Saat itu masih sangat pagi, tetapi orang-orang sudah sibuk dengan suatu acara di rumah Yati.
Ya, acara itu adalah acara pernikahan Yati dengan si suda Bidin yang beranak dua.
Saat itu Yati tengah di rias oleh salah satu tata rias yang terkenal di kampungnya. Tetapi air mata Yati masih data keluar, hingga sang pengrias pun kewalahan, karena air mata Yati merusak tatanan riasan nya.
"Aduh Neng, sampai kapan begini, Teteh harus ngelapin air mata kamu! Udah atuh Neng nangisnya, ini kan hari bahagia Eneng, senyum atuh!" kata si penata rias.
"Kalo Yati bisa kabur, Yati mauan kabur Teh!" sahut Yati.
Kata-kata Yati mengagetkan si penata rias.
"Aduh, jangan Neng! Kasian sama mang Bidin, entar kalo saya gantiin gimana, emang Neng mau? Teteh sih mau-mau aja, lah kang Bidin ganteng pisan! Tapi masalahnya, mang Bidin nya buang gak mau sama Teteh," kata si penata rias, sambil merias wajah Yati.
Yati berusaha untuk tidak menangis lagi. Dan dia pun berhasil. Kininaif matanya sudah tidak keluar lagi.
Yati harus bisa menghentikan tangisannya, karena jika tidak, riasan nya ajangn rusak, dan itu memakan biaya.
Yati pun memikirkan usaha bapak dan ibunya, mereka hanya kerja sebagai kuli di kebun orang, dan mereka juga sudah menyisihkan uang mereka untuk membuat pesta.
Sebenarnya Bidin pun sudah memberikan uang untuk pesta, tapi bapak dan ibu Yati ingin membuat pesta besar-besaran, maka mereka pun akhirnya harus menambahkan uang yang di berikan Bidin dari hasil kerja mereka di kebun orang.
Riasan Yati telah selesai. Yati masih di kamar. Sementara anggota keluarga lainnya tengah sibuk mempersiapkan akad nikah antara Yati dan Bidin.
Para tamu mulai berdatangan, mereka duduk dengan rapi. Keluarga pun tengah menunggu kedatangan pihak Bidin.
Sudah tiga puluh menit berlalu, pihak Bidin belum juga tiba. Keluarga mulai gelisah, dan kasak kusuk di antara tamu terdengar seperti suara terbang nyamuk. Tetapi Yati malah berharap Bidin tidak akan datang. Yati terlihat lebih tenang dari keluarganya yang lain.
Yati masih di kamar, tapi tiba-tiba terdengar suara petasan sebagai tanda bahwa calon mempelai pria telah tiba.
Wajah Yati kini berubah, seperti selembar kertas yang di lipat, bahkan wajah Yati terlihat di tekuk.
Kini Yati pun hanya pasrah menerima nasib menjadi istri Bidin.
Tidak terbayangkan oleh Yati, dia akan memiliki anak dua.
Acara akad nikah pun di mulai. Sesuai adat, keberadaan Yati masih tetap di kamar pada saat akad berlangsung.
Penghulu, para saksi, dan mang Ibing sudah berhadapan dengan Bidin. Lalu kemudian suara musik di hentikan. Akad nikah pun di mulai.
"Saya Terima nikahnya kawinnya Yati Hartati bin Ibing dengan mas kawin lima gram emas si bayar tunai," kata Bidin. Suaranya begitu lantang terdengar di pengeras suara, bahkan suara Bidin yang lantang itu terdengar pula sampai ke kamar, di mana Yati si sembunyikan sementara.
Tanpa terasa, air mata Yati pun jatuh dan membasahi ke dua pipinya.
Perasaan Yati saat itu bercampuk aduk, tetapi malah tiba-tiba rasa bahagia muncul seketika.
Yati berjalan ke arah cermin, dia memandang dirinya lalu dia tersenyum.
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar, Yati pun membukakannya. Ternyata Ratmi yang mengetuk nya.
Ratmi segera masuk ke dalam kamar dan duduk di sisi tempat tidur.
"Bagaimana Yat perasaanmu? Apa hatimu masih kesal?" tanya Ratmi.
Yati tersenyum dan menoleh ke arah ibunya, lalu Yati menggeleng.
Ratmi pun tersenyum dan memeluk Yati. "Ibu yakin, kamu akan bahagia hidup bersama Bidin, jadilah istri yang baik Yat, bukan cuman jadi istri yang baik, tetapi juga jadi ibu yang baik. Anggaplah anak-anak Bidin adalah adik-adikmu, agar kamu tidak merasa beban saat mereka berada di dekatmu. Ingat pesan ibu, jangan pernah membantah perkataan suami," sahut Ratmi.
Yati oun menundukkan kepalanya sambil menganngguk.
Lalu terdengar suara pintu di ketuk dari. Luar. Ratmi pun bangkit dari duduknya, kemudian dia beranjak hendak membuka pintu kamar.
"Sebelum dia membukanya, Ratmi berkata lagi pada Yati, " Ini pasti Bidin, dia akan menjemputmu untuk duduk di pelaminan, Yat."
Ratmibpun membuka pintu kamar dan Yato segera menundukkan kepalanya, karena detak jantungnya mulai tak menentu.
Benar saja, ketika Ratmi membuka pintu kamar, Bidin tengah berdiri di depan kamar dengan senyuman yang lebar. Lalu dia bertanya pada Ratmi,
"Boleh aku jemput Yati sekarang Bu?" Ratmi pun mengangguk, dia hendak menggeser posisi berdirinya.
Tak lupa Bidin pun menyalami ibu mertuanya.
Setelah menyalami dan mencium punggung tangan Ratmi, Bidin masuk ke dalam kamar dan berjalan mendekati Yati yang sedang duduk di sisi tempat tidur sambil menunduk.
Bidin berdiri tepat di hadapan Yati. Bidin mengangkat dagu Yati, lalu kemudian Yati pandangan merek pun bertemu.
Lalu Yati meraih tangan kanan Bidin dan mencium punggung tangan Bidin. Saat itu Yati masih duduk di sisi tempat tidur. Lalu Bidin mencium kening Yati.
Melihat pemandangan indah itu, Ratmi pun sampai meneteskan air mata, dia begitu terharu melihat Yati, bahkan sikap Yati di luar dugaan Ratmi. Begitu sangat menghormati Bidin, senyumnya mulai mengembang.
Lalu Bidin meraih tangan Yati danenatik pelan, agar Yati berdiri.
Yati pun berdiri, lalu Bidin menggandeng tangan Yati dan mengajaknya keluar dari kamar menuju pelaminan.
Sebelum sampai ke pelaminan, Bidin mengajak Yati untuk menemui mang Ibing, kemudian menemui ibu bapak Bidin.
Mang Ibing berbisik ke telinga Yati,
"Selamat ya anak Bapak, jadilah istri yang baik."
Yati pun tersenyum dan mengangguk. Tidak terasa, mang Ibing pun meneteskan air matanya. Lalu Yati menyalami juga kedua orang tua Bidin. Saat itulah pertama kali Yati bertemu dengan orang tua Bidin, karena mereka tidak tinggal satu rumah dengan Bidin, mereka tinggal di kampung sebelah.
Setelah itu Bidin mengajak Yati untuk duduk di pelaminan, sambil menarik tangan Yati.
"Kita duduk di sana yuk?" ajak Bidin. Yati pun mengangguk mengikuti langkah Bidin, sedangkan tangan Bidin masih menggenggam tangan Yati.
Mereka pun duduk di pelaminan. Yati masih saja menundukkan kepalanya, dia sangat merasa malu. Bagaimana tidak, dalam hatinya Yati berkata, "Ya ampun mang Bidin ganteng banget, kenapa hati ini sangat bahagia melihat senyum manisnya."
Di pelaminan pun Bidin masih terus memegang tangan Yati, hingga Yati merasa gerah, dan tangannya mulai berkeringat.
Akhirnya Yati memberanikan diri, untuk melepaskan genggaman tangan Bidin. Yati pun berkata, "Mang, lepas dulu ya, tangan Yati gerah."
Bidin menoleh, tatapan mata mereka pun beradu, sambil Bidin melepaskan genggaman tangannya dari tangan Yati.
Tiba-tiba saja jantung Yati berdegup kencang, dia tidak menyangka jika tatapan matanya beradu dengan Bidin. Tapi anehnya, ada perasaan lain di hati Yati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments