"Val me niet lastig (Jangan ganggu aku)!"
Teriakan itu membuat Bunga yang hendak masuk ke dalam kelasnya, menghentikan langkah. Ia mengenal suara itu. Bahkan sangat mengenalnya.
Ia melongok ke samping bangunan. Ada dua anak lelaki, dua-duanya berkulit putih, memakai seragam ESL; kemeja dan celana pendek berwarna coklat muda.
Kedua anak lelaki itu sedang menyudutkan Jacob ke dinding. Mengintimidasinya dengan gerakan tangan yang kasar. Jacob berusaha untuk mempertahankan diri. Tetapi, sepertinya ia tetap saja terdesak.
"Hei!" seru Bunga. "Hou op (hentikan)!" Ia berjalan mendekati ketiganya. Lalu, memosisikan dirinya di antara Jacob dan dua anak lelaki itu.
"Inlander (Dasar pribumi)!" maki salah seorang dari mereka, yang berambut coklat ikal. "Tidak usah ikut campur!"
"Jangan ganggu temanku!" hardik Bunga memberanikan diri. Ia ingin melindungi Jacob. Ia benci perundungan seperti ini.
"Bunga, minggir!" perintah Jacob dari balik punggung Bunga.
Kedua anak lelaki itu tertawa terbahak-bahak. "Pecundang berteman dengan anjing pribumi. Cuih!" Anak lelaki bermata hijau meludah tepat di depan kaki Bunga.
Darah Bunga seketika mendidih. Ia tidak suka kata-kata itu. Ia tidak suka disamakan dengan anjing. Baginya, itu adalah penghinaan yang tidak bisa dimaafkan.
Bugh
Bugh
Kepalan tangan Bunga mendarat di perut kedua anak lelaki itu tanpa aba-aba. Ini bukan lagi soal membela Jacob, tetapi, ini tentang harga dirinya yang sudah diinjak-injak. Bunga menghajar keduanya habis-habisan. Entah ia mendapat kekuatan dari mana, yang jelas, kedua anak lelaki itu kini terkapar dengan wajah berlumuran darah.
"Bunga, hou op (hentikan)!" Jacob meraih tangan Bunga, saat gadis itu hendak melanjutkan menghajar keduanya.
Jacob menyeret Bunga berlari meninggalkan tempat itu. Keduanya menuju keluar sekolah. Dan terus berlari hingga sampai di tepi sungai yang berada jauh dari belakang gedung sekolah.
Keduanya membungkuk menumpu tangan di lutut. Napas mereka tersengal.
"Kamu gila," ujar Jacob seraya mencari tempat duduk. Ia lalu naik ke sebuah batu besar dengan permukaan cukup datar, lalu duduk di atasnya.
Bunga terkekeh. Ia duduk di samping Jacob, dengan napas yang mulai teratur. "Aku puas."
"Mereka berdarah." Wajah Jacob tampak cemas. Sepertinya masalah ini tidak akan berakhir sampai di sini.
"Mereka pantas mendapatkannya," sahut Bunga tanpa rasa sesal sedikitpun.
"Kamu akan dicari polisi."
"Oh, ya?"
Jacob tergelak. "Aku bercanda."
Bunga memukul bahu Jacob sebal. Kemudian gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling sungai berair jernih yang banyak terdapat bebatuan besar. Di sebelah kiri nun jauh di sana, terlihat gedung sekolah mereka.
"Kenapa mereka mengganggumu, Jacob?" tanya Bunga.
"Karena ... aku pendiam, tidak mau bergaul dengan mereka, dan lebih senang berteman denganmu dari pada dengan teman sebangsaku sendiri."
"Karena itu mereka mengganggumu?" Bunga membulatkan kedua bola matanya.
Jacob mengangguk, lalu mengedikkan bahu. "Sepertinya begitu."
Wajah Bunga cemberut. Tangannya ia kibas-kibaskan untuk mengurangi rasa nyeri akibat ia memukuli keras kedua anak lelaki yang mengganggu Jacob.
"Aku tidak suka mereka memanggilku anjing pribumi," ucap Bunga geram.
"Aku juga tidak suka. Aku juga ingin menghajar mereka. Tetapi, sepertinya sudah cukup kamu saja. Kalau aku ikut menghajar mereka, mereka bisa mati."
"Biar saja mereka mati."
"Wah, kamu kejam, ya."
"Mereka lebih kejam," sahut Bunga cepat. Matanya lalu menerawang jauh ke depan. "Bangsamu kejam."
"Tapi, aku tidak," bela Jacob, membuat Bunga menoleh ke arahnya.
Bunga teringat ucapan ibunya, meskipun ia dan Jacob bersahabat, semua akan berubah saat mereka dewasa nanti. Mungkin saja mereka akan menempuh jalan yang berbeda.
"Jacob ...."
"Ja?"
Bunga menarik napasnya dalam-dalam. "Apa kita akan selalu bersahabat sampai kita dewasa nanti?"
"Natuurlijk. Waarom (Tentu saja. Kenapa)"
"Aku tidak tahu. Aku hanya ingin menanyakannya saja dan mendengar jawabanmu." Bunga mengambil kerikil di sampingnya, lalu melemparnya ke sungai.
Bunga percaya dengan ucapan Jacob, tetapi, mungkin keadaanlah yang akan menjadi jurang pemisah di antara mereka suatu hari innKalau kamu dewasa nanti, kamu ingin jadi apa?" tanya Bunga.
"Ayahku ingin aku masuk tentara."
"Owh, begitu."
"Bagaimana denganmu?"
Bunga terdiam sejenak. Ia menatap langit Semarang yang cerah siang itu. Kemudian ia menoleh pada Jacob yang sedang menunggu jawabannya.
"Aku ingin mengusir orang-orang yang mengatai pribumi sama dengan anjing."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Ai Emy Ningrum
bukn berarti mengusir Jacob dr hatimu ya Bunga...😔
2023-02-15
1
𝕭𝖚𝖊 𝕭𝖎𝖒𝖆 💱
nah kan ,dari sini awal perbedaan keinginan ,tapi hati bertaut siapa yg tau ,selain othor 🤭🤭🤭🤭
2022-12-08
0
𝕭𝖚𝖊 𝕭𝖎𝖒𝖆 💱
waduuuuuhhh ,dpt kekuatan dr mana kamu Bunga
2022-12-08
0