Sampai lah mereka di ruang Bimbingan konseling dan ketika Caca melepaskan jaket milik Adi, Adi melihat wajah Caca tercetak jelas bekas cakaran.
Winarti sebagai Guru bimbingan konseling, meminta Caca dan Wuri untuk menghubungi orang tua mereka masing-masing agar segera datang ke sekolah membahas kasus mengenai Caca dan Wuri.
“Hubungi orang tua kalian masing-masing dan mintalah mereka untuk datang ke mari secepat mungkin,” pinta Winarti.
Wuri dengan sikap angkuhnya menolak permintaan Winarti.
“Kenapa aku harus memanggil orang tuaku? Lagipula, yang bersalah di sini itu adalah Caca,” sahut Wuri.
“Bisa kamu jelaskan mengenai wajah Caca?” tanya Adi sambil memperlihatkan wajah Caca yang terdapat bekas cakaran.
“Kok Bapak malah bertanya sama aku?” tanya Wuri yang malah menantang Guru olahraga itu.
“Wuri jangan keterlaluan, cepat tunjukkan kuku jarimu!” perintah Winarti.
Wuri dengan kesal memperlihatkan kuku jemari tangannya yang ternyata panjang. Kuku Caca juga tak luput dari pemeriksaan dan hasilnya kuku Wuri lah yang panjang.
“Wuri dengar tidak apa yang Ibu katakan? Kalau Wuri tidak menghubungi salah satu orang tua mu, Ibu terpaksa memberikan sanksi tegas untukmu,” ujar Winarti.
Kebetulan Wuri mengantongi ponselnya dan saat itu juga meminta Ibunya untuk datang ke sekolah.
“Kamu juga Caca!” perintah Bu Winarti.
Caca menoleh ke arah Adi yang duduk di sampingnya.
“Pak, ponsel Caca di kelas. Caca tidak mau ke kelas,” tutur Caca dan kembali menangis.
Adi memberikan tisu miliknya kepada Caca dan meminta Caca untuk menghapus air matanya.
“Ini tisu, Caca hapus terlebih dahulu air mata Caca dan pakailah ponsel Pak Adi untuk menghubungi orang tua Caca,” tutur Adi.
Caca menghapus air matanya secara perlahan karena bekas cakaran Wuri cukup perih. Setelah itu, Caca menghubungi Papa Rio untuk datang ke sekolah.
“Assalamu'alaikum, Papa di mana? Ke sekolah Caca sekarang,” ucap Caca dengan merengek seperti bayi.
“Wa’alaikumsalam, Ini Caca? Papa lagi meeting. Kamu kenapa menangis?” tanya Papa Rio dari balik telepon.
“Meetingnya bisa Papa tunda, pokoknya Papa ke sini sekarang,” balas Caca dan mengakhiri percakapannya dengan Papa Rio.
Caca mengembalikan kembali ponsel tersebut kepada pemiliknya dan ketika Adi memeriksa nomor telepon tersebut, rupanya Caca telah menuliskan nama “Papa Mertua”
Adi tak berkomentar perihal Caca yang menyimpan nomor Papanya dengan nama tersebut. Lagipula, sangat tidak tepat bagi Adi membahas hal itu.
“Baiklah, sembari menunggu orang tua kalian datang. Kalian berdua duduk di sini dan ceritakan apa yang sebenarnya terjadi!” pinta Winarti.
Wuri dan Caca pun duduk di kursi yang sebelumnya di tunjuk oleh Winarti.
“Siapa dulu yang mau ceritakan?” tanya Guru bimbingan konseling.
Caca mengangkat tangan kanannya terlebih dahulu sebelum Wuri.
“Iya, Caca. Coba ceritakan yang sebenarnya!” pinta Winarti.
Caca dengan perlahan menceritakan awal mula ia bertengkar dengan Wuri. Dari mulai Caca masuk ke kelas sampai Wuri yang menjambak rambutnya terlebih dulu.
Usai menceritakan kejadian tersebut, kini gantian Wuri yang menceritakan alasan mengapa dia melakukan hal itu kepada Caca.
“Aku tidak suka dengan Caca, Bu. Terlebih lagi ketika Caca sok kecantikan dengan Pak Adi dan juga Leo,” terang Wuri.
“Siapa juga yang sok kecantikan? Lagipula aku lebih cantik daripada kamu,” sahut Caca.
“Cantik dari mana? Kamu itu perempuan gatal,” celetuk Wuri.
“Cukup Wuri, tidak sepantasnya kamu berbicara kasarseperti itu kepada Caca,” tegas Pak Adi yang tak terima jika Caca disebut sebagai perempuan gatal oleh Wuri.
“Apa yang Pak Adi katakan benar, Wuri. Sebagai murid itu adalah perkataan kasar dan kalian berdua tidak sepantasnya bertengkar. Terlebih lagi kamu, Wuri. Caca adalah teman sekelas kamu dan sebagai teman sekelas tidak boleh ada pertengkaran,” tutur Winarti.
Caca tiba-tiba saja mengalami kram perut yang membuat perutnya terasa nyeri.
“Maaf, Bu! Bolehkah Caca istirahat di UKS? Perut Caca tiba-tiba saja mengalami kram,” ucap Caca kesakitan.
“Alasan,” celetuk Wuri dengan sinis.
Winarti mengizinkan Caca ke ruang UKS yang letaknya bersebelahan dengan ruang BK.
“Caca berjalan menuju ruang UKS, sementara Adi terus memperhatikan langkah Caca yang nampak lemas.
***
Papa Rio akhirnya datang lebih dulu daripada orang tua Wuri.
“Ada keperluan apa, Pak?” tanya Satpam sekolah.
“Putri saya yang bernama Caca menelpon saya untuk datang ke sekolah,” jawab Papa Rio.
Satpam itu langsung mengantarkan Papa Rio ke ruang BK.
“Assalamu'alaikum, saya Papa dari Caca,” ucap Papa Rio.
“Wa’alaikumsalam, silakan masuk Pak!” Winarti dengan ramah mempersilahkan Papa Rio untuk masuk ke ruang BK.
Adi mengangguk kecil melihat secara langsung Papa dari Caca.
“Caca mana ya Bu?” tanya Papa Rio yang tak melihat putri kesayangannya.
Adi beranjak dari duduknya dan mengantarkan Papa Rio pada Caca.
“Mari Pak, Caca ada di ruang UKS,” sahut Adi.
Papa Rio tersenyum kecil karena mengenali sosok Adi yang sering diceritakan oleh Caca.
“Kamu Guru olahraga? Jadi, nomor tadi itu nomor telepon kamu?” tanya Papa Rio.
Adi mengiyakan dengan tatapan penasaran. Bagaimana bisa Papa Rio tahu bahwa dirinya adalah Guru olahraga. Sebab saat itu Adi tidak mengenakan seragam olahraganya.
“Caca, kamu kenapa?” tanya Papa Rio melihat Caca yang sedang berbaring.
Caca kembali merengek dan menangis di pelukan Papa Rio.
“Papa, Caca tadi bertengkar. Maafkan Caca, itu semua bukan kemauan Caca untuk bertengkar,” tutur Caca menangis di pelukan Papa Rio.
“Caca bertengkar karena apa? Mana yang sakit?” tanya Papa Rio.
Ayah Wuri akhirnya datang dan saat itu juga Ayah dari Wuri mengomeli putrinya.
“Wuri, apa-apaan kamu ini? Ayah sibuk kerja dan kamu malah mencari masalah,” ucap pria paruh baya dengan kepala yang hampir botak.
“Ayah kenapa malah memarahi aku? Yang salah itu Caca, Ayah. Bukannya aku,” balas Wuri yang masih mengangap bahwa semuanya terjadi di sebabkan oleh Caca.
Papa Rio datang menghampiri Wuri dan juga Ayahnya.
Tak disangka, Papa Rio ternyata atasan dari Ayahnya Wuri.
“Pak Rio? Pak Rio orang tua dari Caca?”
“Iya, Bapak tahu saya?” tanya Papa Rio penasaran.
“Saya Joko yang bekerja di perusahaan Bapak sebagai cleaning service,” jawab Ayah Joko.
Wuri terkejut mendengar bahwa ternyata Papa dari Caca adalah seorang bos besar.
Saat itu juga Wuri berlari menghampiri Caca untuk meminta maaf dan berjanji tidak akan pernah melakukan kesalahan yang membuat Caca kesal.
Gadis yang usianya sama dengan Caca tidak ingin Ayahnya kehilangan pekerjaan karena dirinya yang nakal.
Guru BK dan juga Guru olahraga terkejut mengetahui status dari keluarga Caca lestari.
Tak butuh waktu lama, permasalahan akhirnya selesai dan berharap ke depannya hal seperti itu tidak pernah terjadi lagi.
“Caca, aku berjanji tidak akan melakukan hal seperti tadi. Tolong maafkan aku,” ucap Wuri penuh sesal.
Caca memaafkan Wuri, akan tetapi Caca tidak bisa melupakan apa yang sudah Wuri lakukan padanya.
“Pak Adi, boleh Caca izin pulang? Caca mau pulang,” ucap Caca pada Adi.
“Bagaimana Bu Winarti?” tanya Adin kepada Guru BK.
Melihat kondisi Caca yang nampak lemas, Winarti pun mengizinkan Caca untuk beristirahat di rumah. Sementara Wuri kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajarannya yang sempat tertunda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Dyah Oktina
masa wuri bebas gitu aja... hrs nya tetep d kasih hukuman dgn menghadirkan saksi mata... kasihan caca... mana dah babak belur... krn keegoisan wuri
2023-12-14
0
abdan syakura
Good job, Wuri!
Kamu anak yg cpt tanggap!!
😊🤣
2023-02-11
0
emake nabira 🌹
dasar wuri bocil, takut bapaknya di pecat papanya caca baru mau minta maaf 🤪
2022-12-17
1