“Kamu!” kata si pemilik mobil.
“Kakak kenal aku?” tanya Zarina.
“Satu sekolahan ini pun udah kenal kamu Miss Bread.” (Miss Bread adalah panggilan yang didapatkan Zarina ketika menyuapi ketos roti saat MPLS).
Ini ... kenapa gue harus ngejelasin hal yang gak penting itu, _batin pemilik mobil.
“Oke Miss Bread, jawab pertanyaan saya. Siapa yang bawa mobil ini?” tanya pemilik mobil sambil menunjuk mobil Hana.
“Aku yang bawa kak. Aku minta maaf karena sudah menabrak mobil kakak. Aku benar-benar tidak sengaja,” ucap Zarina sambil menundukkan kepalanya.
“Karena kamu yang bawa, maka kamu yang harus bayar tagihan bengkel mobil saya. Bagian belakang mobil saya bukan hanya lecet tapi rusak parah,” kata si pemilik mobil.
Orang ini minta aku bayar tagihan bengkel, memangnya mobil dia gak ada asuransinya gitu? _Zarina membatin.
“Baik kak. Aku akan ganti semua biaya perbaikan mobilnya.” Zarina menyetujui dengan cepat.
“Oke ... besok saya akan kirim tagihannya ke kamu. Jangan coba-coba untuk kabur,” kata pemilik mobil dengan tatapan cutter pennya (tajam).
“Tenang aja, kak. Aku gak akan kabur karna aku bukan buronan.”
“Bisa aja kan ... kamu nanti tiba-tiba hilang?” kata pemilik mobil yang tak mau kalah.
“Kakak pikir aku hantu yang tiba-tiba bisa hilang.”
“Ya– kan gak ada yang tahu, kalau ternyata kamu siluman hantu.”
“Hish ... memangnya ada siluman hantu secantik aku?”
“Cih ... dasar narsis,” umpat si pemilik mobil sambil berjalan meninggalkan Zarina.
“Kak, aku masih bisa denger loh,” pekik Zarina saat dirinya dibilang narsis.
Si pemilik mobil itu tidak memperdulikan dan hanya melenggang pergi.
“Hey kak. Namanya siapa?” Zarina bertanya dengan suara yang agak kencang agar pemilik mobil itu bisa mendengarnya.
“Aprian Mahendra.”
Mahendra? Jangan-jangan dia anak pemilik Mahendra IHS ini? _batin Zarina.
Setelah Aprian sudah jauh. Zarina mengetuk jendela mobil dan meminta Hana untuk turun.
“Kamu gapapa, Zar? Orang itu gak marahin kamu kan?” tanya Hana.
“Dia gak marahin aku, dia bilang aku harus ganti bengkel mobilnya,” jawab Zarina.
“Huuh ... syukur deh dia cuma minta ganti biaya bengkel aja.”
“Cuma? Han ... coba deh kamu liat kerusakan mobil dia lumayan parah, pasti mahal banget biayanya.” Zarina menunjuk mobil milik Aprian.
“Zarina Qarira. Calm down okay, aku bisa kok ganti biaya mobil itu. Yaa tapi ... paling 1 minggu ke depan kamu yang bayarin jajan aku,” kata Hana sambil menyenggol bahu Zarina.
“Oh Tuhan. Cobaan hari pertama macam apa ini?” lirih Zarina sambil tertunduk lesu.
“Zarina Qarira, di dunia ini tuh banyak cobaan jadi kita harus cobain satu-satu,” kata Hana sambil menepuk pundak Zarina.
“Huft–” Zarina tidak bisa menahan tawanya ketika mendengar kata-kata bijak keluar dari mulut Hana yang justru berubah menjadi sangat aneh. Dua sahabat ini memang sering berdebat namun akhirnya mereka berdua tetap tertawa bersama.
“Udah yuk masuk,” ajak Zarina.
“Oh iya ini hari Senin. Kita upacara, Zar.”
“Yauda ayo lari, jangan diem aja.” Zarina langsung menarik tangan Hana sampai masuk ke lapangan.
Untunglah mereka tidak terlambat dan upacara bendera hari Senin pun dimulai. Setelah upacara bendera selesai dilaksanakan, kini saatnya Zarina dan Hana mencari letak kelas mereka.
“Kelas kita dimana Zar?” tanya Hana yang mulai kebingungan karena sekolah ini benar-benar sangat luas.
“Miss Bread.” Panggil seseorang dari samping kiri Zarina. Zarina pun menoleh ke kiri untuk mencari tahu siapa yang memanggil julukan barunya.
Seorang anak laki-laki yang tinggi dengan kulit sawo matang berjalan mendekat ke arah Zarina dan Hana.
“Hai,” sapa orang itu sambil melambaikan tangannya.
“Eoh– hai,” jawab Hana.
“Miss Bread?” Orang itu menunjuk ke arah Zarina.
“Aku Zarina,” respon Zarina dengan wajah datarnya
“Oh iya ... Zarina maaf aku lupa. Kenalin aku Diki Zulfian.” Diki mengulurkan tangan kanannya kepada Zarina dan Hana bergantian sebagai tanda perkenalan.
“Aku Zarina Qarira.”
“Aku Hana Zahrana.”
“By the way kalian kelas apa?” tanya Diki.
Sebenarnya aku udah tahu. Tapi gapapa lah buat basa-basi, _batin Diki.
“X IPA F,” jawab Zarina dan Hana bersamaan.
“Berarti kita satu kelas,” kata Diki.
“Kamu tahu kelasnya dimana?” tanya Zarina.
“Di sana.” Diki menunjuk bangunan yang berada di lantai 2.
Setelah mengetahui letak kelasnya, Zarina dan Hana saling pandang lalu secara bersamaan mereka menghembuskan napas kasar. Sontak hal tersebut membuat Diki kebingungan karena mereka berdua terlihat kompak padahal tidak berbicara sama sekali setelah dia memberitahukan dimana kelasnya.
“Yabai (yabai \= hebat, bahasa gaul Jepang). Kalian bisa bicara lewat telepati,” puji Diki sambil tepuk tangan.
Zarina, Hana dan Diki mereka bertiga jalan bersamaan menuju kelas yang berada di lantai 2 itu. Sebenarnya Zarina dan Hana termasuk kedalam kategori manusia yang malas untuk turun naik tangga makanya mereka langsung menghembuskan napas kasar dan mereka pun mau tidak mau tetap harus naik ke atas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments