...Waktu berjalan lambat, ayunan jam seperti berhenti di jam sepuluh....
...Aku bosan menunggu waktu tanpa melakukan apapun juga, semua terasa membosankan bahkan acara kartun di televisi tak dapat menghilangkan bosan ini....
...Aku ingin keluar...
...Ya aku ingin keluar melihat wajah mu yang manis namun dingin, Perasaan yang menyiksa ini memaksa aku untuk merindukan dirimu meski ku tak ingin lagi....
...Namun lagi-lagi terulang, terus terulang hingga menyiksa ku, aku tersiksa melihat senyuman mu yang manis namun bukan untuk ku....
...Aku pun mulai memetik senar senar gitar dan memainkan irama kerinduan, menyanyikan sebuah lagu tentang aku yang tak bisa melupakan mu....
...Kaulah bintangku, nama mu ada di setiap lembar buku tulis ku, walaupun hanya inisial huruf Z yang aku tulis....
Dan lirik laguku adalah senyuman mu yang lembut,
namun kesedihanku adalah bukti kau tak pernah menganggap ku ada.
Mungkin lagu Tentang Bintang yang dinyanyikan oleh KANGEN BAND adalah sebuah syair yang paling cocok untuk mengisahkan mu.
Malam telah berganti
Kulihat sempurna bentuk bulan
Bintang telah menentang
Rasakan indah lukisan malam
Aku telah mencoba
Untuk selalu tegar menunggu mu
ceritakan tentang
Satu bintang yang selalu ku sayang
Maafkanlah sayang
Malam ini ku tak akan datang
Karena ku mengerti
Memang tak pantas kau di cintai
...Lagu itu terasa menyentuh di telingaku, terus bergema bagaikan nada yang membawaku pada masa depan bahwa kau dan aku tak akan pernah bisa bersama, Namun aku ingin memilikimu....
Kaulah Bintangku.
...wahai Zakia sedang apapun kau sekarang semoga kau selalu tersenyum....
**
Gitarku tak lagi bernyanyi, kesadaran ku pun tak lagi bernaung.
Aku tertidur di ayunan Jaring di sudut rumah di bawah pohon jambu yang rindang dan sejuk.
Aku bermimpi, Namun bukan dirimu.
...Dia adalah Dinda, si bidadari tak bersayap yang memberikan senyum yang lebih manis darimu....
...Aku melihat nya datang dan mengajak ku pergi melintasi dinginnya waktu dan memberikan hangatnya sebuah kebersamaan....
...Ia menggenggam tanganku, dan menyanyikan lagu bahagia....
...Namun tiba tiba ia mulai melangkah pergi, melambaikan tangan dan meniti air yang tenang sembari berkata tetaplah tersenyum....
...Aku pun terbangun, melirik ke kanan dan kiri....
...Aku yang tak mengerti kenapa aku bermimpi tentangnya pun mulai tersenyum dan mulai mengayunkan kembali tubuhku di ayunan ini....
...Senyumnya memang sangat manis, aku jamin tak ada yang bisa mengalahkan senyuman itu, walaupun suatu saat nanti aku bertemu bidadari sungguhan aku akan katakan tak akan ada yang bisa mengalahkan senyuman Dinda....
...Tak terasa waktu semakin berjalan, matahari telah bergeser dari timur menuju barat, namun aku masih termenung tanpa melakukan apapun....
...karena itu aku mulai mencoba menggambar sesuatu yang mungkin dapat mengisi kekosongan di hatiku....
...ku gores kan pensil kecilku yang sudah usang sedikit demi sedikit, perlahan lahan menjadi coretan yang besar namun masih tak berbentuk....
...Mungkin karena tak menemukan inspirasi, tak ada media untuk di gambar, yang aku lakukan hanya mengikuti hatiku....
...Biarlah goresan ini terus mewarnai buka gambar A3 milikku ini hingga membentuk sesuatu....
...Lambat lain lukisan ini mulai membentuk sebuah wajah namun terasa asing....
...Aku tak tahu siapa yang sedang aku gambar, aku tak pernah melihatnya....
...Kupikir dalam hatiku, siapa kah ini sambil tertawa namun tetap terus menggambar, karena aku yakin pasti akan membentuk wajah seseorang yang aku harapkan....
Yang aku harapkan
Yang aku harapkan, Dinda.
...Aku mengingat bayang mu di setiap aku memejamkan mata ini, lalu aku harus bagaimana....
...Aku tak ingin memiliki mu, karena aku sadar kau hanyalah bintang yang terlalu terang untuk ku....
...Indah gemerlap namun tak mungkin terjangkau, tak dapat di raih apalagi di miliki....
...Aku takut mengharapkan mu, aku takut menyakiti hatiku dengan menumbuhkan rasa ini....
Namun rasa ini terus datang.
...Terus menyerang otak ku dan perlahan menyingkirkan Zakia....
...Goresan pensil ku pun mencapai batasnya namun wajahmu tak kunjung terlihat....
...Aku merenung sejenak dan mengingat bagaimana kau membelai rambutku sembari berkata "tenang saja"....
...Suaramu yang mendayu-dayu di telinga menggetarkan aku yang dungu ini, mungkin jika aku mampu menatap matamu dengan tenang aku dapat melukiskan betapa indahnya dirimu....
...Perlahan lahan ku coba kembali menggoreskan pensil ku yang mulai menumpuk, dan wajahmu mu mulai terlihat....
...Kulakukan dengan tenang namun pasti agar aku tak melakukan kesalahan apapun....
...Hingga akhirnya penantian ku membuahkan hasil....
...Ku Hela nafasku sembari tersenyum dan bergumam....
...Memang benar kau sangat indah, mungkin kau adalah yang terbaik yang pernah ku lihat dan ku temui....
Sungguh beruntung orang yang akan mendapatkan mu kelak, sungguh sangat beruntung.
...Akhirnya senja pun tiba, ku gantung gambar ku di dinding kamarku dan ku beri hiasan yang terbuat dari serpihan kertas membentuk sebuah kapal yang mengibaratkan mu dan sebuah ikan kecil di ujung nya yang mengibaratkan aku....
...Sungguh kau benar benar mengalihkan duniaku, menghilangkan Z dari dari ingatanku....
Dan aku bahagia meski hanya sebatas memiliki lukisan mu, karena bagiku ini sudah lebih dari cukup.
**
Malam pun tiba, gemersik suara jangkrik yang entah mengapa tak pernah lelah berbunyi setiap malam membuat suasana malam yang hangat ini semakin tentram.
Aku kembali duduk di ayunan yang gelap dengan gitar tua pemberian pamanku, menatap bulan dan bernyanyi lagu rindu..
"Titt...!! tiiittt...!!!" bunyi klakson yang tiba tiba muncul mengagetkanku.
Siapa lagi kalau bukan Andi.
"Wii keluar yuk?"
"Kemana?" jawabku.
"Biasa main PS" ucapnya girang.
"Tapi aku gak punya uang"
"Lah uang aja jadi persoalan, aman lah pokonya" ucap Andi yang memang sering sekali membandari aku main PS,
dan game favorit kami adalah Mortal kombat.
"Gak lah lagi gak mood".
"Ayo lah, aku betul Liu kang mu itu untuk namatin misi"
"Hmm okelah aku ambil jaket dulu" ucapku.
Andi pun dengan sabar menunggu.
...Aku yang masuk ke kamar kemudian melihat lukisan Dinda dan berpikir mungkin seharusnya aku berikan lukisan ini pada pemiliknya....
...Jadi ku putuskan untuk membawanya bersamaku dan meminta Andi untuk mengantarkan lukisan ini....
Andi pun dengan senang hati berkata
"Gas lah bro, buktikan merah mu".
**
Kami pun berangkat menuju rumah Dinda yang ada di sebelah rumah nenek buyut ku.
Di perjalanan Andi memuji karyaku, namun ia mengingatkan aku agar jangan buru-buru terbawa perasaan.
Logikanya Dinda sangatlah cantik, meski dia baik padamu, belum tentu dia jomblo atau menyukaimu.
Kata kata itu membuatku down, Andi sangatlah benar.
Tapi mungkin jalanku lebih benar, karena meski jantung ku terus bergetar aku sudah berniat untuk tidak jatuh cinta padanya.
"Belok kiri bro" ucapku mengarahkan Andi.
"Oh siap".
"Btw ini kan batu 12 ya" tanya Andi.
"Ya, dia tinggal di sebelah rumah buyut ku" jawabku.
"Pantesan kenal" ucap Andi sambil bergeleng geleng.
"Belok dik" ucapku spontan.
"Kanan atau kiri" jawab Andi bingung.
"Kanan go***k, kalau kiri selokan air".
"Oh iya maaf" ucap Andi sembari tertawa.
Kami pun berhenti di halaman nenek buyut ku, sembari melihat kearah sebelah.
"Rame cuy" ucap Andi.
Ya memang terlihat ada beberapa orang di sana dan Dinda ada di antara mereka.
Hal itu membuat semangatku semakin menurun.
"Down aku cuy, saingan nya berat" ucapku pada Andi.
"Wah parah sih ini, ada Warrior, CBR150R, king, dan juga Vixion" ucap Andi sembari menyebut nama motor motor keren di halaman itu.
"Pulang yuk" ajak ku pada Andi sembari naik keatas motor.
"Eh lemah kali kau, baru juga kalah motor doang" celetus Andi.
"Tapi aku bahkan gak punya motor" jawabku.
"Iya jugak sih!" jawab Andi sambil menggaruk kepalanya.
"Udah pulang aja" ajak ku yang saat ini memang sudah down.
"Iya deh mundur Alon Alon lah ya!" ucap Andi.
Saat itu ternyata Dinda sudah melihat kami berada disebelah rumahnya.
Dengan sangat tenang ia menghampiri kami tanpa kami sadari.
" Hayo pada ngapain" ucap Dinda mengagetkan kami.
Sontak kami terkejut bahkan Andi berteriak dengan lebay.
(gak usah di tulus ya teriakan itu, lebay banget cuy).
"Sedang apa kau di sini?" tanyaku spontan.
"Harusnya dia yang nanyaik itu bego" jawab Andi.
"Oh iya khilaf" ucapku.
...Dinda pun tertawa dan langsung menarik tangan kami berdua untuk bergabung bersama mereka....
...Namun aku menolak, you know lah kenapa aku nolak....
...Sudah pasti karena minder melihat teman-teman nya yang sangat luar biasa....
...Dari segi pakaian saja sudah terlihat jelas apalagi yang lain, sungguh gak mungkin aku berada di antara mereka....
...Namun Dinda berkata bahwa ia akan marah dan tidak akan mau lagi menyapaku jika kami tidak mau ikut bergabung....
...Hingga dengan terpaksa kami pun ikut duduk bersama teman teman nya....
Setelah kami duduk Dinda pun masuk kedalam rumah untuk mengambil sesuatu.
...Dan di sanalah kami....
ya!
...Aku malu, aku malu membandingkan aku dan mereka....
...Lihatlah jaketnya yang mahal dan berbahan kulit, sedang aku hanya jaket biasa dari toko serba 35 ribu....
...Celana jeans yang ketat dan stylish, sedang aku hanya celana training seharga 20 ribu....
...Oh tuhan, tidak bisakah kau beri cobaan yang lain dalam hatiku....
...Di sisi lain Andi malah dengan mudah akrab dengan mereka, sungguh bagaimana ia melakukan itu....
Bahkan dengan mudah ia mengenalkan aku dengan mereka.
"Nah ini Momo namanya, dia gitaris handal di kampung kami" ucap Andi nyeletus gak jelas.
Aku hanya terpaku membisu.
"Wah keren dong, aku juga gitaris" ucap salah seorang dari mereka dan namanya adalah Nanda.
"Aku cuma bisa dikit bang" jawabku.
"Ah jangan merendah bro" jawab Nanda.
Dinda pun datang membawa mie ayam buatan nya yang sangat lezat.
kami menikmatinya sambil bercanda hingga malam mulai larut.
Di ujung malam nampak gerak gerik Nanda mencurigakan, ternyata ia ingin mengajak Dinda berpacaran.
Di tengah-tengah kami ia berlutut di hadapan Dinda sembari berkata.
"Izinkanlah aku menyentuh hatimu, dengan semua kelembutan itu maukah kau jadi pacarku".
semua teman bersorak termasuk Nanda.
...Mungkin cuma aku yang tidak sama sekali....
...Dalam hatiku hancur sehancurnya....
...Sesaknya dada dan air mata pun hampir menetes namun ku tahan....
...Aku tak mengharapkan Dinda jadi milikku tapi aku sakit melihatnya akan bersama orang lain....
Sakit sekali.
...Tubuhku terasa oleng, lemas dan aku pun meninggalkan mereka untuk menutupi kesedihanku....
...Aku terdiam di teras rumah nenek buyut ku sambil samar samar mendengarkan sorakan mereka yang berkata....
"Terima..!!, Terima..!! Terima..!!".
...Ingin ku tutup telingaku agar tak mendengar suara mereka....
...terasa sangat menyakitkan jika terus terdengar....
...Namun suara itu mulai hilang dan suara motor mereka pun terdengar meninggalkan tempat itu....
Andi menghampiriku secara perlahan.
"Jangan nangis bodoh!, nyerah lu di sini".
"Aku gak berharap jadian sama dia" ucapku pelan "Lagian dia udah milik orang".
"Halah ternyata lu cupu, lemah gitu aja nyerah" ucap Andi nampak agak kesal.
kemudian merampas buku gambarku dari tanganku.
Aku hanya pasrah, membiarkan ia membawa buku itu pergi.
Rasanya aku benar-benar ingin menangis, tapi aku malu pada Andi.
Andi pun kembali dengan santai dan memberi seutas kertas, seperti koyakan dari lembar buku gambarku.
"Ayok kita lemon" ucap Andi.
"Main PS" tanyaku.
"Udah jam 11 malam, rental udah tutup".
"Oh.!" jawabku sambil naik keatas motornya
Kami berjalan pelan dan Andi berusaha menghiburku dengan menceritakan lelucon l, namun aku hanya bengong seperti ayam.
**
...Tiba tiba Andi berhenti mendadak dan membuat aku terkejut....
..."Eh astaga!!, pelan pelan cuy" ucapku agak sedikit teriak....
Lalu Andi menunjuk kearah depan.
...Ya tentu saja tak terduga, teman teman baru yang nampak ramah di hadapan Dinda kini berubah liar....
...Tanpa kata Nanda menarik bajuku hingga aku tersungkur ke jalanan yang masih bersusun batu padas....
...Kepala terbentur dan langsung berdarah, aku tak bisa bangkit karena rasa sakit juga pusing akibat benturan keras....
...Ia lalu langsung menginjak kakiku agar aku benar benar cidera dan tak dapat berdiri....
...Sedangkan Andi nampak berkelahi dengan dua brandalan teman Nanda....
...Namun karena kalah jumlah kami pun terpojok, Andi tersungkur dan mendapat tendangan sedang aku di pukuli tanpa ampun....
...Hingga teriakan seseorang dari kejauhan melaju dengan motornya menghentikan mereka....
Tentu saja itu Dinda.
Nanda pun nampak terdiam dan mulai mencari cari alasan.
Dan dengan mudah ia membalikan kata.
"Mereka tiba tiba nyerang aku" Ucap Nanda.
"Gak mungkin, jelas jelas kamu yang Mukuli mereka" sahut Dinda sambil meneteskan air mata.
"Iya tapi itu karena dia duluan yang cari gara gara" ucap Nanda sembari menunjuk kearahku.
"Itu bohong!" sahut Andi.
"Diem lu!" ucap Nanda sambil menendang perut Andi.
Andi pun tampak kesakitan.
Lalu dengan sigap Dinda berkata dan mengancam Nanda.
"Lebih baik kalian pergi, atau aku teriak supaya warga warga pada keluar".
...Mendengar ucapan itu Nanda pun langsung bergegas meninggalkan tempat kejadian....
...Namun ia sempat mengancam aku dan Andi agar berhati-hati karena dia akan mencari kami dan membuat pelajaran lagi....
...Mereka pun pergi dengan motor nya yang berisik, meninggalkan aku yang terkapar di jalanan....
...Andi yang bangkit pun berusaha membangunkan aku, sedang Dinda menangis dengan memegang tanganku yang tampaknya terkilir....
"Bangun bro!"ucap Andi.
"Gak bisa, kakiku gak terasa" jawabku.
...Namun Andi pun memaksa aku bangkit dan menaikan ku ke atas motor....
Lalu!
...Dinda meminta pada Andi untuk membawa motornya sedangkan ia akan membawa motor Andi untuk mengantar aku....
...kami pun kembali ke rumah nenek buyut ku yang kebetulan sekali adalah tukang kusuk....
...Buyut ku yang terkejut dengan keadaan kami langsung menelpon ayahku....
...Dinda masih tampak menangis membersihkan darah di kepalaku yang tampak mulai mengental dan berkerak mengeras....
tak terasa tanganku bergerak dengan sendirinya menyentuh pipi Dinda kemudian aku berkata.
"fine, it's oke"
Dinda tampak sedikit tersenyum walau air matanya masih menetes, hingga tanpa sadar aku pun tertidur dan lupa akan semua hal yang terjadi..
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments