Pagi-pagi sekali, Melati sudah siap dengan bajunya yang rapi, dan gaya rambutnya yang baru. Ia sudah sangat bersemangat, karena rencananya ia ingin mencari-cari pekerjaan yang cocok untuk mengisi waktu luangnya.
Sudah satu minggu berlalu sejak kejadian bertemu dengan Martin dan juga Ria. Saat ini, Melati sudah resmi menyandang status janda. Ia sudah tidak memiliki ikatan pernikahan lagi dengan Martin.
Melati terdiam sejenak, ketika ia mengingat kejadian di pengadilan kemarin.
Martin seperti tidak memiliki beban, dan sangat senang bisa bercerai dengan Melati. Sementara itu, Melati sangat sedih, sehingga membuat orang tuanya marah melihat Martin yang datang bersama dengan Ria itu.
Bapak sempat ingin memukul Martin, tetapi Melati menahannya karena tidak ingin ada keributan di dalam ruangan pengadilan.
Saat-saat seperti itu yang masih diingat Melati. Ia menghela napasnya dengan panjang, karena ia juga tidak menyangka bisa melewati semuanya dengan begitu baik.
'Mungkin karena hati aku udah cukup terluka, jadi aku agak sedikit rela ketika hakim mengetuk palu perceraian antara aku sama Mas Martin,' batin Melati, yang terkadang masih memikirkan Martin di sela-sela kesendiriannya.
"Mel, Ibu udah selesai masak nih ...."
Nada bicara Ibu kian menurun, ketika melihat Melati yang terlihat diam sendu di depan pintu kamarnya. Ibu menghela napasnya, dan menghampiri Melati yang ada di hadapannya.
"Kamu kenapa diam berdiri di depan pintu, Mel? Apa yang kamu pikirin?" tanya Ibu, yang sudah mengetahui perasaan anaknya yang terlihat sedang sedih.
"Engga, Bu. Tadi Melati lagi mikir, apa yang kurang yang harus dibawa untuk interview hari ini," jawab Melati, yang tentu saja sedikit berbohong kepada ibunya, untuk menutupi luka di hatinya.
Tentu saja, seluruh Ibu di dunia ini pasti memiliki ikatan perasaan dengan anaknya. Hal itu yang membuat Ibu tidak percaya, dengan jawaban yang Melati berikan itu.
'Dia pasti lagi sedih, karena masalah kemarin di ruang pengadilan,' batin Ibu yang menebak dengan benar, apa yang putrinya rasakan.
Ibu tersadar dari lamunannya, "Ya udah, kamu udah siap, 'kan? Sarapan dulu, baru jalan, ya?" rayu Ibu, Melati pun mengangguk kecil sembari tersenyum di hadapan Ibu.
"Ibu masak apa?" tanya Melati sembari berjalan mengikuti Ibu ke arah dapur.
"Ibu masak sayur sup, sama telur ceplok setengah matang kesukaan kamu," jawab Ibu, yang lalu duduk di kursi ruang makan yang menyatu dengan dapur.
Melati mengikutinya, dan duduk di sebelah Ibu. Ia tersenyum-senyum, karena Ibu memasakkan makanan kesukaannya.
"Wah ... Ibu memang tau selera aku," ledek Melati, Ibu menyunggingkan senyumnya merasa sangat senang ketika melihat Melati yang sedikit sudah menerima keadaannya.
'Bagus, teruslah tersenyum seperti ini, anakku,' batin Ibu, yang sangat bahagia hanya dengan melihat Melati tersenyum layaknya tak ada masalah yang terjadi padanya.
"Ibu ambilin, ya?" ujarnya, Melati segera mengambil piringnya sendiri.
"Gak usah, Bu. Melati bisa ambil sendiri, kok," tolak Melati, yang tidak pernah bisa mengambil dengan benar telur ceplok setengah matang yang ia sukai.
Setiap dirinya mengambil telur ceplok setengah matang tersebut, ia selalu membuat kuning telurnya pecah. Hal itu yang masih menjadi misteri sampai saat ini.
"Nanti kuning telurnya pecah," ledek Ibu, belum selesai Ibu meledeknya, Melati ternyata sudah mendelik kaget karena ia sudah memecahkan kuning telur yang hendak ia ambil ke piring makannya.
Ibu tertawa melihat ekspresi wajah Melati, yang sangat terkejut dengan mulut yang menganga.
"Tuh kan ... baru juga Ibu bilang, ternyata udah pecah duluan," ledek Ibu, membuat Melati seketika mengubah raut wajahnya menjadi sedih.
"Yah ... Ibu ... gak enak kalau kuningnya pecah begini," gumam Melati dengan nada yang manja, Ibu masih saja menertawakan Melati.
"Mau Ibu buatin lagi?" tanya Ibu, Melati menjadi sangat bete mendengarnya.
"Gak akan sempat, Bu. Melati buru-buru mau interview jam 8 pagi ini," ujar Melati, dengan terselip nada penolakan.
Ibunya tersenyum, karena ia tahu kejadiannya akan seperti ini, ia memiliki antisipasi untuk hal ini.
"Nih ... Bapak udah bikinin telur ceplok setengah matang yang baru. Melati pasti suka!" ujar Bapak, yang tiba-tiba saja datang dari arah pojok dapur.
Melati tersenyum melihat Bapak yang membawakan telur ceplok setengah matang yang baru itu.
"Wah ... kok Bapak tau, sih?" tanya Melati sampai terheran-heran dengan keadaan.
Bapak memandangnya dengan pandangan bangga, "Yah Bapak 'kan udah pernah bilang, kalau Bapak pernah belajar sulap sama Pak Tarno selama satu setengah--"
"Jam," pangkas Melati dan Ibu secara serempak, membuat Bapak agak malu jadinya.
"Gak usah diperjelas juga kali," ujar Bapak, yang malu dengan keadaan.
Melati dan Ibu tertawa, karena Bapak yang sangat bisa mencairkan suasana.
Hal itu yang membuat Melati jadi sedih, karena harapannya yang ingin mendapatkan lelaki seperti Bapaknya.
***
Setelah selesai bersiap-siap, Melati memantapkan langkahnya untuk menuju ke sebuah perusahaan yang memintanya untuk melakukan interview.
Dandanannya sangat jauh berbeda, dengan yang selama ini terlihat dari Melati. Biasanya Melati memakai dress seperti daster setiap harinya, saat ini ia memakai kemeja putih beserta rok hitam dengan tinggi selutut. Melati juga memakai high heels, demi menunjang penampilannya.
Gaya rambut barunya yang ia tata sebelumnya, sudah sangat terlihat bagus dan berbeda dari biasanya, yang hanya diikat dengan pengikat rambut. Rambut panjang sebahu, dengan ia buat bergelombang, sangat menunjang penampilannya saat ini.
Melati juga memakai polesan make up, yang sangat natural, semakin menambah kesan beda dari biasanya yang sama sekali tidak memakai riasan apa pun pada wajahnya.
Hal itu yang membuat Martin bosan, dan memilih untuk mencari wanita yang lain, yang lebih mementingkan penampilannya.
Melati turun dari angkutan umum, yang dia tumpangi. Walaupun ia menggunakan rok hitam selutut, ia juga menutupinya dengan jaket ketika duduk di angkutan umum. Kebetulan, di dalam angkutan umum itu hanya ada dirinya dan juga seorang Ibu yang duduk agak jauh dari tempatnya duduk.
Setelah menuruni angkutan umum itu, Melati berjalan menyebrangi zebra cross. Ia menyadari kancing kemejanya yang sepertinya tidak benar, sehingga ia berjalan sembari membenarkan kancing kemeja putihnya itu.
Dari arah sebelah kanan, sebuah mobil melaju dengan kecepatan sedang. Di dalamnya terdapat seorang lelaki, yang sedang membenarkan kabel headphone yang kusut.
"Sebentar, saya pakai headphone dulu biar ngobrolnya enak," ujar lelaki tersebut, yang sedang berbicara dengan temannya melalui telepon genggam miliknya, sembari membenarkan headphone miliknya.
Mereka sama-sama berjalan, dengan fokus yang terbagi dengan hal yang sedang mereka kerjakan.
Lampu untuk orang berjalan tiba-tiba berubah menjadi merah. Itu tandanya, Melati harus berhenti sebelum menyebrangi zebra cross itu.
Namun, Melati tidak melihat rambu tersebut, dan malah berjalan sambil tetap membenarkan kemejanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
👊🅼🅳💫
makanya jgn Meleng neng🙄
yg bawa mobil sibuk TLP,yg nyebrang auu, 🙄
2022-12-25
0
👊🅼🅳💫
g ad pisual lagi nih😭😭😭 pasti melati semlohayyy
2022-12-25
1
👊🅼🅳💫
jadi inget ank big bos,SK mnt telur ceplok setengah matang bilang " Telur ece kepret " 🤣🤣🤣🤣
2022-12-25
0