Hati yang Hancur

Mata Dimas berkaca-kaca, saat teringat dirinya telah melakukan hal yang membuat hati sang istri hancur.

Ia mendekati wanita yang sedari dulu dicintainya. Memberikan sentuhan halus dan lembut di bagian kepala Karina.

“Karin ....” ucap Dimas pelan seraya memberikan kecupan pada kening wanita yang sangat ia kasihi.

Sengaja dia tidak membangunkan Karina yang sedang tertidur lelap.

Dimas duduk di samping istrinya, menatap wajah Karina yang tampak sembab, dan seketika ia merasa iba.

Lelaki ini bergumam dalam hati, ‘Apakah dia sengaja menungguku lalu ketiduran di sini?’

Rambut panjang Karina yang berwarna coklat jatuh menutupi wajahnya. Dimas tersenyum seraya menyampingkan rambut tersebut ke sela telinga sang istri.

Namun, telapak tangan Dimas tidak sengaja menyentuh sisi bawah mata Karina, di mana terdapat jejak air mata yang belum sepenuhnya mengering.

“Dia habis menangis?” bisik Dimas yang masih memandangi istrinya.

Ia meraba bingkai photo pernikahan berukuran 4R yang dipeluk Carina, dan terasa masih lembab.

Sepertinya Karina baru saja tertidur setelah menangis cukup lama.

“Apakah ia menangis sepanjang malam? Sampai menyisakan tetesan air mata di kaca figura ini?” gumam Dimas bertanya-tanya.

Dimas kembali duduk di kursi. Dagunya ia sangga menggunakan tangan dan memperhatikan Karina lagi.

Beberapa detik kemudian, tangan Karina gemetaran dan ia mengigau, “Tolong lepaskan saya! Jangan sentuh saya!”

Dimas mengernyit keheranan. “Apakah dia sedang mengingat masa kelamnya?”

Andai saja sembilan tahun yang lalu Dimas bersama seorang temannya yang bernama Farrel tidak datang ke club yang sama, sudah pasti saat itu Karina akan habis oleh lelaki hidung belang yang membawanya.

Merasa iba melihat istrinya terus mengigau, Dimas pun mencoba membangunkan wanita yang memiliki wajah berbentuk oval itu.

“Sayang, bangun Karin ... ayo kita tidur di kamar,” ajak Dimas dengan suara lembut kepada cinta pertamanya ini.

Dia juga mengguncang pelan tubuh Karina.

Haaahh!

Karina mengerjap, mimik wajahnya tampak begitu tegang, dan mulutnya terbuka berusaha untuk menarik udara masuk.

Karina menoleh dan melihat sosok lelaki yang ditunggu-tunggu.

“Mas Dimas ....” lirih Karina seraya memeluk erat suaminya.

“Kau kemana saja, Mas? Aku menunggumu ....”

Karina sangat merindukan sang suami.

“Maaf, kemarin ada hal mendesak yang harus dikerjakan dan aku tidak bisa pulang,” jelas Dimas sambil mengusap kepala istrinya.

Karina yang telah mengetahui semuanya, hanya bisa tersenyum hambar dan membatin, ‘Bohong! Semua yang kau katakan tadi bohong ‘kan?’

Karena kesal, tanpa sadar Karina memeluk Dimas dengan sangat erat, sampai suaminya itu tidak bisa bernapas.

“Pelukanmu sangat kuat Karin, tolong lepaskan aku!” teriak Dimas.

Dia berusaha melepas tubuh Karina yang terus menempel di tubuhnya.

Lelaki yang memiliki tatapan tajam itu memegangi kedua bahu Karina, lalu berujar dengan intonasi tinggi, “Kau kenapa Karin? Ada hal yang kau tahan dan sembunyikan? Jika ada yang perlu dibicarakan, ayo katakan saja!”

Dimas merasa Karina sungguh aneh, dan ia pun kesal akan tingkah istrinya.

Mendengar bentakan Dimas barusan, membuat Karina mengerutkan dahi.

‘Kenapa malah kamu yang marah, Mas? Bukankah seharusnya aku yang marah kepadamu? Kamu melakukan tiga kesalahan sekaligus di hari yang sangat penting. Pertama, kamu tidak bercerita bahwa Amelia sudah tidak bekerja dan diganti dengan sekretaris perayu itu. Kedua, kamu telah melupakan hari anniversary pernikahan kita. Dan yang ketiga, kamu telah berbohong dengan mengatakan kamu tidur di kantor!’

Untuk sekarang, semua kekesalan itu masih Karina suarakan dalam hati saja. Sebab dia belum memiliki bukti valid tentang perselingkuhan suaminya.

Memikirkan hal-hal yang menyesak di hatinya, membuat kelopak mata wanita yang masih bengkak ini kembali berkaca-kaca.

Ingin rasanya ia berteriak, dan melepaskan segenap kemarahannya itu kepada sang suami.

“Karin ... kau kenapa, Sayang? Dari sorot mata itu, aku melihat ada sesuatu yang kau pendam? Katakan, Sayang ... aku akan mendengarkannya,” kata Dimas, kali ini intonasi suaranya kembali melembut.

Dimas merasa bahwa bentakannya barusan 'lah yang telah membuat Karina sedih. Melihat istrinya kini mengeluarkan air mata, ia kembali mendekap erat tubuh itu.

“Maafkan aku, Sayang. Maaf karena telah berteriak kepadamu, maaf juga kemarin aku tidak bisa merayakan hari anniversary kita yang ke 3,” jelas Dimas sembari beberapa kali menciumi kepala Karina.

Tangisan Karina pecah begitu saja, ternyata suaminya itu tidak benar-benar melupakan hari jadi mereka, tapi ....

Mengapa Dimas harus berbohong dan mengkhianatinya?

Apa yang salah dari dirinya? Apakah Dimas sudah mulai bosan terhadapnya?

“Mas ....”

“Hu’um ... ada apa, Sayang?”

Karina terdiam beberapa saat, tidak langsung menjawab pertanyaan Dimas.

Mereka masih dalam posisi yang saling mendekap.

Sesaat setelah itu Karina pun bertanya, “Mas, apakah ada cinta yang benar-benar tulus di dunia ini?”

Merasa pertanyaan Karina terdengar aneh, Dimas pun balik bertanya, “Kenapa kau menanyakan hal seperti itu?”

“Hmm, tidak kenapa-kenapa. Aku hanya ingin tahu saja, apakah ada cinta yang seperti itu?”

Dimas hanya terdiam, dia merasa pertanyaan dari Karina itu seperti memojokkan dirinya.

Dimas melepas pelukan erat sang istri, lalu mengalihkan pembicaraan agar pertanyaan Karina tidak menjadi panjang lebar.

“Aku lelah, mau mandi dulu lalu tidur. Hari ini aku izin tidak pergi ke kantor,” papar Dimas sambil meregangkan tubuhnya dan meninggalkan Karina menuju kamar.

Karina menyempitkan bola mata, dia memandangi punggung suaminya dengan tatapan nanar.

Jujur, dia seperti sudah kehilangan sosok Dimas yang dulu.

Di dalam kamar, Dimas melepas kemeja dan celana panjang yang ia kenakan.

Dia berdecak saat menyadari ponselnya tidak ada di saku celana. “Sial, di mana ponselku? Apa mungkin ketinggalan di hotel?”

Dimas mengacak rambutnya dengan kasar. Kepalanya masih terasa berat, sebab efek dari alkohol yang ia teguk semalam belum sepenuhnya menghilang.

Dimas memutuskan untuk segera membersihkan diri. Setelah itu ia harus kembali ke hotel, untuk mencari ponselnya yang ketinggalan.

“Ada-ada saja, kenapa ponselku bisa ketinggalan!” gerutu Dimas yang tampak kesal.

Dimas masuk ke dalam kamar mandi, dia menekan tombol shower dan membiarkan air hangat mengalir ke seluruh tubuhnya.

Tubuh Dimas tidak terlalu kekar seperti binaragawan, tapi otot-ototnya terlihat liat dan padat, itu cukup membuatnya terlihat macho.

Dimas mengusap seluruh tubuhnya, tiba-tiba saja permainan liar Nadia yang berhasil membuatnya terpuaskan semalam kembali terlintas.

“Sial! Wanita itu benar-benar mahir dalam urusan ranjang.” Dimas mengumpat.

Di satu sisi Dimas tidak ingin kesalahannya terulang, tapi di sisi lain permainan Nadia seolah candu yang tidak mungkin diabaikan begitu saja.

Sementara di dapur, Karina sedang menyiapkan sarapan. Dia memasak makanan kesukaan Dimas, yaitu sup ikan salmon.

Ting! Nong!

Mendengar suara bel rumahnya berbunyi, Karina menghentikan pekerjaannya sementara, lalu melangkah menuju pintu depan.

Pada saat membuka pintu, bola mata Karina membesar dan ia benar-benar terkejut.

‘Mau apa dia ke sini?’

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Widi Widurai

Widi Widurai

kl uda nyoba sklai kecanduan

2022-12-04

0

Kendarsih Keken

Kendarsih Keken

si ulet bulu benar2 pemain dngn tanpa dosa dia datang ke rumah nya Dimas
benar2 wanita nggak ada harga diri nya 😠😠😠

2022-11-25

0

Adelia Rahma

Adelia Rahma

kesalahan apa yang bisa membuat dimas acuh ke karin dalam beberapa hari itu ya

2022-11-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!