"nggak Namira, jangan berkata seperti itu! aku nggak mau kita pisah. Aku tetap ingin kamu jadi pendamping hidupku" Ujar Alvan menggebu-gebu.
"kamu egois. sangat egois! terus gimana dengan perempuan yang sudah kamu tiduri itu? apa kamu akan mencampakkannya begitu saja setelah menikmati tubuhnya?" sarkas Namira tajam dan menusuk.
"itu cuma salah paham sayang, aku di jebak" Alvan mencoba mencari alibi untuk membela diri.
"kamu kira aku bodoh bisa percaya gitu aja dengan omong kosong kamu?!"
"aku nggak bohong Namira, itu adalah kejadian yang sebenarnya. aku benar-benar di jebak malam itu!"
"cukup Alvan,aku udah nggak mau dengar apa-apa lagi dari kamu" Namira memalingkan wajahnya dari Alvan.
"nggak bisa gitu sayang, tolong kasih waktu aku buat jelasin semuanya. Aku nggak mau kita berakhir seperti ini!" laki-laki itu masih belum mau menyerah untuk di berikan kesempatan.
"hubungan kita benar-benar berakhir sekarang. Jangan pernah temui aku lagi!" Namira melepas cincin bertahtakan berlian yang melingkar di jari manisnya kemudian meletakkannya di meja tepat di hadapan Alvan.
Masih segar di ingatannya momen paling indah itu. saat-saat di mana Alvan melamar Namira untuk menjadi istrinya. Tentu saja dia tak akan menolak,karena dia juga sangat mencintai lelaki itu dan ingin menjalani hari-hari bersama sebagai pasangan suami istri.
Tapi apalah daya, takdir berkata lain dan dia tak bisa mengubahnya. Dia harus menjalani semua yang sudah di gariskan oleh sang pencipta dengan ikhlas dan lapang dada.
"aku mohon jangan begini Namira.aku nggak mau kehilangan kamu" Alvan sudah kehabisan akal, dia tidak tau lagi bagaimana cara untuk meyakinkan hati wanita yang di cintainya.
"tolong keluar dari ruanganku sekarang Alvan, kita udah selesai jadi nggak ada yang perlu di bahas lagi" Namira berkata tanpa mau melihat wajah Alvan. Dia takut akan merasa goyah jika melihat tatapan mata yang meneduhkan itu.
"tapi Na.." Alvan belum selesai menyelesaikan kalimat tapi Namira sudah memotongnya.
"kamu yang keluar atau aku? kalau kamu masih mau di sini biar aku aja yang keluar" Namira beranjak dari duduknya berniat akan pergi. Dia tak ingin melihat wajah laki-laki itu lagi dan sudah merasa sangat lelah dengan semua ini.
"tunggu Namira, kamu di sini aja, biar aku yang keluar. Aku nggak mau terjadi sesuatu yang buruk sama kamu,jadi tetap di sini. Jangan kemana-mana" ucap Alvan pada akhirnya.
Pria itu lebih memilih untuk mengalah membiarkan Namira sendiri agar bisa lebih tenang. Dia akan merasa sangat khawatir jika harus membiarkan Namira berada di jalan dengan keadaan terpukul seperti itu. Alvan berpikir akan menemuinya lagi jika emosi wanita itu sudah mereda dan bisa di ajak bicara.
Sungguh dia tidak akan pernah mau kehilangan seorang wanita secantik dan sebaik Namira. Dia berjanji di dalam hati akan meluruskan semua masalah dan meraih cinta Namira kembali.
"maaf karena udah buat kamu sedih. jangan sampai lupa makan ya!" Suara Alvan sedikit bergetar mengatakan itu. Dia merasa sangat sedih karena sudah menggores hati perempuan yang di cintainya.
Namira diam tak bergeming,sama sekali tak menanggapi ucapan Alvan. Dia tetap duduk dengan pandangan lurus ke depan.
"baiklah aku pergi, jaga diri kamu baik-baik ya" Alvan berkata kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu.
"tunggu!" Seru Namira tiba-tiba.
Alvan membalikkan badannya dengan perasaan senang. Ia pikir pasti Namira berubah pikiran dan akan memberikan kesempatan kedua untuknya.
"cincinnya kamu bawa!" Ujar Namira yang membuat tubuh Alvan lemas seketika. Ternyata dia salah menduga. Namira memanggilnya bukan untuk memberikan kesempatan kedua, melainkan memintanya untuk membawa cincin tunangan yang pernah ia sematkan di jari manis Namira.
"itu cincin kamu, Namira. Aku sudah memberikannya untuk kamu pakai" suara Alvan terdengar tak bertenaga.
"bukan lagi, karena aku sudah bukan siapa-siapa kamu. Kita sudah nggak punya ikatan apa-apa lagi" balas Namira dingin.
Bagi Alvan ucapan perempuan itu terasa seperti seperti cambuk baginya, sangat menyakitkan. Selama ini dia tak pernah melihat sikap Namira yang acuh seperti itu.
Tapi Alvan tau,dia tak bisa menyalahkan Namira atas sikapnya. Karena dia lah yang membuat perempuan yang awalnya penuh dengan kehangatan itu berubah menjadi manusia sedingin es.
"baiklah,aku akan membawanya" ucap Alvan lalu mengambil cincin yang tergeletak begitu saja di atas meja lalu keluar dari ruangan itu seperti yang Namira minta.
Laki-laki itu berjalan gontai menuruni tangga dengan menggenggam cincin itu erat seakan tak ingin melepasnya. Dia merasa seperti sedang menggenggam tangan Namira saat ini.
Di dalam hati dia berjanji pada dirinya sendiri, kalau suatu saat pasti akan mengembalikan cincin itu pada pemiliknya. Membawa Namira kembali ke dalam pelukannya.
Para karyawan butik menunduk hormat saat Alvan berjalan melewati mereka. Karena yang mereka tau,pria ini adalah calon suami bosnya. Padahal sekarang status itu sudah berubah,dari calon menjadi mantan.
Alvan tersenyum miris dalam hati. Dia merutuki nasib buruk yang menimpanya. Pria itu tak tau apakah setelah ini ia masih bisa menginjakkan kakinya di tempat ini lagi. Jangankan mendapatkan perlakuan hormat seperti tadi, menapakkan satu kakinya pun belum tentu ia bisa. Bahkan bisa-bisa ia malah di usir dari tempat ini.
Dia memasuki mobil dan membanting pintunya dengan kencang karena emosi. Di usapnya wajah yang tak tau bentuknya sudah seperti apa sekarang dengan kasar.
nggak. ini semua nggak boleh terjadi. aku nggak mau hubunganku dan Namira hancur gitu aja. foto sialan itu, siapa orang yang mengirimkannya? aku harus mencari tau siapa orang brengsek itu, dan memberinya pelajaran yang setimpal.
Alvan menginjak pedal gasnya dan melaju dengan kecepatan tinggi, berniat menemui seseorang yang di curigainya sebagai pengirim foto itu.
Rasanya dia sudah tidak sabar untuk menemui laki-laki bajingan itu dan menghadiahinya dengan pukulan bertubi-tubi.
Beberapa menit kemudian Alvan sampai di rumah seseorang. Dia turun dari mobil kemudian berjalan memasuki halaman rumah itu.
Dia mengetuk pintu beberapa kali agar orang yang di carinya keluar. Waktu terasa berjalan lebih lambat saat pikiran sedang kacau, itulah yang sedang di rasakan Alvan saat ini.
Pintu pun terbuka. Tapi bukan seseorang yang di harapkan Alvan yang keluar, melainkan ibu dari laki-laki yang kini di curigainya sebagai dalang atas hancurnya kisah cintanya dengan Namira.
"Renonya ada Tante?" Alvan mulai membuka suara, bertanya dengan sopan pada ibu dari temannya itu. Meskipun mereka sedarah tapi wanita tua itu tidak tau apa-apa tentang perbuatan yang di lakukan anaknya,jadi Alvan harus tetap bersikap baik padanya.
Alvan sangat yakin bahwa Reno adalah orangnya, karena dia lah yang terakhir kali menemuinya di restoran hotel waktu itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments