Suara pekikan orang-orang memenuhi tempat terjadinya tuduhan pencurian, ungkapan bocah anak kecil berjubah hitam yang tiba-tiba muncul sebagai pembela, apalagi dengan tegas menuduh orang yang memiliki kuasa itu sangat mengejutkan.
“Jelas-jelas sapu tanganku berada di dalam tasnya, itu bukti nyata!” pria berbadan kekar berteriak.
Anak laki-laki itu menurunkan tangannya, kemudian berjalan menuju prajurit yang membawa tas milik orang tertuduh. Tangannya menengadah, menunjukkan koin kepada orang bersenjata tersebut, “Tuan, tolong hiruplah koin ini,” pintanya yang kemudian disanggupi.
“Aroma buah yuzu,” kata prajurit itu.
“Hirup juga sapu tangannya, dan tas itu.”
“Buah yuzu juga, tas ini juga samar-samar memiliki bau yang sama.”
“Hei, apa yang kau lakukan, Nak? Kau ingin membuktikan apa?” suara pria bangsawan tiba-tiba menyahut.
Anak laki-laki pemberani hanya mengendikkan bahu, lalu menggandeng prajurit menuju pria yang dituduh, “Tuan, tolong cium juga tangan Paman.”
“Batu bara.”
Anak kecil itu mengangkat kepala yang dari awal ia sembunyikan, menampilkan mata merah gelapnya hingga membuat laki-laki di hadapannya tercekat, “Tuan Prajurit, sapu tangannya nampak bersih padahal jari-jarinya kotor karena batu bara,” terangnya, lantas kembali menundukkan kepala, dan menoleh ke arah orang yang telah menuduh, ”jika ia mengambilnya pasti ada noda di sapu tangan.”
Belum selesai ia berbicara, anak laki-laki dengan percaya diri menunjuk ke arah tangan bangsawan seraya berkata, “justru tangan Anda yang terdapat noda, tas milik Paman juga beraroma sama persis milik Anda, Tuan. Benar, ‘kan, Tuan Prajurit?”
Prajurit yang masih tercengang melihat manik mata tadi terkejut kala disebut, “benar.”
“Jadi?” terdapat nada penekanan di pertanyaannya.
“Tuan yang bersalah,” jawab prajurit itu sembari melirik pemakai kain hitam yang terlihat dengan samar-samar telah membentuk senyum tipis.
Keadaan telah dirubah oleh bocah yang enggan menampilkan rupanya membuat semua orang yang hadir di sana menyerukan pujian atas ketelitiannya, juga ketidakpercayaan tentang kemampuannya menyelesaikan masalah yang bisa saja membuat terdakwa kehilangan nyawa karena berurusan dengan yang memiliki kekuasaan. Sekarang pusat perhatian tak tertuju padanya, namun beralih kepada pemfitnah yang mulai diragukan kebangsawanannya.
Peralihan yang sangat berguna untuknya segera pergi usai mencampuri, sebelum keadaan mereda, lalu berbalik memojokkannya lantaran keingintahuan perihal identitas. Kakinya perlahan melangkah mundur, hendak memasuki gerombolan orang-orang yang ricuh atas tindakan tidak terpuji bangsawan. Akan tetapi, pergerakannya untuk melarikan diri terhenti lantaran melayangnya pertanyaan yang membuat suasana hening kembali.
“Siapa kau?!”
Pria bangsawan itu suka sekali berteriak, pemikiran untuk kabur sekiranya dinyatakan gagal, dengan sudut matanya mencari celah di kumpulan orang-orang yang berdiri berdempetan rasanya mustahil dilaksanakan.
“Apa kau salah satu orang asing yang dibawa Yume?”
Bahunya terangkat, pertanyaan itu membuatnya tersinggung.
“Aku sangsi anak itu lahir di negara ini, karena aku tidak pernah sekalipun melihat anak kecil seberani ini,” bisik salah satu warga.
“Kecuali ia adalah orang luar yang tidak tahu-menahu tentang tanah yang ia pijak.”
Ia merasa punggungnya berkeringat kala pria berambut putih di depannya maju melangkah ke arahnya. Ia bergegas mundur, alih-alih suara asing menginterupsi.
“Akhirnya aku menemukanmu!”
Seruannya tersembunyi di kumpulan manusia, dengan sadar diri orang-orang membuka jalan bagi pemilik suara hingga seorang pemuda muncul diikuti para laki-laki bersenjata. Pergantian titik yang diperhatikan tertuju pada orang yang kehadirannya membuat orang-orang di sekitarnya memberi hormat, menunjukkan bahwa ia merupakan orang terpandang. Dan, hal itu menguntungkannya untuk kembali melancarkan aksi melarikan diri.
“Kau mau kemana?”
Tindakan kaburnya saat pusat perhatian teralihkan sekali lagi gagal. Kini, tinggal terima nasibnya bagaimana akhirnya karena pertemuannya dengan pemuda—entah anak menteri atau putra dari penguasa.
Pergelangan tangannya dicekal tak begitu erat namun cukup membuat jantungnya berpacu begitu kencang.
“Aku sudah mencarimu di mana-mana, ingin mencoba melarikan diri lagi, Adikku?”
Adik?! batinnya. Seolah mendapat sambaran petir di siang yang cuacanya begitu cerah.
“Dia, Adikmu?” tanya pria bangsawan terdengar ragu.
“Benar, dia anak tengah. Kami menyembunyikannya karena—“ pemuda di sampingnya tiba-tiba duduk berjongkok, dan membuka tudung kepala yang ia gunakan, “dia terlihat rapuh.”
Perbuatan yang dilakukan bangsawan muda sangat cepat, menampilkan rupa serta rambut putihnya membuat semua yang melihat amat terkejut, termasuk dirinya sendiri. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Menyesali tindakan sembrono karena terlalu ikut campur urusan orang lain? Tapi ia tidak bisa menyalahkan hati nuraninya karena keinginan untuk membantu orang yang kesusahan.
“Nah, jawab saja pertanyaan Tuan Setsu, Adikku.”
Benar, tinggal memberi jawaban maka ia akan mendapat jawaban atas nasibnya nanti.
“Ryuji,” ungkapnya.
“Sudah dengar, Tuan Setsu?”
Pria bangsawan—Tuan Setsu, begitu pemuda di sisi kirinya menyebut laki-laki paruh baya di depannya, wajahnya terlihat pucat, “bu-bukankah hanya tinggal kau dan A-Adik perempuanmu?” bahkan saat ia bertanya pun terbata-bata.
Terdengar dengusan oleh pemuda yang nampak tampan dari sisi kirinya, “tersisa tidaknya klan Kazuya apa urusan dari orang luar?” bukan jawaban yang diberikan, namun dikembalikan pertanyaan yang terdengar sinis.
Kazuya? Ia bertanya dalam hati, lalu melirik sepintas laki-laki muda yang mulai kembali berbicara.
“Tuan Setsu, senang bertemu di sini, dengan begini maka lebih mudah untuk kami membawa Anda ke pengadilan,” terdengar begitu tenang namun tak meninggalkan kesan dingin seperti membalikkan pertanyaan sebelumnya. Manik mata merahnya menyala bagaikan permata kala tersorot cahaya matahari, begitu mengagumkan. Apalagi tersemat senyuman saat Tuan Setsu mempertanyakan kesalahan apa yang telah dilakukan sampai pasukan khusus menjemputnya.
“Atas tindakan penyelundupan senjata kepada pelaku pemberontakan yang terjadi di daerah Okada, Anda juga dituduh atas pelaku pembunuhan di pertambangan, dan salah satu korban selamat serta saksi ialah orang yang Anda tuduh sebagai pencuri.”
Tuan Setsu menggeleng, sedangkan pemuda yang masih mencekal pergelangannya berdiri, “begitu cara Anda bermain? Menjijikkan, bawa dia pergi!”
Semua laki-laki bersenjata dengan serentak menyanggupi titah dan segera membawa Tuan Setsu menjauh. Sekarang, tinggal urusannya bersama remaja laki-laki yang akhirnya melepaskan tangannya, namun jantungnya masih tidak bisa berhenti untuk berdetak tidak sewajarnya. Begitu kencang, dan mungkin orang di sampingnya akan mendengar lalu menikamnya.
Semua perhatian terfokus pada laki-laki tua berjanggut yang diseret paksa karena mulai berontak. Ia mendongak, mendapati manik mata pemuda yang menatapnya terlihat meredup, mungkin karena tidak mendapat pantulan cahaya, namun tetap terang nan menawan, juga mengerikan menurutnya.
“Aku ingin kau tinggal bersamaku, Ryuji,” tangan kanan pemuda bangsawan tersebut mendarat di pipi kiri sembari memanggil namanya. Terdengar pelan suaranya, terasa menenangkan, begitu pula tangannya sehangat milik orang lain yang masih sedarah dengannya. Ia takut, juga berkeinginan untuk turut menggenggam tangan itu di waktu bersamaan.
“Ryuji….”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Mr.F
mantap thor, sampai sini dulu😁
2023-01-03
1
Kinara Wening
Hm .... makin penasaran. lanjut Thor!
2022-11-26
7