokter Marsela.

Aditia hanya mengangguk, setalah itu ia pun berlalu meninggalkan ruangan tersebut.

Perkataan Dokter tadi, terus terngiang-ngiang di benak Aditia. Sejak awal kehamilan? Itu tandanya Melati sudah mengidap nyakitin tersebut sudah lama. Kenapa? Kenapa Melati tidak pernah menceritakannya.

Saat ini ia benar-benar merasa menjadi suami yang tak berguna. Bagaimana bisa ia membiarkan istrinya itu berjuang dengan sakit yang di deritanya dalam keadaan mengandung darah dagingnya sendiri.

‘Maafkan aku istriku, maafkan aku ...

Aku memang egois! Bertahanlah sayangku, bertahanlah. Aku janji setalah ini aku akan selalu ada di sampingmu, kita lewati semua ini sama-sama sayang,’ lirih Aditia dalam hatinya.

“Aditia.” Tiba-tiba saja seseorang memanggilnya membuat ia langsung tersadar dari lamunannya itu.

Ibu Reni terlihat sudah berada di depan ruangan tempat Melati berada. Di sana juga terlihat sudah ada sang Ayah Reno dan kedua mertuanya Ibu Eva dan Ayah Irwan.

“Bagaimana kondisi Melati?” tanya Ibu Reni, wanita yang sudah melahirkan istrinya itu terlihat begitu cemas.

“Melati masih ada di dalam Bu, kata Dokter Melati tidak bisa melahirkan secara normal, di harus di operasi,” jawab Aditia, matanya terlihat menahan sesuatu di sana. Cairan bening terlihat berkaca-kaca di bola mata laki-laki itu.

“Normal atau pun operasi tidak apa-apa, yang penting semuanya lancar, Melati dan bayinya sehat,” timpal Ayah Reno. Langsung diangguki oleh yang lainnya.

“Pak Aditia, silahkan tanda tangan dulu,” pinta Dokter Marsela yang baru saja kembali, membawa dokumen yang harus di tanda tangani oleh Aditia.

Aditia mengangguk lalu menanda tangani dokumen tersebut.

“Tolong selamat istri dan anak saya Dok, lakukan apa pun untuk mereka berdua,” pinta Aditia usai menanda tangani dokumen tersebut.

“Kami akan berusaha semaksimal mungkin, Pak. Doakan kami semoga operasi lancar, dan kondisi Ibu Melati tetap stabil.”

“Amin.” Kedua orang tua Aditia dan mertuanya mengaminkan ucapan Dokter tersebut.

Setalah itu Dokter Marsela pun meminta Suster untuk memindahkan Melati ke ruangan operasi. Tak lama kemudian Melati terlihat keluar dari ruangan tersebut, wanita itu berbaring di atas brankar, wajahnya terlihat pucat, selang infus terlihat terpasang di tangannya serta selang alat bantu pernapasan terpasang di hidung wanita itu.

“Melati.” Panggil Bu Reni. Sontak Suster pun menghentikan mendorong brankar tersebut.

“Ibu,” sahut Melati, suara terdengar sangat lemah. Namun senyuman terlihat terulas dari bibirnya saat melihat wanita yang sudah melahirkan itu menghampirinya.

“Kamu pasti bisa sayang, semangat ya,” ujar Ibu Reni, seraya mengusap kepalanya putrinya itu. Entah mengapa ada sesuatu yang aneh yang ia rasakan saat menatap Melati, walau pun terlihat sangat pucat tapi wajah putrinya itu terlihat begitu cantik.

Melati hanya mengangguk, ia melebarkan senyumnya. “Ibu jangan menangis, jangan mengkhawatirkan aku, Bu. Aku pasti baik-baik saja. Melati sayang Ibu,” ujarnya dengan suara yang berat, bibirnya terasa berat untuk berucap.

“Maafkan Melati ya, Bu. Jika selama ini aku belum bisa membahagiakan, Ibu,” lanjutnya, mengusap air mata wanita yang sudah melahirkan itu.

Sementaranya itu, Ayah Reno, Ayah Irwan dan Ibu Eva hanya menatap Melati, sambil tersenyum menyemangati wanita itu. Dan Aditia ia hanya diam mematung, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Menatap wajah sang istri saja rasanya tidak mampu.

Melati melirik kearah Aditia yang mengalihkan pandangan kearah lain itu. Ada sedikit harap di hati Melati, Aditia menghampirinya atau berbicara padanya. Namun seperti itu tidak mungkin, Melati tidak melihat ada niat itu dari Aditia.

Padahal tanpa Melati ketahui, Aditia memang sengaja mengalihkan pandangan saat istrinya itu menatapnya. Menyembunyikan rasa yang entah bagaimana saat ini, perasaan Aditia kini bercampur aduk.

Melihat tidak ada obrolan lagi dari pihak keluarga, Suster pun berpamitan membawa Melati kembali. Mereka kembali mendorong brankar tersebut menuju ruang operasi di mana di sana sudah ada Dokter Marsela dan Dokter Dirga yang menunggu mereka.

‘Maafkan aku Melati, berjuanglah. Aku tau kamu wanita yang sangat kuat,’ ucap Aditia dalam hatinya.

Aditia hanya menatap nanar kepergian Suster yang membawa istrinya itu. Ingin rasanya Aditia menyusul mereka, namun entah mengapa tubuh dan hatinya seperti tidak sejalan.

“Adi apa kamu baik-baik saja?” tanya Ibu Eva, sedari tadi ia memperhatikan putranya itu. Ia merasa seperti ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Aditia.

“Ah iya Bu, aku baik-baik saja,” jawab Aditia.

“Kita tau kamu sangat mengkhawatirkan kondisi istri kamu. Kita juga sama, sebaiknya kita berdoa saja semoga semuanya dilancarkan,” timpal Ayah Reno, sambil menepuk bahu menantunya itu. Aditia hanya menganggukkan kepalanya.

“Ayah, kenapa ya, Ibu kok merasa ada yang aneh sama Melati tadi? Ibu kok merasa Melati sangat jauh sama kita?” ucap Ibu Reni, ia mengungkapkan sesuatu yang merasa mengganjal di hatinya itu.

“Jangan bicara aneh-aneh ah Bu, gak baik.” sahut suaminya.

Mendengar ucapan Ibu mertuanya, tiba-tiba saja hati Aditia semakin merasa gelisah. Takut, merasa bersalah, dan lain sebagainya. Lagi-lagi ia teringat dengan ucapan Dokter Marsela tadi.

‘Tidak, Melati pasti baik-baik saja. Ya, dia pasti bisa melewati ini semua,’ ucap Aditia pada dirinya sendiri.

Mencoba menyakinkan dirinya sendiri, jika istrinya itu pasti baik-baik saja. Tapi, mengingat kondisi sang istri saat ini, apa lagi usai mendengar penjelasan Dokter Marsela.

“Tidak!” teriak Aditia tiba-tiba. Membuat kedua orang tuanya dan mertuanya terkejut.

“Ada apa Aditia? Tenangkan dirimu!” kata Ibu Eva.

“Iya benar, Melati pasti bisa melewati ini semua,” timpal Ibu Reni, mertuanya.

“Bagiamana aku bisa tenang? Kenapa, kenapa kalian menyembunyikan kebenaran tentang Melati, padaku?”

“Kebenaran apa maksud kamu? Sadar Aditia, tenangkan dirimu! Operasi Caesar sudah biasa, percaya saja pada Dokter, mereka pasti melakukan yang terbaik!” bentak Ibu Eva, ia merasa sedikit kesal. Ia tahu jika Aditia mengkhawatirkan Melati, tapi tidak seperti ini juga.

“Kalian jangan pura-pura tidak tau! Aku sudah tau semuanya. Cukup bersandiwara di depan aku! Aku tau aku bukan suami yang baik untuk Melati. Tapi kenapa kalian semua tega menyembunyikan semua ini dari aku?”

Kedua orang tuanya dan mertuanya terlihat bingung, mereka menatap Aditia dengan tatapan penuh tanya.

“Melati sakit parah dan kalian tidak memberitahu aku? Kenapa?” ucap Aditia lagi.

“Sakit parah?” Kedua orang tua dan mertuanya itu mengulang ucapan Aditia secara bersamaan.

Aditia langsung terdiam. Tunggu! apa mereka juga tidak tahu tentang Melati yang mengidap gagal ginjal?

Bersambung....

Terpopuler

Comments

dyve

dyve

mengidap penyakit

2023-01-22

0

dyve

dyve

ginjal

2023-01-22

1

Defi

Defi

Melati masi berharap Aditia mau melihat dan menyemangatinya..😥 jangan sampe kamu nanti nyesal Aditia

2022-11-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!