Namira berjalan keluar butik khusus untuk baju pengantin milik Rista dengan sedikit tergesa-gesa, kemudian setengah berlari menuju taxi online yang sudah di pesannya saat masih berada di dalam tadi.
"tujuannya sesuai aplikasi ya pak" Namira berkata kepada supir taksi online setelah masuk ke dalam mobil.
"baik kak" balas pengemudi taksi online ramah lalu mulai menurunkan hand rem dan menjalankan mobilnya.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang ke tempat tujuan yang sudah di tentukan oleh Namira. Dia berencana akan menemui seorang teman yang ahli dalam bidang fotografi untuk membuktikan tentang keaslian foto-foto yang di kirimkan oleh nomor tak di kenal kepadanya.
Di dalam hati dia terus berdoa agar hasilnya negatif dan menyatakan bahwa itu adalah foto palsu hasil editan saja. Rasanya hatinya sudah benar-benar tidak sabar untuk mengetahui jawabannya secepat mungkin.
Beberapa menit kemudian akhirnya Namira sampai di tempat yang di tuju. Rumah minimalis modern dengan banyak tanaman hias di halamannya.
"ini pak. terima kasih" Namira mengulurkan uang lembaran biru pada pak supir kemudian mendorong pintu mobil agar terbuka.
"sebentar kembaliannya kak" pengemudi itu berkata sambil merogoh kantong celananya untuk mengambil uang kembalian.
"nggak usah pak, ambil saja kembaliannya" ujar Namira sambil turun dari mobil dengan terburu-buru seperti tidak sabar untuk segera menemui temannya agar bisa cepat mengetahui kebenaran itu.
"terima kasih kak" seru supir itu setengah berteriak agar perempuan yang barusan menggunakan jasa transportasinya itu mendengar yang ia katakan.
Namira sudah tak perduli dengan apapun lagi, dengan cepat dia berlari memasuki pekarangan rumah bercat abu abu itu dan memencet belnya berkali-kali.
Tak lama setelah itu, pintu terbuka. Muncul lah seorang pria berpawakan tambun berpakaian santai,menyapa Namira dengan akrab.
"ih.. nggak sabaran banget sih yang mau nikah!" ledek pria yang umurnya berada di bawah Namira, dia adalah Dito,adik kelasnya semasa SMA dulu yang masih berteman baik hingga sekarang.
"gue butuh bantuan Lo,Dito. udah baca pesan chat dari gue kan?" Namira berucap dengan wajah serius.
"iya udah Na, ayo masuk" pria bernama Dito itu membuka pintu lebar-lebar.
Namira menjawabnya dengan anggukan kemudian masuk ke dalam rumah itu, mengikuti langkah Dito.
"duduk dulu ya,gue ambilin minum dulu"
"udah nggak usah To, gue buru-buru nih"
"yaelah.. gitu amat, baru juga mampir ke rumah gue"
"serius nih To,gue bener-bener pengen cepet tau hasilnya, karena ini penting banget buat gue"
"seurgent itu ya?! ya udah mana fotonya? biar gue kerjain"
"ini" Namira menyerahkan ponsel pada temannya itu. Dito menerimanya dengan rasa penasaran,foto seperti apa yang membuat temannya terlihat seperti orang kebingungan begitu.
"ya ampun Namira, bukannya ini tunangan Lo?" tanggapan Dito persis seperti Rista,dia sangat terkejut setelah melihat foto di dalam ponsel yang di berikan Namira.
"iya To,makanya gue butuh bantuan Lo buat nyari tau keaslian foto itu"
"oke Na,gue kerjain sekarang. gue bawa dulu handphone Lo ke ruang kerja gue ya. Lo mau ikut apa gimana?"
"gue tunggu di sini aja to"
"oke. gue tinggal bentar ya,kalo haus ambil aja minuman di kulkas!" Dito pergi ke ruang kerjanya setelah mendapatkan balasan anggukan dari Namira.
Waktu terasa semakin lama saat sedang menunggu sesuatu, itulah yang di rasakan Namira sekarang. Dari tadi dia mondar mandir dengan perasaan kalut menanti hasil kerja dari Dito. Ia yakin bisa mengandalkan temannya itu,karena kemampuannya memang tak di ragukan lagi.
Sudah hampir satu jam ia menunggu, akhirnya yang di tunggunya muncul juga batang hidungnya. Dito berjalan ke arah Namira dengan ekspresi wajah sedih. perasaan Namira pun semakin tak enak melihat pemandangan itu.
"gimana hasilnya To?" rasa penasaran Namira seperti sudah tak terbendung lagi saat ini.
"foto ini asli Na" jawaban yang keluar dari mulut Dito berhasil membuat tubuh Namira terasa lemas seketika. Dia sampai jatuh terduduk di sofa hitam yang berada di ruangan itu.
Sebenarnya lelaki bernama Dito itu sudah mendapatkan hasilnya dari tadi,tapi dia belum siap untuk keluar. Dia bingung bagaimana cara menyampaikan kenyataan yang menyakitkan itu pada temannya. Dia tak sampai hati membuat perempuan itu terluka.
Tapi setelah berpikir cukup lama, akhirnya dia memutuskan untuk memberitahukan kebenaran itu karena jika menyimpannya malah akan semakin membuat hidup Namira semakin hancur karena menikahi orang yang salah. Dan dia tak mau kalau itu sampai terjadi.
"jadi Alvan beneran khianatin gue" Namira meracau tidak jelas. Matanya kembali mengembun mengetahui kenyataan pahit yang baru di ketahuinya. Hatinya terasa semakin perih seperti tertusuk ribuan duri.
"Lo yang sabar ya Na" Dito menepuk pundak temannya itu perlahan berusaha menenangkan. Dan dia berharap itu akan sedikit membantu sedikit mengurangi kesedihan Namira,walau hanya secuil saja.
"makasih ya To atas bantuan Lo. berapa yang harus gue bayar?" Namira berkata setelah berhasil mengendalikan perasaannya. Dia mengusap sisa air mata yang membekas di pipi mulusnya.
"udah nggak usah,kayak sama siapa aja Lo" sejujurnya dia tak tega melihat wajah murung temannya itu.
"ya udah kalo gitu gue balik dulu ya to, sekali lagi makasih" Namira beranjak dari duduknya untuk segera pergi.
"sama-sama na,kalo Lo butuh teman ngobrol,Lo bisa hubungi gue kapanpun Lo mau"
"oke To, thanks banget ya!"
Namira pun pergi dengan membawa perih di hatinya. Rasanya ia ingin segera mengunci diri ke dalam kamar kemudian menangis sepuasnya, karena hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini.
Dia berjalan gontai menuju kamarnya dengan perasaan tak karuan setelah turun dari mobil miliknya yang di kemudian oleh pak Mamat, supir pribadi keluarga Namira.
Dia menelpon minta di jemput saat berada di rumah Dito tadi,dan untungnya pak Mamat sedang standby di rumah karena mamanya tadi hanya minta di antar saja tanpa harus menunggu.
Namira sedikit bernafas lega karena di saat keadaannya kacau seperti ini ia tak berhadapan langsung dengan mamanya. Karena menurut informasi dari pak Mamat,mamanya sedang arisan dan minta di jemput nanti sore.
Rasanya ia belum siap menceritakan hal buruk yang terjadi pada kedua orang tuanya. Dia tak mau membuat mereka khawatir dan terlalu memikirkannya.
Namira melempar tas selempangnya asal kemudian menjatuhkan diri ke ranjangnya. Tak tau sudah berapa kali air matanya tumpah,tapi sepertinya air mata itu tak habis juga. Masih dengan mudahnya mengalir tanpa bisa di kendalikan.
Dia hanyalah perempuan biasa,yang tak bisa menahan sakit sedalam ini dan akan merasa kecewa bila di khianati. Dia tak tau langkah apa yang akan di lakukan selanjutnya untuk menyelesaikan masalah yang menimpanya. Rasanya dia ingin berteriak meluapkan amarahnya.
Alvan,aku membencimu...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments