Zahra mondar-mandir di ruang makan, dalam hati dia berdoa untuk suaminya yang sedang berbicara dengan orang tuanya di ruang kerja.
Bukan hanya orang tua Zahra, papah Shakila dan orang tua Abian juga ada di ruang kerja Abian, membicarakan yang perlu dibicarakan.
"Aku yakin suami mba baik-baik saja, jadi mba tidak perlu khawatir. Duduk dan bersantailah."
Zahra menatap Shakila yang sedang makan buah apel, suaminya sedang di interogasi di ruangan lain dan Shakila masih bisa makan.
Zahra khawatir Abian mengalami masalah di ruangan kerjanya, tapi Shakila seperti tidak ada beban bahkan dengan santainya makan.
Ceklek!
Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Zahra dari Shakila, bisa dilihat orang tuanya keluar dari sebuah ruangan yang berada di lantai dua disusul Abian dan papah Shakila.
Zahra langsung berlari dan memeluk Abian saat suaminya tiba di lantai bawah, sampai lupa dengan orang lain disekitarnya karena terlalu khawatir dengan keadaan suaminya.
"Kamu baik-baik saja, mas? ummi dan abi tidak mengatakan hal buruk padamu, kan?"
Nyai Aisyah mencedih mendengar perkataan putrinya. "apa dimatamu ummi seburuk itu?"
Zahra menatap Nyai Aisyah dengan tangan yang masih memeluk tubuh suaminya. Dia wanita salihah yang manja pada suaminya sebelum Shakila hadir dalam kehidupannya.
Zahra tidak sedang menunjukan apapun dan pada siapa pun, hanya ingin memeluk Abian. Tapi Bayu memiliki pemikiran sendiri melihat Zahra manja pada Abian di hadapan Shakila.
"Saya berharap kamu benar-benar bisa adil."
Setelah mengatakan itu, Bayu pamit dan pergi. Tidak ada percakapan antara Bayu dan Shakila karena mereka berdua memang tidak sedekat itu. Seperti kata Bayu, Shakila membenci Bayu.
Zahra berdehem dan melepaskan pelukannya, teringat sekarang dirinya bukan satu-satunya istri Abian. "maaf ... aku lupa kalau sekarang-"
"Kenapa meminta maaf?" sela Abian dengan suara yang lembut. "mas menikah lagi bukan berarti kamu tidak boleh memeluk mas, kan?"
Zahra tidak menjawab, menatap Shakila yang nampak tidak peduli apapun selain buah apel.
"Apa menurutmu Kila akan peduli pada kita?"
"Tentu saja, Kila juga istrimu mas. Dia hanya sedang lapar sekarang." jawab Zahra cepat.
"Lagipula kita sudah sepakat, saat kita bertiga mas tidak boleh mesra dengan salah satu dari kami karena akan menyakiti hati yang lainnya."
Gigitan Shakila pada apelnya terhenti karena mendengar perkataan Zahra. "demi Allah, aku tidak keberatan kalian bercumbu di depanku sekalipun. Lakukan apapun itu sesuka kalian."
Zahra dan Abian saling menatap, begitu pula Nyai Aisyah dan Kyai Ihsan. Sepertinya benar kata Abian, istri keduanya tidak mencintainya.
Shakila terlihat serius dengan perkataannya, tidak ada kebohongan dari wajah wanita itu saat mengatakan tidak keberatan Zahra dan Abian bercumbu di depannya. Tapi sebagai ibu, Nyai Aisyah tetap saja merasa khawatir.
Abian terang-terangan mengatakan mencintai Shakila dan itu akan jauh lebih berbahaya lagi karena sekarang ada wanita lain di hati Abian.
Abian sudah berjanji akan adil terhadap kedua istrinya, tapi bagaimana kalau perasaaan cinta Abian kepada Shakila nanti membuatnya lalai?
Shakila cantik, lebih muda dari Zahra, mungkin Abian akan lalai dan melupakan kewajibannya sebagai pria yang memiliki dua istri. Tidak ada yang tahu ke depannya nanti akan bagaimana.
"Zahra, abi dan ummi harus pulang sekarang."
Tidak ingin ikut campur dengan rumah tangga putrinya, Kyai Ihsan memutuskan untuk pamit. Zahra memang putrinya, tapi sekarang Zahra sudah bukan menjadi tanggung jawabnya lagi.
"Biar aku antar kalian sampai depan." Zahra menggandeng tangan abinya keluar rumah.
"Mas disini saja, temani Shakila." tegur Zahra saat Abian hendak ikut mengantar mertuanya ke depan. "jangan protes, temani Shakila oke?"
Astaghfirullah! padahal Abian baru membuka mulutnya, tapi istrinya langsung menyelanya.
Nyai Aisyah melirik sinis Shakila, meskipun Abian sudah menceritakan semuanya dan menjelaskan Shakila tidak pernah sekalipun menggodanya, status Shakila sebagai madu Zahra membuatnya tidak menyukai Shakila.
"Hati-hati, ummi, abi." sebagai menantu yang baik, Abian mencium tangan orang tua Zahra.
Abian bukan tidak ingin melakukan hal yang sama kepada papah Shakila, tapi tadi Bayu pergi begitu saja saat Abian akan mencium tangannya. Abian juga tidak bisa memaksa.
Abian mencintai kedua istrinya, orang tua istri-istrinya adalah orang tuanya juga dan Abian tidak akan membedakan keduanya.
Abian tidak asal menikah lagi, sudah banyak hal yang Abian pertimbangkan sebelumnya. Karena pernikahan bukan sekedar merubah status saja, ada tanggung jawab di dalamnya.
Sebenarnya, Abian juga sudah meminta izin dari jauh-jauh hari kepada orang tua istrinya kalau dirinya akan menikah lagi, sebelum hari ini, supaya tidak ada keributan. Dan semua yang terjadi di pernikahannya diluar dugaan.
"Tolong kamu jaga Zahra." itu pesan yang Kyai Ihsan ucapkan sebelum keluar bersama anak dan istrinya. Tidak ikut campur bukan berarti Kyai Ihsan membiarkan putrinya disakiti, kan?
Jaga yang Kyai Ihsan maksud adalah menjaga dan memastikan putrinya tidak sampai terluka, baik lahir maupun batin. Abian sudah berhasil menjaga Zahra selama lima tahun, tapi belum tentu ke depannya Abian tetap menjaga Zahra.
"Kesepakatan macam apa tadi?" seru Shakila. "tidak boleh bermesraan saat kita bertiga eh?"
Abian menatap Shakila yang kembali makan buah apelnya, mulutnya penuh dengan buah apel tapi bisa-bisanya wanita itu menggerutu.
"Jangan berbicara sambil makan." tegur Abian.
"Tapi serius! apa mba Zahra berpikir kita akan bermesraan di depannya, huh?" tanya Shakila.
Abian tidak menjawab, melangkahkan kakinya mendekati Shakila dan berdiri di hadapannya.
"Kenapa?" tanya Shakila bingung, apalagi saat tangan Abian mendarat di puncak kepalanya.
Abian tersenyum, melihat wajah panik Shakila.
"Mas izin mendoakan kamu ya?" ucap Abian.
"Hah?" Shakila tidak mengerti maksud Abian.
Abian mengusap kepala Shakila dan berdoa pelan. “Allahumma inni as-aluka khairaha wa khaira maa jabaltaha alaihi, wa a'udzubika min syarriha wa syarri maa jabaltaha alaihi.”
Artinya: “Ya Allah, aku memohon darimu kebaikan istriku dan kebaikan dari tabiat yang kau simpankan pada dirinya. Dan aku berlindung kepadamu dari keburukan istriku, dan keburukan dari tabiat yang Kau simpankan pada dirinya.”
Setelah akad, Abian tidak mendoakan wanita yang dinikahinya karena Nyai Aisyah membuat keributan dan baru mendoakannya sekarang.
Shakila fakir ilmu agama, tidak tertarik dengan segala hal mengenai pernikahan, Shakila tidak mengerti tujuan Abian mendoakannya saat ini. Shakila hanya menatap Abian saat suaminya berdoa, tanpa paham tujuan dari doa tersebut.
Shakila sedang proses hijrah, tapi yang Shakila kejar bukan pernikahan melainkan surga Allah. Shakila tidak memiliki bekal untuk menjadi istri dan belum ada satu pun yang Shakila pelajari mengenai rumah tangga dari guru mengajinya.
Tapi satu hal yang pasti, Shakila akan menjadi istri yang shalihah selama menjadi istri Abian. Shakila ingin menjadikan pernikahan mereka sebagai ladang mendapatkan surga-Nya Allah.
Shakila tahu tujuannya menikah salah. Bukan untuk bersama seumur hidup, namun sekedar memberikan anak untuk pria yang dinikahinya. Tapi bukankah menyenangkan orang lain juga termasuk kebaikan? Shakila tidak salah, kan?
Cup!
Mata Shakila membulat saat Abian mencium keningnya, apalagi tepat sekali Zahra kembali.
Plak!
Shakila reflek menampar Abian, melihat ada Zahra yang berdiri dibelakang suami mereka. Reflek nya memang agak kurang ajar, tapi itu sudah menjadi salah satu kebiasaan Shakila.
"Astaghfirullah, maaf mas." pekik Shakila saat menyadari yang sudah dilakukan tangannya.
"Mba Zahra." bukannya melihat keadaan Abian yang baru saja ditampar, Shakila malah kabur dan berlindung di belakang Zahra. "demi Allah, aku tidak sengaja menampar suamimu, mba."
Abian berbalik menatap Shakila yang berada dibelakang tubuh Zahra. Awalnya Abian kesal Shakila menamparnya, tapi sepertinya Abian tahu alasan istrinya itu berani menamparnya.
"Tolong mba lihat apakah tamparanku terlalu keras? apakah membekas di pipi suami mba?"
Abian sudah bosan mendengar kata 'suami mba' yang keluar dari mulut Shakila, merasa tidak diakui sebagai suami oleh istri sendiri.
"Mas juga suami kamu, Shakila." tekan Abian barangkali Shakila lupa mereka baru menikah.
"Iya-iya, mas suamiku." jawab Shakila cepat.
"Mba, tolong mba lihat apa tamparan aku tadi membekas di pipi suami kita?" ucap Shakila memperbaiki panggilannya kepada suaminya.
"Kenapa tidak kamu sendiri yang melihatnya?"
"Iya, lebih baik kamu sendiri yang melihatnya, Kila. Dan meminta maaflah kepada suamimu."
Abian menghela nafasnya, Zahra ikut-ikutan memanggil suamimu seakan tidak mengakui Abian sebagai suaminya. "sudahlah! lagipula, tamparannya tidak sakit, tidak perlu meminta maaf." ucapnya merajuk kepada istri-istrinya.
"Tamparanku cukup keras, masa tidak sakit?"
Shakila menajamkan matanya, melihat bekas tamparan di pipi suaminya, tapi Shakila tidak bisa melihatnya karena jarak diantara mereka.
"Iya, tidak sakit. Ada yang lebih menyakitkan."
Zahra lebih mengerti maksud Abian dibanding Shakila, membuatnya tersenyum dibalik cadar.
...~ Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments