"Tenang saja buk, kang Entis tidak akan berani macam-macam, kalau berani main tangan Asti lapor ke polisi"
Aku melirik kang Entis dengan sudut mata, nampak kang Entis seperti kesal sekali dengan ucapan ku.
Aku langsung mencium tangan kedua orang tua ku, dan Umar pun mencium tanganku, sementara kang Entis ngeloyor ke luar tanpa pamit, emang manusia tidak punya etika!
Setelah pamit lalu aku naik ke atas motorku sementara dia menaiki motor yang dia bawa, entah motor siapa yang dia bawa, aku juga tidak perduli.
Aku melajukan motorku dengan kecepatan tinggi agar segera lekas sampai rumah, sementara kang Entis mengikuti ku dari belakang.
Akhirnya kami sampai di rumah, rumah dalam keadaan gelap, mungkin kang Entis pergi dari rumah sebelum magrib jadi lampu-lampu belum di nyalakan.
Aku mengambil kunci dari tas, aku dan kang Entis memang masing-masing memiliki kunci rumah, lantas aku masuk ke dalam, dan segera menyalakan semua lampu.
Sementara kang Entis masuk ke rumah dan langsung merebahkan dirinya di kursi ruang tamu.
"Belikan aku makanan! Aku menahan lapar dari siang, Kamu memang istri durhaka, Meninggalkan suami dalam keadaan lapar!"
Aku malas ribut, aku menuruti keinginannya untuk memberi dia makan, aku berencana membuatkan dia mie goreng sama telur ceplok,, lalu aku masuk ke dapur, tapi selang kompor tergeletak begitu saja, sementara tabung gasnya hilang.
Aku mencari tabung gas ke seluruh penjuru dapur tapi tidak ada, aku juga melihat baju-baju kotorku teronggok di sudut depan kamar mandi, biasanya tempat itu di isi mesin cuci, tapi mesin cuci pun hilang, ini pasti perbuatan kang Entis!, lantas aku keluar dari dapur untuk bertanya sama kang Entis.
"Tabung gas sama mesin cuci kemana kang?"
"Udah aku jual tadi."
Jawabnya enteng tanpa menoleh kepadaku.
"Kenapa di jual?!" Bentak ku emosi.
"Buat ongkos teman, tadi dia kesini nagih janji, sementara aku tidak ada uang ,aku tidak bisa pergi, karna kamu tidak mau kasih aku uang, akhirnya aku jual tabung gas dan juga mesin cuci untuk ongkos dia pergi!"
"Astagfirullah! Ot*k kamu itu di mana kang?!" Aku terhenyak kaget dan juga kesal dengan kelakuan suamiku yang di luar batas ini.
"Salah kamu sendiri kenapa tidak kasih aku uang!tadi kalau kamu kasih aku uang mungkin barang-barang itu tidak aku jual!."
Dia membentak ku dan juga menggebrak meja, aku sedikit terhenyak kaget, tapi hanya sesaat, amarahku sudah di ambang batas, tapi aku harus sabar menghadapinya, aku menarik nafas dalam-dalam untuk membuang emosiku.
"Berapa uang yang kamu kasih kepada dia?!" Tanyaku menahan emosi.
"800 ribu! Itu juga kurang,!"
"Memangnya harus ngasih berapa?!"
"Minimal sejuta lah, tadinya aku mau jual tv juga tapi nanti kamu pasti marah!"
"Kamu takut aku marah!"
"Dih, nggak ada dalam kamus ku aku takut sama bini! "
"Kalo gitu kenapa kamu tidak jual sekalian tv nya, lemari ,kasur, bufet, dan rumah ini sekalian!" Teriakku lepas kontrol.
"Buat apa? Aku cuma butuh sejuta doang buat teman ku!"
"Siapa nama teman kamu itu kang? Sampe kamu bela-belain menjual perabotan rumah!"
Wajah kang Entis sedikit gelagapan mendapat pertanyaan ku, dia nampak sedang berpikir.
"Tuti namanya, dia masih kerabat jauh emak."
Aku sedikit kaget dia menyebut nama perempuan, aku pikir teman nya itu laki-laki teman dia mabuk, tapi ternyata nama perempuan yang dia sebut, beraninya dia, memberi uang kepada perempuan hasil menjual barang - barang yang aku beli dengan hasil keringatku sendiri. aku harus selidiki siapa Tuti itu.
Aku yakin jika Tuti bukan lah teman biasa, dan aku rasa dia harus menjelaskan kepadaku siapa dia sebenarnya.
"Saudara emak dari mana lagi,? Bukan kah saudara kalian aku tahu semua?!" Tegas ku.
"Namanya Tuti, dia itu saudara emak yang tinggal di luar kota, kamu pasti tidak kenal, karena memang belum pernah di kenalin."
Ucap kang Entis, tapi aku yakin jika apa yang dia ucapkan adalah kebohongan.
jadi perempuan itu, yang mau akang antar pulang ke kampung nya?,, Pantas saja kamu ngotot ingin pergi!" Ucapku sarkas.
"Kamu cemburu?, Dia itu saudara jauh emak, jadi jangan punya pikiran macam-macam kamu!"
"Aku tidak perduli siapa dia! Yang jelas balikin semua barang yang kamu jual!"
Aku bicara penuh penekanan, ini sudah tidak bisa di biarkan lagi, dulu dia sering jual barang servis orang lain, aku yang ganti rugi, sekarang dia mulai berani menjual barang-barang rumah, semua barang di rumah ini aku yang beli.
Rumah ini memang rumah kontrakan, tapi semua isi rumah aku sendiri yang punya, aku tidak Sudi lagi harus mengalah sama kang Entis.
"Kamu gila ya! Duit dari mana aku buat ganti?!"
"Aku tidak mau tau! Secepatnya kamu harus ganti, kalo tidak, lebih baik kita bercerai!"
Aku benar-benar lelah dengan sikap kang Entis, rasanya aku ingin berpisah saja, mungkin perceraian lebih baik dari pada aku harus hidup dalam rumah tangga yang tidak sehat.
"Haha.. kamu pikir jadi janda itu enak.!, Belagu minta cerai segala!"
"Aku lebih baik jadi janda dari pada punya suami tidak bertanggung jawab!"
Plak!
Tangan kang Entis mendarat di pipiku, aku tidak sempat menghindar karna tamparannya cepat sekali.
Perih dan panas menjalar di pipiku, tapi itu tidak seberapa di banding sakit hatiku, pengorbananku selama ini sia-sia sudah, aku yang rela bekerja menjadi tulang punggung di rumah tangga ku, kini harus menelan pahit atas sikap suamiku.
Aku beranjak dari hadapan kang Entis dan langsung masuk kamar, aku banting pintu kamar hingga cukup keras.
Aku mengambil koper dan memasukan pakaianku, tekad ku sudah bulat untuk berpisah darinya.
Kang Entis masuk ke kamar, dia lalu menghampiriku
"Mau kemana kamu! Baru juga pulang sekarang sudah mau pergi lagi, aku lapar, cepat belikan aku makanan!"
Sungguh manusia ini tidak punya hati, bukan nya minta maaf atas semua kesalahan nya melihat aku mau meninggalkan rumah, tapi malah terus saja membentak dan memerintah, dia pikir siapa dirinya, sungguh bodoh aku ini harus terus bertahan dengan lelaki seperti ini.
Aku diam saja, setelah barang pribadi dan beberapa barang yang penting masuk ke dalam koper, aku pun segera berlalu dari hadapan kang Entis.
"Suami ngomong tuh di jawab!"
Kang Entis mencekal pergelangan tangan ku dengan kuat, dia menahan langkahku.
Aku memberontak sekuat tenaga untuk melepaskan cengkraman tangan nya, dan akhirnya aku berhasil lepas dari cengkraman nya, entah karena dengan emosi yang penuh aku sampai bisa lolos dari tangan suamiku, dan setelah lepas gegas aku keluar dari kamar, kang Entis mengejar dan menarik koperku.
"Kamu tuh punya mulut gak?! Di tanya gak mau jawab! Dasar istri durhaka!"
Aku tidak menjawab lagi, koper aku tarik kembali dan cepat-cepat aku keluar rumah.
"Kalau kamu mau pergi silahkan! Tapi jangan harap kamu bisa balik ke rumah ini lagi!"
Teriakan kang Entis membuatku ingin tertawa , dia pikir dengan dia mengancam seperti itu aku akan takut dan membatalkan kepergian ku, justru aku ingin tau, siapa nanti yang akan membayar kontrakan rumah ini jika aku tidak kembali kesini.
Aku tidak membalas ucapan nya, aku langsung menaiki motorku dan tancap gas dari sana.
Hatiku begitu sakit dengan sikap suamiku, tapi entah mengapa air mata ini enggan untuk keluar walau hanya sekedar untuk meringankan beban di hati, yang ada aku merasa lega dan berkeinginan keras untuk berpisah dari suamiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments