Melati meremas rambutnya kembali, saking sakitnya kepalanya saat ini. Perkataan yang keluar dari mulut kedua orang tuanya, semakin membuat kepalanya terasa sangat sakit.
Ia dipaksa oleh keadaan, untuk menerima semua yang sudah digariskan Tuhan untuknya.
"Udah, Mel. Pokoknya kamu jangan takut kehilangan lelaki seperti itu! Bapak malah sangat setuju kamu cerai sama dia. Kamu harus bisa buktiin, kalau kamu bisa lebih hebat dari dia! Biarpun kamu begini juga, kamu udah punya ijazah S1. Kamu bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari dia!" ujar Bapak, yang berusaha memberikan semangat kepada putrinya.
Kasih sayang orang tua, sepanjang masa. Kata-kata itu yang cocok menggambarkan sifat dan sikap Ibu dan Bapak Melati.
"Iya, Mel! Kamu mau dibantu cari kerja gak sama Bapak? Siapa tau Pak Bram masih punya lowongan kerja untuk kamu!" ujar Ibu, yang setuju dengan apa yang Bapak ucapkan.
Melati terdiam sesaat, 'Kalau Bapak minta tolong Pak Bram lagi, nanti yang ada malah aku satu lingkungan kantor sama Mas Martin dan juga wanita itu. Aku gak mau hidup dalam bayang-bayang mereka lagi. Sudah cukup sekarang, gak lagi-lagi,' batin Melati yang enggan satu ruang lingkup kembali dengan orang yang sudah menyakitinya.
"Gimana, Mel? Kamu mau Bapak temuin Pak Bram, buat minta kerjaan untuk kamu? Buat ngisi kekosongan waktu kamu. Siapa tahu kamu bisa jadi lebih hebat daripada si Martin Martin itu!" ucap Bapak, Melati kembali mengusap rambutnya yang masih basah.
"Gak usah, Pak. Melati bisa cari pekerjaan sendiri. Lagipula, Melati gak mau satu tempat kerja sama Mas Martin. Yang ada nanti Melati gak akan bisa lupain Mas Martin dengan cepat. Apalagi ... di kantor itu juga ada pacarnya Mas Martin, makin gak nyaman Melati jadinya," tolak Melati, sontak membuat orang tuanya mendelik kaget mendengarnya.
"Apa?! Dia punya pacar, Mel?!" pekik Ibu, yang sampai tak percaya dengan apa yang Melati katakan.
Sepertinya Melati salah berbicara. Yang awalnya tidak ingin memberi tahu kedua orang tuanya, tentang permasalahan ini, jadi mereka sudah tahu sekarang tentang Martin yang menceraikannya karena ada wanita lain di belakangnya.
"Ya ampun Martin kutu kupret! Ibu sumpahin dia gak akan pernah bahagia sama wanita itu! Ternyata mau cerai sama kamu, karena ada wanita lain? Dasar buaya darat!" ujar Ibu dengan geram, yang semakin menambah kekesalan hati kedua orang tuanya saja.
Bapak menyunggingkan senyumannya, "Percuma kalau sampai dia nikah lagi, Bu. Dia kan mandul, gak akan bisa punya keturunan. Rumah tangga tanpa anak, gak akan bertahan lama! Bapak yakin seratus persen!" ucap Bapak yang seperti mengutuk kehidupan Martin.
Orang tua mana yang tidak kesal, mengetahui jika anaknya akan diceraikan karena ada wanita lain. Pasti semua orang tua akan kesal dengan keadaan tersebut.
Kedua orang tua Melati saja, sampai mengutuk keras kehidupan Martin dan juga wanita yang tidak mereka kenal itu.
Melati menghela napasnya dengan panjang, "Ibu, Bapak, Melati lagi sedih sekarang. Jangan malah ngomong macem-macem ya. Nanti soal Mas Martin, tolong jangan dibicarain lagi, ya? Melati mau menata ulang perasaan Melati dulu. Kalau semakin dibicarain, semakin Melati gak bisa ngelupain kejadian ini. Udah 5 tahun Melati berumah tangga sama Mas Martin. Walaupun dia nyakitin perasaan Melati, gak semudah itu ngelupain dia yang udah pernah mengisi hari-hari Melati selama 5 tahun terakhir. Melati harap, Ibu dan Bapak bisa ngerti apa yang Melati maksud," ujar Melati menjelaskan apa yang ia maksud.
Orang tuanya mendadak diam, saking mengertinya dengan apa yang anaknya bicarakan dan rasakan.
"Iya, Bapak juga gak mau ngomongin dia lagi. Udah, kamu buka lembaran baru, ya? Masih ada Ibu sama Bapak yang nemenin kamu," ucap Bapak, yang sangat mengerti dengan apa yang Melati rasakan.
"Iya, Ibu juga gak mau ngomongin dia lagi. Bagi Ibu, mental health anak Ibu, lebih penting dari segalanya."
Mendengar ucapan mereka itu, membuat Melati sangat tersentuh. Walaupun kehidupan percintaan dan pernikahannya tidak sebaik orang lain, tetapi setidaknya ia memiliki orang tua yang sangat baik dan peduli padanya.
Melati tersenyum di hadapan mereka, "Terima kasih, Ibu Bapak, udah mau ngedukung Melati sampai di titik ini. Melati gak akan ada apa-apanya kalau kalian gak dukung Melati. Masalah pekerjaan, biar Melati yang cari sendiri perusahaan yang cocok untuk Melati."
Ibu dan Bapak tersenyum di hadapan Melati, "Itu sudah tugas orang tua untuk ngedukung anaknya. Tugas anak, cukup ngerjain apa yang dirasa baik."
Melati mengangguk kecil mendengarnya, "Iya, Bu. Makasih ya."
Melati memeluk Ibunya dari samping, sehingga membuat Ibunya membalas pelukannya.
"Anak Ibu kuat! Jangan hanya karena masalah lelaki, kamu jadi hancur. Ibu doain, semoga suatu saat kamu dapat jodoh yang terbaik daripada yang sebelumnya," ujar Ibu, Melati melepaskan pelukannya dari Ibu.
"Melati belum memikirkan soal jodoh, Bu. Rasa sakit ini masih tersisa, jadi ... Melati harus fokus ngebuang rasa sakit ini dulu," ujar Melati yang sangat dimengerti kedua orang tuanya.
"Itu pasti. Pelan-pelan akan hilang seiring berjalannya waktu," ucap Bapak.
"Iya, Pak."
Suasana mencair seketika, dengan mereka yang sudah bisa tersenyum satu sama lain.
"Sini Bapak rapihin rambutnya. Masa anak Bapak yang cantik ini, rambutnya berantakan begitu," ujar Bapak, membuat Ibu dan Melati tertawa kecil mendengarnya.
"Iya, lain kali jangan potong-potong rambut lagi, ah. Ibu gak suka!"
Melati tersenyum mendengarnya, "Iya, Bu. Tadi kan lagi galau ceritanya," ucapnya, yang berusaha meledek Ibu.
"Sekarang masih galau, gak?" singgung Ibu dengan candaan.
"Masih, sedikit ...." Melati menunjukkan jari telunjuk dan jempolnya, membuat Ibu dan Bapaknya tertawa kecil mendengarnya.
"Tenang, ada Bapak pasti lama-lama gak akan galau lagi. Bapak sulap biar kamu bahagia terus pokoknya!" ujar Bapak yang terus mengajak bercanda Melati, sehingga Melati tertawa dan sejenak melupakan permasalahan yang ada.
"Emangnya Bapak bisa sulap?" tanya Ibu meledek.
"Bisa dong ... Bapak kan, pernah ikut les sama Pak Tarno!" ujarnya dengan sangat bangga.
"Berapa tahun, Pak?" tanya Melati memastikan, dengan tawanya yang menghiasi pipinya.
Bapak berpikir sejenak, "Emm ... kira-kira, satu setengah lah," ujarnya dengan sangat meyakinkan.
"Tahun?" tanya Ibu lagi yang tidak percaya dengan yang suaminya katakan.
"Enggak, jam."
Mendengar jawaban Bapak, sontak membuat Ibu tersenyum pahit mendengarnya. Melati hanya bisa tertawa mendengar candaan mereka, yang sangat ceriwis.
Melati memandang mereka yang sedang tertawa bersama, dengan tatapan yang sangat dalam.
'Seandainya aku dapat lelaki seperti Bapak, yang selalu membuat ceria keadaan. Pasti aku sangat beruntung,' batin Melati yang malah menjadi sendu saat ini.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
👊🅼🅳💫
your wishes Will come true,Mel🥰🥰🥰🥰
satu entun blg aamiin🤲🤲🤲🤲
2022-12-25
0
👊🅼🅳💫
yeah right, recovery mental lbh sulit n butuh waktu.ap LG dh terbiasa 5 THN hdp bersama seseorang yg kita cintai meskipun dia g cinta 100% 🤧🤧🤧
2022-12-25
0
👊🅼🅳💫
double kill dr mertua, kutukannya 🤣🤣🤣
2022-12-25
0