"Dia papaku," ucap Yusuf membuat Naila mundur beberapa langkah kebelakang. Wanita itu tidak menyangka jika Yusuf adalah putra dari Broto, laki-laki yang pernah ...
"Kalian keterlaluan!!" maki Naila pada keduanya. Dulu kariernya pernah hancur oleh fitnah keji dari pria itu hingga membuatnya harus terusir dari pekerjaannya. Dan kini Mutia pun harus mengalami nasib yang buruk karena ulah dari Yusuf yang tak lain putra dari seorang Broto.
"Kenapa? Apa kau masih mengingatku?" Broto menyunggingkan senyuman. Yusuf melirik sang papa yang terlihat mengenali mantan calon mertuanya itu.
"Papa kenal sama mamanya Mutia?" tanya Yusuf. Kini pandangannya beralih kearah pria paruh baya itu.
"Bukan lagi kenal, Yusuf. Tapi, Papa juga pernah satu kantor dengannya. Dan kau tahu siapa wanita ini .... dia hanya seorang wanita penggoda!" Broto terang-terangan menghina Naila di depan putranya sendiri. Mengingatkan kembali luka wanita itu yang telah lama ia kubur.
Darah Naila menggelegak hebat. Andai saja ia bisa, ingin rasanya Naila menghancurkan wajah pria itu. ********** habis hingga tak tersisa.
"Jangan membual! Kaulah yang memfitnahku, karena aku menolak menjadi selingkuhanmu, kan?" ucap Naila dengan tegas. Wanita itu ingat sekali saat keduanya bekerja di perusahaan yang sama. Mungkin saat itu Broto belum sekaya sekarang, dia hanya manager di bagian keuangan, sedangkan Naila sebagai sekretaris yang baru dua bulan bekerja di tempat itu.
Kejadian bermula saat Broto terus mendekati Naila karena tahu status wanita itu sebagai single parent. Broto meminta Naila untuk bersedia menjadi selingkuhannya dengan iming-iming uang serta fasilitas yang akan dirinya berikan. Namun Naila menolaknya mentah-mentah.
Bukan apa, Naila tidak ingin menjadi perusak rumah tangga orang lain. Lagipula Naila juga tak mungkin tertarik dengan penampilan Broto yang berbadan gempal dan sudah berumur. Hingga pria itu hilang akal dan hendak memperkosa Naila. Tapi, alih-alih mendapat pembelaan dari karyawan kantor serta sang bos, Naila justru di cap sebagai pelakor hanya karena ia masih pegawai baru.
"Omong kosong! Kau pikir aku sudi dengan wanita sepertimu!" balas Broto dengan wajah merah padam. Pria itu mencoba mengelak di depan Yusuf–sang putra. Padahal sejak tadi ia juga takut jika Yusuf sampai terpengaruh dengan ucapan wanita itu.
"Pak, usir dia dari sini aja!" Beberapa kali Broto melirik kearah putranya yang terlihat kebingungan. Hingga ia memutuskan untuk segera mengakhiri pertengkaran ini.
"Dasar pengecut!" maki Naila beberapa kali. Wanita itu akhirnya di usir paksa karena permintaan dari Broto baru saja.
Tertinggal Yusuf yang masih menatap kepergian Naila dengan wajah sendu. Sejujurnya setelah memutuskan hubungan dengan Mutia, ada sedikit bimbang di hati Yusuf. Ia berpikir kenapa bisa sampai setega itu pada Mutia hanya karena permintaan kedua orangtuanya untuk membatalkan acara pernikahannya.
"Pa ..."
"Sudah Yusuf, kamu tak perlu memikirkan ucapan wanita itu." Broto buru-buru melangkah meninggalkan Yusuf yang masih berdiri mematung di depan gerbang.
Naila tak pernah menyangka jika calon besannya adalah Broto, pria yang sangat ia benci. Jika tahu Yusuf adalah putra dari pria itu, mungkin Naila tidak akan pernah memberikan restu untuk keduanya. Malangnya saat acara lamaran kemarin Naila tengah ada pekerjaan di luar kota, hingga ia menyerahkan semua urusannya pada sang ibu yang merupakan nenek dari Mutia.
Kini semua sudah terlanjur. Sakit hati Naila kembali menganga. Naila pikir saat mendatangi kediaman Yusuf tadi ia bisa membujuk agar Yusuf tidak jadi membatalkan acara pernikahannya. Tapi sungguh, semua di luar dugaan.
Naila mendesah berat. Ia jadi tahu kenapa tadi Mutia berusaha keras melarangnya untuk menemui Yusuf. Jadi, ini alasannya? Mutia hanya berusaha melindunginya agar tidak kecewa oleh kata-kata yang keluarganya Yusuf ucapkan.
"Kurang ajar! Mereka pikir aku tidak bisa mendapatkan menantu yang lebih baik dari Yusuf! Lihat saja nanti!"Sepanjang perjalanan menuju rumah Naila terus menggerutu, ia berjanji pada dirinya sendiri jika ia akan berusaha keras mencari calon pendamping yang lebih baik dari laki-laki itu.
Kabar batalnya pernikahan Mutia sudah tersebar luas hingga ke telingan sang ayah. Yudi marah karena merasa di permalukan di depan keluarga barunya. Apalagi ia telah mendengar sendiri jika pernikahan itu gagal sebab permasalahan dari mantan istrinya di masa lalu.
[Aku tidak menyangka jika kau wanita murahan, Naila! Jika bukan karena Ibu, mungkin aku sudah membawa Mutia untuk ikut bersamaku!] maki Yudi dari seberang telepon. Naila hanya mendengus mendengar ucapan mantan suaminya itu. Ia tidak peduli, apalagi memikirkan anggapan orang lain yang menyebutnya sebagai pelakor.
[Aku tidak akan membiarkan itu terjadi, Mas! Lagipula Mutia sudah dewasa, dia lebih bisa memilih dengan siapa harus tinggal!]
[Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa kau tega merusak kebahagiaan putrimu sendiri? Kau tega, Naila! Apa kau sungguh tidak punya hati?]
[Cukup, Mas! Aku tidak pernah punya niat merusak kebahagiaan Mutia. Kejadian itu sudah lama sekali! Dan kau perlu tahu, itu hanya salah paham! Semua itu tidak benar!]
[Harusnya Mutia mendapatkan kebahagiaan, bukan malah penderita seperti ini!] Ungkapan Yudi sontak membakar amarah Naila yang sudah sejam lama ia pendam.
[Kau bilang apa, Mas! Bukankah kamu sendiri yang telah memberikan penderitaan pada Mutia selama ini. Kamu yang sudah melukainya demi wanita itu!] Sesak rasanya jika memikirkan kisah pahit masa lalunya. Ketika ia harus berjuang seorang diri menghidupi sang anak hanya karena Yudi telah terpikat oleh perempuan lain. [Papa macam apa kamu, Mas, yang tega mengorbankan kebahagiaan putrinya demi orang asing yang baru saja hadir dalam hidupmu?]
Andai ia bisa memilih, Naila tidak ingin kejadian ini menimpanya. Sudah cukup ia sendiri yang menelan kisah pahit ini, Naila berharap sekali kehidupan Mutia nanti akan lebih baik.
[Lalu, kenapa dari dulu kau tidak menikah lagi? Apa kau masih mengharapkan bisa kembali padaku? Jangan mimpi, Naila!]
Pertengkaran itu terus berlangsung. Hingga tidak sadar dari balik pintu kayu itu seorang gadis tengah mendengarnya dengan deru napas yang naik turun. Ia benci pada nasibnya sendiri. Ia membenci pertengkaran-pertengkaran yang selalu ia dengan dari kedua orang tuanya.
Tubuh gadis itu tertunduk ke lantai dengan isak tangis yang memilukan.
"Kenapa hidup ini sungguh tidak adil, Tuhan! Kenapa ....!" Mutia memekik dalam hatinya sendiri. Memprotes takdir Tuhan yang terasa tidak adil baginya. Sebelah tangannya meremat kain pada ujung pakaiannya sendiri.
Pada akhirnya anak–lah yang menjadi korban perceraian orang tuanya. Mutia yang belum mengerti apapun saat itu harus tumbuh dan menjalani kehidupannya yang keras tanpa kehadiran sosok seorang ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments