Kota Jakarta seperti tak pernah tertidur. Gemerlapnya malam, seakan menambah kemeriahan kota ini. Sudah lama rasanya aku tak menginjakkan kaki ke tempat ini. Tempat di mana banyak orang melepas penat.
"Woy, kemana aja, lo? Jarang kelihatan sekarang," sapa seorang temanku. Dia adalah Bianca, pemilik club' malam ini. Teman-temanku menjulukinya sebagai Mak comblang.
"Biasa, sibuk kerja!" jawabku acuh, seraya mendaratkan bokongku di kursi depan meja bar.
"Lain, kalo yang jadi manajer, mah. Masih sendirian?"
"Seperti yang lo lihat."
"Gue punya teman yang sendirian juga, noh. Ganteng, pengusaha muda, pokoknya, tipe lo bangetlah."
Aku hanya tertawa mendengar penuturan salah satu teman sekolahku dulu. Sesuai dengan julukan yang didapat. Tak pernah lelah menjadi Mak comblang. Selalu saja menjodohkanku dengan pria mapan. Sayangnya, tidak satupun dari mereka, yang bisa menarik perhatianku.
"Liana."
Panggilan itu mengalihkan perhatianku dari Bianca. Kulambaikan tangan pada Fia, sahabatku. Membuatnya menghampiri kami ke meja bar.
"Always. Di mana ada Liana, di situ ada Fia. Jangan bilang, kalian pasangan lesbi," tuduhnya tak beralasan.
"Sialan, Lo! Kita masih normal kali," sanggahku.
Bianca terbahak mendengar umpatanku. Dari belakangnya, datang seorang pria tampan. Aku sempat terpaku, melihat pria itu. Bahkan, saat mendengar suara bariton miliknya. Terdengar ... seksi.
"Bi, gue balik, ya."
"Lo, kok, buru-buru banget, Ndra?"
"Biasa, besok ada meeting penting. Lain kali, gue main lagi deh."
"Oh, iya. Kenalin, mereka teman-teman gue."
Pria itu mengulurkan tangannya. Aku menyambutnya dengan santai.
"Liana," ucapku.
"Andra." Pria itu menyebutkan namanya. Kemudian, mengalihkan pada Fia dan berkenalan.
Pria bernama Andra itu pun, melanjutkan obrolan dengan Bianca. Kualihkan pandangan pada lantai dansa. Sepertinya, aku butuh berolahraga di sana.
"Lantai dansa?" tanyaku pada Fia.
Aku mengerutkan dahi, saat dia tak menanggapi ucapanku. Ternyata, sahabatku ini tengah menatap kagum pria yang berbicara dengan Bianca. Mungkin, dia jatuh hati pada pria itu. Kubiarkan ia menatap pria itu sepuasnya.
"Mau kemana, Li?"
Itu adalah suara Bianca. "Lantai dansa," jawabku dengan berteriak.
Kugoyangkan tubuh ini seirama dengan dentuman musik, begitu mencapai lantai dansa. Menikmati alunan lagu yang dimainkan. Namun, sesuatu terasa mengusik. Ada tangan yang sedang menyentuh pinggangku erat.
Mataku terbuka dan melihat seorang pria mesum setengah mabuk memegang pinggangku. Rupanya, pria ini sedang mencari masalah denganku. Tanpa rasa takut, kupelintir tangan pria itu. Membuatnya mengaduh kesakitan.
"Jaga tanganmu baik-baik, Bung!"
Aku berlalu meninggalkan pria itu di sana. "Argh," pekikku saat merasakan seseorang mendorong.
"Kau pikir kau wanita baik-baik? Hey, dengar! Tidak ada wanita baik-baik yang masuk ke dalam club' malam seperti ini!"
Sebelah alisku terangkat mendengar pernyataan pria itu. "Setidaknya, aku tidak berniat menjual diriku!" desisku.
Pria itu terbahak. Entah bagian mana dari ucapanku yang terdengar lucu, sampai-sampai membuatnya tertawa. Pria itu mulai mendekat ke arahku. Tepat saat tangannya akan meraih rambutku, seseorang menarik kerah bajunya dari belakang. Pria itu terlihat tidak terima, hingga terjadilah perkelahian di antara mereka. Aku memicingkan mata, melihat orang yang menolongku.
"An ... dra,"ucapku tidak yakin.
Salahkah penglihatan ku? Untuk apa dia menolongku? Apa dia punya maksud tertentu? Entahlah, pikiranku selalu buruk pada setiap laki-laki.
"Lo, gak apa-apa?" tanya Bianca dan Fia bersamaan.
Aku tak berniat menjawab pertanyaan mereka. Pikiranku masih mempertanyakan tujuan pria itu memberi pertolongan.
"Kamu ... gak apa-apa, 'kan?" tanyanya.
Pria bernama Andra itu sudah menghampiri kami. Aku mendengus kasar mendengar pertanyaan yang ia layangkan.
"Apa tujuan lo nolong gue?" tanyaku tanpa basa-basi.
Aku bisa melihat kerutan di dahinya. Mungkin, dia terkejut mendengar pertanyaan yang kuajukan. Dengan berani, kutatap kedua matanya dalam.
"Apa kau selalu mencurigai semua orang seperti ini?"
"Ya." Aku menjawab singkat.
Ia membuang pandangan dariku. Terserah, toh aku tidak ingin dia menganggapku lemah. Aku bisa melindungi diri sendiri.
"Aku hanya berniat membantu. Sedikit pun tidak terlintas dalam benakku untuk meminta imbalan. Dalam bentuk apa pun!"
Pria itu berbalik dan menatap Bianca. Mungkin, dia ingin berpamitan. Moodku terlanjur hancur karena kejadian tadi. Tanpa berpamitan, aku meninggalkan club'.
Pertemuan ini, adalah awal perkenalan kami. Namun, aku berharap, menjadi akhir pertemuan kami.
***
Hoho, maaf ya guys, kemarin gak spst up🙏
visual Liana dan Andra
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
oyen
ok thor dan lanjut
2022-11-22
1