Bab 3 • Hidup bagai komedi

Shakila lumayan peka, kecuali terhadap orang yang mencintainya. Dengan polosnya Shakila bertanya. "apa?" ketika suaminya mengatakan ada yang lebih menyakitkan dari tamparannya.

"Mba, sepertinya suamimu sakit hati karena tadi aku tampar." bisik Shakila kepada Zahra. Tapi meskipun Shakila berbisik, Abian masih mendengar dengan jelas perkataan istrinya.

Zahra semakin menarik sudut bibirnya. Lucu sekali Abian dan istri barunya. Abian sedang merajuk, tapi kadar kepekaan Shakila sangat tipis, ditambah lagi pikiran Shakila agak unik.

"Berhenti menyebut mas suamimu, mas tidak suka." Abian menarik lembut tangan Shakila supaya tidak bersembunyi di belakang Zahra.

"Maaf..." cicit Shakila ketika tangan Abian yang lain mendekat kearahnya. Shakila pikir, Abian berniat membalas tamparannya, tapi ternyata suaminya hanya mengusap puncak kepalanya.

"Mas tidak sakit hati karena ditampar olehmu, tapi lain kali jangan asal menampar orang lain, terlebih yang kamu tampar suamimu sendiri."

"Iya, lagipula mas Abian menciummu, kenapa kamu menamparnya?" ucap Zahra menimpali.

Shakila tidak menjawab, yang tadi benar-benar tidak sengaja. Tangannya bergerak begitu saja ketika melihat Zahra berdiri dibelakang Abian.

"Mas melakukan hal yang sama kepada Zahra setelah selesai akad, sesuai yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallaahu alaihi wassalaam."

Shakila menatap mata suaminya, jarak mereka lumayan dekat, hanya terpaut beberapa senti.

"Mas mendo'akanmu untuk kebaikan rumah tangga kita, tidak perlu merasa tidak enak pada Zahra, mas yakin Zahra juga mengerti."

"Jadi karena itu kamu menampar mas Abian?" Zahra terkekeh, merangkul pundak madunya.

Shakila menatap wajah Zahra, sulit baginya untuk mengerti karakter Zahra, seorang istri yang merelakan suaminya menikah lagi dan masih bisa bersikap baik terhadap madunya.

"Kita sama-sama istri mas Abian, memiliki hak yang sama, jadi tidak perlu merasa tidak enak."

"Iya, tapi-"

"Kamu masih berpikir mas Abian menikahimu karena anak dan akan menceraikanmu setelah melahirkan hm?" tanya Zahra menyela Shakila.

"Mas Abian tidak akan menikahi wanita hanya demi memiliki anak, mas Abian mencintaimu, itu sebabnya kalian berdua menikah sekarang."

Zahra benar, Abian tidak mungkin menikahi wanita hanya untuk memiliki seorang anak. Masih banyak cara lain kalau Abian sekedar menginginkan anak, mengadopsi misalnya.

Anak hanya alasan kesekian Abian menikahi Shakila. Bahkan, menjadi alasan terakhirnya. Pertama Abian menikahi Shakila karena akan dijodohkan, kedua karena Zahra memberi izin, ketiga karena Abian mencintai Shakila. Tanpa ketiga itu, Abian tidak akan menikahi Shakila.

Zahra mengerti ibu mertuanya ingin memiliki cucu, sudah meminta suaminya menikah lagi, tapi Abian menolak dan berjanji akan menikah lagi, hanya kalau dirinya mencintai wanita lain.

Mungkin ini sulit untuk dipercaya, saat Abian menyadari perasaannya terhadap wanita lain, saat itu juga Abian memberitahu Zahra. Tapi berpikir beribu kali untuk melakukan poligami.

Pria langka yang mencintai wanita lain selain istrinya, tapi tidak berani mengkhianati sang istri sampai meminta maaf ketika menyadari bahwa perasaannya sendiri sudah berkhianat.

Pria lain, sadar sudah memiliki istri, mencintai wanita lain, selingkuh atau meminta izin untuk poligami, tanpa peduli perasaan istrinya. Tapi Abian, sudah diizinkan poligami oleh istrinya, mencintai wanita lain bukan bergegas menuju pelaminan, malah menangis memohon maaf.

Zahra tahu Abian mencintai Shakila, bahkan tahu perasaan Abian sama besarnya dengan perasaan Abian terhadapnya, yang berbeda hanya cara Abian dalam mencintai mereka.

"Mba salah, suamimu- eoh maksudku, mas Abian hanya mencintaimu." sangkal Shakila.

"Tapi mas Abian juga mencintai kamu, Kila."

"Bagaimana bisa mba seyakin itu mas Abian mencintaiku?" tanya Shakila tidak habis pikir.

"Karena mas Abian sendiri yang mengatakan mencintaimu dan suami kita bukan pembual."

Shakila menatap mata Zahra, karena hanya bagian itu yang bisa dilihat dari wajah Zahra. Menatap mata orang biasanya akan mudah melihat kebohongan mereka, tapi tidak ada kebohongan yang bisa dilihat di mata Zahra.

"Baiklah, anggap saja aku percaya." Shakila menurunkan tangan Zahra dan kembali ke meja makan, tidak ingin membahas hal itu.

Zahra dan Abian saling menatap, susah sekali meyakinkan Shakila kalau Abian mencintainya.

"Biarkan saja, Shakila memang keras kepala."

Zahra mengangguk. "oh ya, selamat ya mas akhirnya kamu dan Kila resmi menikah. Aku berharap kalian cepat memiliki momongan."

"Amin. Terimakasih, sayang." Abian memeluk Zahra sebentar, sebagai ucapan terimakasih.

Shakila menggeleng, merasa genre hidupnya yang semula angst berubah menjadi komedi, istri pertama suaminya memberikan selamat kepada pria yang sudah menikahi wanita lain.

"Aku berubah pikiran! lebih baik kalian berdua bermesraan di kamar, aku lebih suka melihat adegan pembunuhan daripada adegan manis."

"Sepertinya istri mas cemburu, ingin dipeluk juga." ucap Zahra sengaja menggoda Shakila.

"T-tidak! siapa bilang aku ingin dipeluk dia?!"

"Kamu tidak bisa memanggil suamimu dengan baik hum? dia? dia siapa yang kamu maksud?"

"Cuma memanggil 'dia' saja dipermasalahkan."

"Kamu bilang apa barusan, Kila?" tanya Abian.

"Tidak! mas Abian, suamiku, tolong maafkan mulutku yang kadang lancang. Jangan marah, aku takut Allah murka padaku." sahut Shakila.

Shakila menghampiri Abian untuk meminta maaf kepada Abian supaya lebih afdol. "iya, aku salah. Aku menampar mas, memanggil mas dengan tidak baik, maafkan aku hum?"

Zahra tertawa terbahak-bahak mendengar Shakila bicara, apalagi melihat wajah lelah suami mereka. Ada-ada saja kelakuannya.

Zahra tertawa karena cara Shalila meminta maaf, nada bicara Shakila manja, dengan wajah yang sepertinya jijik terhadap dirinya sendiri, sampai Abian saja mendesah lelah.

Tanpa mereka sadari, Nyai Annisa dan Kyai Hanafi sedang memperhatikan di lantai dua. Mereka tidak bisa mendengar pembicaraan anak dan menantunya di bawah, tapi mereka bisa merasakan kehangatan diantara Abian dan istri-istrinya, membuat Nyai Annisa lega.

"Kamu lihat? tidak perlu merasa bersalah lagi, Abian tidak akan memutuskan sesuatu tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Bukankah itu yang kamu ajarkan kepadanya?" ucap Kyai Hanafi.

"Aku heran, kenapa anak itu bisa berpikir akan dijodohkan hanya kerena ummanya meminta pendapat tentang calon iparnya?" gumam Kyai Hanafi mengingat betapa konyol anak mereka.

Abian mengaku, alasannya menikahi Shakila supaya tidak dijodohkan dengan wanita yang beberapa hari lalu dikenalkan oleh ummanya. Padahal, Nyai Annisa hanya berniat meminta pendapat Abian tentang calon iparnya, bukan ingin menjodohkan Abian dengan wanita itu.

Nyai Annisa sangat menginginkan cucu dan pernah meminta Abian menikah lagi karena sudah tidak sabar ingin menggendong cucu, tapi Nyai Annisa tidak sampai hati memaksa Abian, apalagi menjodohkan Abian dengan wanita lain. Nyai Annisa tidak mungkin tega melakukan itu kepada anak dan menantunya.

Ya, Abian salah paham. Wanita yang Abian pikir akan dijodohkan dengannya ternyata akan dijodohkan dengan adiknya. Waktu itu Nyai Annisa hanya meminta pendapat, tidak bermaksud menjodohkannya dengan Abian.

Abian sudah salah menilai ummanya, tapi pernikahan sudah terlanjur dilakukan dan Abian harus bertanggung jawab terhadap kedua istrinya. Abian juga berjanji kepada mertuanya akan adil terhadap istri-istrinya.

Andaikan Nyai Annisa tahu Abian menikahi Shakila karena salah paham, mungkin Nyai Annisa akan meluruskan kesalahpahaman Abian, sehingga pernikahan kedua putranya tidak pernah terjadi. Tapi sayang terlambat, Abian dan Shakila sudah terlanjur menikah.

"Abian copyan abahnya, tidak bisa melihat wanita cantik." ucap Nyai Annisa menyahuti.

"Kapan aku seperti itu?" tanya Kyai Hanafi.

Nyai Annisa berdecak. "jangan berpura-pura lupa dengan apa yang pernah mas lakukan."

Di masa lalu, Nyai Annisa hampir di poligami oleh Kyai Hanafi. Terdapat cerita yang cukup menyakitkan dibalik itu, makanya Nyai Annisa tidak memaksa Abian menikah lagi, meskipun Nyai Annisa sudah lama menginginkan cucu.

Nyai Annisa memiliki tiga anak, dua laki-laki dan satu perempuan, tapi hanya Abian yang sudah menikah. Nyai Annisa pernah bertanya kepada anak keduanya -Adam -siapa wanita yang disukainya, tapi Adam mengaku belum menyukai siapapun dan belum mau menikah.

Nyai Annisa meminta Adam supaya menikah karena sudah ingin menggendong cucu, tapi jawaban Adam waktu itu cukup masuk akal, sehingga Nyai Annisa tidak memaksa Adam.

Dan tentang calon ipar Abian, sebenarnya dia wanita yang datang ke pesantren untuk self healing, pernikahan wanita itu gagal karena calon suaminya selingkuh dan Adam sering terlihat diam-diam memperhatikan wanita itu.

Kedua anak laki-laki Nyai Annisa tidak akan berani memperhatikan wanita, kecuali jatuh hati kepada wanita itu. Adam sama seperti Abian, menjaga pandangan dari wanita dan mereka hanya mencintai wanita dalam diam.

Nyai Annisa tahu, wanita yang Adam cintai memiliki pria lain yang cintanya jauh lebih besar, gagal dengan calon suaminya, tapi memiliki bos yang diam-diam menjaganya.

Nyai Annisa ingin membantu putra keduanya mendapatkan wanita yang dicintainya, tapi Nyai Annisa ingin meminta pendapat Abian terlebih dahulu, sayangnya momennya tidak tepat, sehingga Abian salah paham padanya.

"Apa kita akan terus membahas tentang itu?"

Nyai Annisa tidak menjawab, semua wanita akan terus mengingat hal yang menyakitinya dan secara tidak sadar akan membahasnya.

Jangan menyalahkan wanita yang kau sakiti!

...~ Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!