Gagal lagi

"Mba, lihat gelang aku gak yang ada kupu-kupunya?" tanya Chana panik karena dia dikejar waktu.

"Saya tidak lihat, Non. Saya mana berani menyentuh barang-barang milik Non Chana."

"Aduuuh, di mana ya?" Chana semakin panik. Dia berjalan ke sana kemari. Melihat di kolong-kolong, lalu kembali berdiri. Membuka selimut, buku, atau apa saja yang bisa dia angkat.

"Mau ke mana, sih? Kencan lewat aplikasi lagi?" tanya Sakya yang tiba-tiba ada di ambang pintu kamar adiknya.

"Kepo!"

"Gak bosen terus-menerus kencan, date dari cowok dapet nemu di aplikasi? Minta Mom sama Dad aja kali nyari calon buat kamu."

"Berisik! Bantu nyari kek."

"Ogah! Bleeee!"

Chana mengangkat ujung bibir bagian atasnya.

"Duuuuh, di mana, sih?" tanyanya dengan suara yang lembut.

Chana, gadis cantik yang memiliki suara lembut dan halus. Dia yang tidak pernah bisa meninggikan nada bicaranya meski sedang marah.

Anak kecil yang imut itu kini tumbuh menjadi gadis cantik yang sembrono dan pelupa.

Lain halnya dengan Sakya. Pria tampan itu menjadi sosok berwibawa dan penuh tanggung jawab. Dia yang selalu serius menghadapi segala sesuatu dan selalu tepat waktu.

"Kenapa tidak pakai gelang lain saja, Non." Pelayan pribadinya memberi saran. Galuh namanya.

"Gak bisa, Mba Galuh. Itu, tuh, gelang keramat. Gelang keberuntungan."

"Pakai atau tidak pakai gelang itu, Non adalah wanita yang sangat beruntung, kok."

Chana mendesah karena lelah mencari gelang yang tidak kunjung ketemu.

"Kalau aku beruntung, gak mungkin juga aku terus-menerus kencan lewat aplikasi, pas ketemu selalu gagal, Mba. Gak pernah ada yang mau lanjut."

"Masa? Apa mata mereka buta? Non itu cantik banget kayak bidadari."

"Tuh, kan, bener." Chana mendekati pelayannya. "Aku ini cantik, merekanya aja yang katarak, iya, kan?"

Galuh menanggapi dengan serius sambil mengangguk mantap membenarkan ucapan majikannya.

Sementara itu di ruang makan, Sakya dan orangtuanya sedang menikmati makan siang di hari libur ini.

Sakya nampak serius sedang membahas pekerjaan kantor bersama Iksia. Kepintaran Sakya memang berbeda dengan Chana. Sakya berhasil melalui pembelajarannya di universitas dengan melompati beberapa semester. Tapi tidak dengan Chana. Dia masih harus berjuang dengan perkuliahannya.

"Mana adik kamu?" tanya Arzhan.

"Sibuk berhias."

"Apa dia akan pergi kopi darat dengan pacarnya yang online itu? Benar-benar, ya, anak itu."

"Sudah, biarkan saja. Selama masih dalam batas kewajaran, kita jangan melarang dia ini itu. Biarkan dia melakukan apa saja yang dia mau, kita sebagai orang tuanya hanya harus mengarahkan itu pun kalau dia sudah melewati jalur."

"Kamu, tuh, ya, Mas. Selalu saja membela dia, makanya Chana jadi semaunya sendiri."

Dengan terpaksa, Chana pergi tanpa gelang keberuntungannya. Dia hanya pamit kepada orang tua dan sodara kembarnya tanpa ikut makan siang bersama.

"Jalan, Pak. Kita ke caffe luminair."

"Siap, Non."

Dengan menggunakan mobil kesayangannya, Chana segera pergi diantar supir. Bukan dia tidak bisa menyetir sendiri, sebagai jaga-jaga saja jika orang yang dia temui bukanlah orang baik. Chana selalu mengajak supir sekaligus pengawal pribadinya.

Tidak butuh waktu lama, Chana pun sampai di tempat tujuan. Caffe yang sedang viral di media sosial karena banyak sekali kumpulan club' yang nongkrong di sana.

Mulai dari club' motor bebek jadul.

Moge juga berkumpul di sana.

Bahkan mereka sekumpulan club' sepeda ontel degan hiasan warna wani pun ada.

Caffe yang memiliki halaman super luas, cozzy, dan bergaya estetika itu ramai dikunjungi orang. Anak muda, kumpulan para sahabat, bahkan ada yang mengajak keluarganya.

Selain indoor, ada juga tempat duduk yang outdoor. Dimana yang outdoor itu dibuat seperti berada di pantai. Pijakan dari pasir putih buatan degan pohon kelapa di pinggirnya. Juga tempat duduk yang dibuat seperti suasana pantai sesungguhnya.

Sebuah chat masuk. Dia mengirim pesan jika dia tidak bisa datang karena ada hal lain yang mendesak.

"Aaarghh! Selalu aja kayak gini, ini pasti karena aku gak pake gelang kupu-kupu itu. Sial jadinya."

Chana menggerutu. Belum sempat dia duduk, dia harus kembali membalikkan badan menuju pintu keluar.

"Kenapa, sih, aku selalu begini? Selalu saja sial dalam segala hal tentang percintaan. Apa yang salah sebenarnya pada diri ini ya tuhaaan."

Karena kesal, Chana menendang kaleng soda yang kebetulan ada orang tidak bertanggung jawab membuangnya begitu saja.

Plukkk!

Kaleng itu mengenai seseorang yang kebetulan sedang lewat.

"Oh my God!" Chana menutup mulutnya dengan tangan rapat-rapat.

Laki-laki itu mengusap kepalanya yang kesakitan dan juga basah terkena sisa-sisa soda yang lumayan banyak.

Melihat soda itu menetes sampai membasahi pipi pria tersebut, Chana segera berlari. Sambil meminta maaf dia mengelap wajah pria itu dengan ujung dress yang dia pakai.

Chana yang panik tidak menyadari bahwa dress yang dia angkat membuat paha mulusnya terlihat dengan jelas.

Pria itu melepas jaket yang dia pakai untuk menutupi paha Chana. Dia mengikatkan lengan jaket itu di pinggang Chana.

Kaget karena Chana mengira pria itu hendak memeluknya, dengan spontan Chana menendang perut pria itu hingga terjungkal ke tanah.

"Awwww!" pria itu meringis.

"Aku udah minta maaf, udah bersedia bersihin soda yang ada di wajah kamu dengan dress yang baru saja aku pesan! eh anda malah seenaknya main peluk-peluk aja. Dasar cabul!"

Chana bahkan menendang paha pria yang masih duduk di tanah.

"Akan aku patahkan tanganmu!"

Chana kembali hendak menendang tangan pria itu, Namun sandal high heels Chana tersangkut degan pada jaket dan Chana pun terjatuh.

Beruntung ada tubuh pria itu di bawah, hingga Chana mendarat dengan aman di atas tubuh pria tersebut.

Wajah pria yang terkena sinar matahari itu nampak bersinar di mata Chana. Bulu matanya yang indah saat matanya terpejam karena silau, berhasil membuat Chana terpana. Chana terdiam untuk sesaat hingga....

"Woi, Bro! Ngapain di sini? Ini tempat umum!"

Seseorang dengan jaket yang sama menegur mereka berdua yang terlihat seperti.... Bayangkan sendiri, ya. 🤭

Pria itu segera mendorong tubuh Chana hingga gadis itu terguling ke tanah tepat di samping tubuh pria tadi.

"Aduuuh, sakit tau!" Chana mengusap sikutnya.

Chana berdiri sendiri tanpa dibantu sedikitpun dan itu membuat dia kembali marah.

"Om, saya ini perempuan. Cantik lagi. Gak ada niatan untuk menolong kah?" tanya Chana yang membuat kedua pria itu menatap tak berkedip.

"Om, tunggu sebentar." Chana mendekatkan wajahnya pada pria yang sudah menderita karena ulahnya.

Pria itu terdiam. Dengan seksama Chana memerhatikan dengan detail bulu mata pria tersebut dengan mata kagum dan bibir tersenyum manis. Tentu saja itu membuat pria itu salah tingkah dibuatnya. Tidak tau harus berbuat apa, pria itu hanya diam menahan nafas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!