GDB 3

"Kenapa menangis, Sayang?" tanya suamiku, yang masih setia mendekap tubuh rapuh istrinya ini.

Aku tak langsung menjawab. Butuh waktu beberapa menit hingga aku bisa menguapkan segala kegundahan dan rasa sesak yang menghimpit rongga dada. Suamiku tidak boleh mengetahui alasan kenapa aku harus menangisi situasi ini. Seketika itu juga aku menyesali perangaiku yang lagi-lagi baper tingkat tinggi. Cepat-cepat kuseka basahan air luka yang menjamah telak kedua pipi.

Kania yang memang sedari awal sudah memahami kondisiku, lantas mengambil alih peran.

"Om Labiq, tadi Tante April ...." Kalimatnya tercekat karena aku langsung menyambar kelanjutannya.

"Ah, Sayang ... kok kamu ada di sini?" Aku lantas menarik diri dari sang suami, kemudian menatapnya penuh dengan tanda tanya. Pada jam kerja begini suamiku malah keluyuran dengan baju dinas di sebuah cafe. Apa yang dilakukannya di tempat ini?

Dia langsung melupakan pertanyaan awalnya mengenai kondisiku, kemudian menggaruk pelipisnya--tampak sekali kalau sedang salah tingkah.

"Kamu kenapa?" tanyaku dengan kedua alis bertaut. Kania tampaknya masih setia menyimak percakapan dua orang dewasa di depannya.

"Aku bawa mobilnya si There, dia lagi ada acara di sini. Sementara, ajudannya Ibu Ketua lagi ada urusan mendesak di luar kota, jadi aku diminta untuk menggantikannya hari ini," jawabnya tak enak hati.

Setahuku, Theresia yang biasa dipanggil There itu adalah putri dari atasan suamiku. Orangnya cantik dan berperawakan tinggi bak super model. Aku saja yang seorang wanita bisa mengagumi kesempurnaan fisiknya, apalagi laki-laki. Tetapi, aku percaya pada suamiku. Dia sedang menjalankan amanah dari atasannya, jadi aku tidak boleh cemburu.

"Oh ... kirain bolos kerja," celetukku seraya melempar cebikan ejek ke arahnya. Ia pun tersenyum seraya membuang muka.

Ya, inilah suamiku, Labiq Zayyan Hartarto. Anggota TNI satuan Kompi Senapan B di kota ini. Dia sudah cukup lama mengabdikan diri dalam tugas negara--sekitar dua belas tahun belakangan.

Berpostur tubuh tinggi tegap, rahang tegas, dan hidung mancung. Jika ditanya apakah tinggi badannya melebihi diriku? Tentu saja, aku hanya mentok sebahunya, tidak lebih.

"Jadi, kenapa tadi kamu menangis? Dimana ibu? Bukankah tadi kalian pergi bersama?" Berondongan pertanyaan dari suamiku kembali menyeretku ke dalam mode gamang.

Pasalnya aku sempat berpikiran bahwa ia sudah melupakan hal tersebut. Namun, ternyata aku salah menerka. Dia lebih peka dan peduli dari yang aku kira.

"Eh, anu ... ibu ada di sana bersama Mbak Yuli." Jari telunjukku mengarah ke timur di mana posisi meja itu masih jelas terlihat, walaupun terhalang deretan pohon bambu hias.

"Oh, terus ... alasan kamu menangis?" Ia masih menatapku, yang di mana kini sedang menampakkan mimik terintimidasi.

"Itu ... tadi ...."

"Tante April, aku kebelet pipis," rengek Kania.

Huffft! Akhirnya aku bisa bernapas lega.

"Sayang ... aku antar Kania ke toilet dulu, ya." Aku pamit dengan wajah tak lagi seperti orang yang sedang menahan kentut.

Suamiku yang tadinya sangat menggebu untuk segera mendapatkan jawaban, kini harus rela mengalah, karena tubuhku dan Kania sudah tertelan pintu utama toilet. Sekat yang menyelamatkanku dari kejujuran yang sudah semestinya aku haturkan pada suami. Dan ... sekat yang untuk ke sekian kalinya menyelamatkanku dari ketidakharusan untuk menceritakan semua perkataan pedas ibunya padaku.

Walaupun, tidak ada lagi sosok lain yang bisa kujadikan tempat untuk menyandarkan kepala seraya menceritakan semua keluh hati, namun kali ini pun aku harus memilih bahwa cukup Tuhan saja yang mengetahui. Bukan tanpa alasan, aku selalu memilih jalan ini. Karena bagiku ... surga suami tetap berada di bawah telapak kaki ibunya. Maka ia harus selalu berbakti tanpa harus bersitegang dengan wanita yang sudah melahirkannya itu hanya demi aku. Wanita baru yang mengisi sebagian ruang di dalam hidupnya.

 

Setelah aku selesai mengantar Kania, pria muda yang bersetelan seragam loreng-loreng hijau itu kini tak lagi berdiri di tempatnya. Aku kembali menghela napas lega. Untuk sesaat aku bergeming. Kembali ke dalam mode lamunan. Menatap lurus ke depan dengan perasaan yang aku sendiri pun sulit untuk menjabarkan.

"Tante April, Kania udah laper," ucap Kania sambil menggoyangkan lenganku.

Aku mengerjap berkali-kali, seraya merasa bersalah karena lagi-lagi melamunkan sesuatu tidak pada tempatnya.

"Eh, maaf ya, Sayang. Ayo, kita kembali ke sana!" ajakku dengan wajah yang dipaksakan untuk tersenyum, dan diangguki antusias oleh bocah kecil itu.

"Kenapa lama sekali?" tanya ibu mertua.

"Maaf, Bu. Tadi gak sengaja ketemu sama Mas Labiq," jawabku seraya duduk kembali di kursi. Kania sudah lebih dulu menyantap makanannya yang memang sudah tertata rapi di atas meja.

"Labiq ada di sini?" Ibu mertua membulatkan kedua netra, kemudian tampak celingukan mencari keberadaan putranya. "Owalah itu dia," ucapnya setelah menemukan meja di mana sang putra berada.

Mbak Yuli dan Aku sontak menggulir pandang ke arah yang dituju ibu mertua.

"Labiq sama siapa itu, Mbak Ras? Kayaknya lagi sama cewek cantik," tanya Mbak Yuli yang mulai kepo. Sepertinya dia mulai melupakan keberadaanku di sini.

"Itu ... kayaknya si There," respon ibu mertua tanpa mengalihkan perhatiannya dari titik yang sama.

"There siapa?" tanya Mbak Yuli lagi. Sepertinya kekepoannya bertambah level.

"Itu loh ... anak kaptennya. Cantik memang anaknya, ramah lagi sama orang tua." Lagi, mertuaku menjawab dengan ekspresi wajah antusias.

Tak bisa dipungkiri, hatiku perih setelah mendengar ucapannya. Ia memuji wanita lain yang sedang bersama suamiku itu di hadapanku. Seolah aku ini tak berperilaku demikian terhadapnya.

"Owalah ... yang waktu itu pernah dibawa ke rumahmu ya, Mbak?" celetuk Mbak Yuli.

DEG

Kapan?

Terpopuler

Comments

Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт

Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт

Hah..

Salah satu alesan gua kgk mo nulis urusan rumah tangga.
konfliknya, MERTUA BADJINGAN!

2022-11-09

1

Najwa Aini

Najwa Aini

Labiq Zayyan..
kayak pernah dengar nama ini deh

2022-11-07

1

༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐

༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐

Ada yang meleduk, tapi bukan kompor Kong Nyamin

2022-11-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!