Takdir seakan mempermainkan diriku. Pria yang sudah lama menghilang dalam hidupku dan mama, kembali muncul. Pria,yang seharusnya melindungiku dan mama. Entah apa yang membuatnya memilih untuk meninggalkan kami.
Yang membuatku kesal, Ia berjalan bersama istri keduanya. Bahagia sekali hidup mereka. Jangankan merasa bersalah, mereka bahkan tak mempedulikan bagaimana kondisiku dan mama. Apakah kamu baik-baik saja? Adakah yang kami butuhkan?
Pandanganku terkunci pada sosok yang mendadak hadir di tengah-tengah pasangan itu. Dia ... Fia sahabatku. Jadi, dia saudara tiriku? Hah, luar biasa sekali Tuhan membuka mataku.
Sudah tahukah dia siapa aku selama ini? Bodohnya aku. Apa selama ini dia tengah mengejek diriku? Berpura-pura menjadi sahabat baikku.
Lamunanku buyar, saat Fia mendatangiku. Mau apa dia mendatangiku? Ingin pamer keluarga bahagianya?
"Kebetulan banget ketemu di sini. Gue udah lama pengen kenalin Lo sama orang tua gue."
Dia terlihat senang saat mengatakan hal itu. Matanya berbinar, senyumnya merekah. Kukepalkan tangan sekuat mungkin. Berusaha mengontrol emosi yang mungkin meledak. Kemudian, kedua orang tua Fia sudah berdiri di belakangnya. Terlihat jelas raut terkejut di sana. Oh, sepertinya ini menarik. Jadi, Fia belum mengetahui masa lalu ayah dan ibunya?
"Ma, Pa, kenalin, dia Liana sahabat aku," ucapnya dengan wajah berbinar.
"Halo, Tante, Om. Saya Liana, sahabat Fia," ucapku dengan penuh penekanan.
"Jadi, dia sahabat yang kamu ceritakan pada mama?"
Sebelah alisku terangkat mendengar nada bicara wanita paruh baya di hadapanku ini. Dia yang membuatku trauma berada di dekat pria. Dia, juga yang hampir menjual diriku.
"Iya."
Mataku beralih pada pria yang berdiri di samping wanita paruh baya di depanku. Dia hanya diam membisu. Bahkan, tak berani untuk sekedar menatap diriku. Senyum sinis kutunjukkan padanya.
"Sudah, 'kan berkenalannya? Gue masih ada urusan," pamitku.
Aku segera berlalu dari hadapan mereka muak rasanya melihat mereka. Fia, mulai hari ini, aku akan menjauh darimu. Aku tidak ingin, kau menjadi sasaran balas dendamku juga.
Sayangnya, kesialan kembali menimpaku. Aku yang memang bertujuan menemui klien di sini, harus bertemu dengan pria yang kutemui di club'.
"Bapak Andra Gunardi?" tanyaku.
"Kamu, dari asuransi jiwa xx?"
"Iya, betul," jawabku datar.
"Silakan duduk," ucapnya.
Aku mengerjap cepat mendengar ucapannya. Apakah dia melupakan kejadian saat di club'? Ah, sudahlah. Ayo, fokus Liana. Bukan waktunya mengingat hal sepele seperti itu.
Kami pun mulai membicarakan tentang kerjasama antara perusahaannya, dengan perusahaanku. Dalam waktu lima belas menit, aku sudah menyelesaikan presentasiku.
"Oke. Saya mengerti. Untuk saat ini, mari kita isi perut dulu. Sudah waktunya makan siang."
Kulihat jam mungil yang melingkar di pergelangan tangan. Dia benar, ini sudah masuk jam makan siang. Pada akhirnya, kami memesan makan siang lebih dulu.
"Kau punya sisi feminim juga, rupanya."
Pandanganku terangkat. Menatap pria yang duduk di hadapanku. Ia terlihat santai sambil menikmati jus di gelasnya. Apakah dia sedang mengungkit masalah di club' kemarin? Aku pun memilih bungkam.
Hampir satu jam kemudian, kami melanjutkan pembicaraan kerjasama. Selama makan siang tadi, baik aku mau pun pria ini, tak banyak bicara.
"Kalau begitu, siapkan saja surat-surat yang harus ditanda tangani. Kalau bisa, tolong antarkan Ke kantor."
"Baik, Pak."
Karena ini masalah pekerjaan, aku tetap harus bersikap profesional. Tidak mungkin mencampur adukkannya dengan kehidupan pribadi.
"Kalau begitu, saya duluan, ya. Masih ada urusan," pamitnya.
"Silakan."
"Ah, aku lupa. Tolong simpan nomormu di sini," pintanya.
Aku tertegun sesaat. Apa dia sedang modus? Untuk apa dia minta nomor ponselku?
"Jangan salah paham. Ini semua untuk mempermudah komunikasi pekerjaan saja," ucapnya meyakinkan.
Karena dia bilang ini untuk kepentingan pekerjaan, tidak ada salahnya aku berikan. Kuambil ponsel miliknya. Kemudian mengetikkan 11 angka . Aku pun mengembalikan ponsel miliknya.
"Oke. Terima kasih," ucapnya seraya tersenyum.
Aku menatap punggung pria itu hingga menghilang. Kemudian, turut beranjak. Aku akan kembali ke kantor dan membuat laporan.
Baru saja aku akan melangkah pergi, seorang pria paruh baya menghampiri. Kuangkat pandangan dan melihat sosok yang menghalangi langkahku.
"Ada perlu apa, Anda, ke sini?"
"Bagaimana kabar mamamu?"
Tatapanku menajam saat mendapati pertanyaan itu. "Untuk apa kau bertanya?"
Padanya, aku tak bisa berucap manis. Lagipula, rasa hormatku mati sudah padanya. Bagiku, pria seperti ini lebih cocok untuk dibuang. Terlebih, dibuang dari hati kami.
"Bagaimana pun, kalian masih tanggung jawab papa," ucapnya.
Ingin sekali aku tertawa mendengar ucapannya. "Saya rasa, Anda, tidak berhak bertanya tentang masalah ibu saya. Untuk tanggung jawab, sepertinya tidak perlu. Silakan urus istri mudamu saja!"
Aku pun memilih berlalu dari sana. Terlalu muak dengan sandiwara yang dimainkannya. Tanggung jawab dia bilang? Hah, bodoh.
***
Sambil menunggu Up, baca juga karya dari teman literasiku. sampai jumpa
Miriam adalah putri duyung berambut merah yang pekerjaan sehari-harinya membantu seorang dukun untuk menolong langganannya. Setelah menolong, mereka akan jadi budak siluman.
Sampai suatu hari, Miriam tak sengaja menolong manusia yang tenggelam karena percobaan pembunuhan. Alih-alih mengoda pria itu, Miriam jatuh cinta padanya hingga berniat jadi manusia. Hades putra duyung yang menyukainya, tak rela karena dengan itu Miriam harus menjual jiwanya pada Penyihir siluman ular laut yang licik dengan perjanjian 30 hari harus bisa membuat pria itu jatuh cinta atau jiwanya akan jadi milik Penyihir siluman ular laut itu. Sanggupkah Miriam memenuhi tantangan itu?
Hades pun berjuang untuk menyelamatkannya.
Akankah Miriam mendapatkan cinta Max, si bule tampan dan kaya itu atau menerima cinta Hades yang mencintainya apa adanya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments