GDB 2

"Hei, kamu itu harusnya bersyukur, Pril. Punya mertua sebaik Bu Harto, kurang apa lagi coba?" ucap Mbak Yuli--tetangga mertuaku. Kebetulan di sebelah wanita itu ada ibu mertuaku yang baru saja berbisik-bisik dengannya. Entah, apa saja yang mereka ghibahkan sedari tadi, aku juga tidak tahu.

Hari ini aku diminta untuk menemani Mbak Yuli mengantar anaknya ke salon langgananku. Bertepatan dengan peringatan hari Kartini--TK--di mana anak Mbak Yuli mengenyam pendidikan dininya, mengadakan lomba fashion show yang bertemakan budaya asli Indonesia. Kebetulan, di salon langgananku itu juga menyediakan penyewaan kostum karnaval dan lain-lain.

Aku hanya tersenyum menanggapi celotehannya. Apalagi, saat ini aku sedang berbincang kecil dengan anak Mbak Yuli--yang sedang menunggu giliran naik panggung.

Ibu mertuaku yang saat itu juga turut serta, hanya melirikku dengan tatapan penuh makna, kemudian kembali berceloteh ria.

Aku sendiri memilih untuk tetap fokus pada tontonan yang lebih menggemaskan di atas panggung, sambil sesekali menanggapi pertanyaan dari putri Mbak Yuli. Walaupun, sebenarnya di dalam hatiku sedang terjadi perperangan emosi yang cukup berkecamuk, tapi aku masih berusaha untuk tetap tenang agar tak merusak suasana siang ini.

------

"Ma, aku laper," rengek si kecil Kania, setelah acara selesai. Aku masih berdiri di dekatnya--menanti respon dari ibu gadis kecil itu.

"Kamu udah banyak makan jajan tadi, masa' iya masih laper aja?" respon Mbak Yuli seraya membuka pintu mobil.

Aku masuk melalui pintu tengah, bersamaan dengan Kania yang mulai memasang tampang cemberut. Sementara ibu mertuaku duduk di kursi depan bersebelahan dengan Mbak Yuli.

Sepanjang perjalanan aku terus menarik perhatian gadis kecil di sebelahku, yang sejak mobil ini bergerak, ia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Namun, sia-sia saja bocah itu tetap tidak mau berbicara.

Tak lama setelah itu, mobil pun berhenti tepat di pinggir jalan. Kania melengak ke luar jendela seolah sedang mengecek situasi--apakah sang ibu menghentikan mobilnya tepat di sebuah restoran atau tempat makan lainnya.

Dan ... ternyata memang benar. Mbak Yuli langsung memarkirkan mobilnya, di pekarangan sebuah cafe & resto, setelah memencet tombol parkir yang tersedia di samping gerbang.

"Yeeey!" sorak Kania. Dengan lincah tangannya membuka pintu mobil dan melanting keluar.

Di dalam resto

"Ma, aku mau spageti dan jus melon," ucap Kania dengan lantang. Mbak Yuli sedikit memelototi bocah itu, kemudian menginformasikannya pada sang pelayan yang sedang mencatat pesanan.

Aku tersenyum gemas. Gadis kecil ini sungguh menggemaskan di mataku. Calon anak cerdas. Tingkahnya yang terkesan sangat aktif itu menambah nilai plus yang sebenarnya tak diketahui sebagian orang tua. Mereka malah beranggapan bahwa keaktifan seorang anak merupakan sesuatu yang bisa mengganggu ketenangan. Bahkan sering juga aku mendengar bahwa orang tua mengecap seorang anak itu nakal, hanya karena keaktifannya.

"Kamu pesan apa, Pril?" tanya Mbak Yuli.

Aku mengerjap, sebab terlalu fokus memindai wajah Kania yang begitu imut di pelupuk mata. Di tambah lagi ia sedang mengenakan kostum unik ala pengantin Jawa yang dilengkapi dengan pais dan pernak-pernik lainnya.

"Eh, saya minum aja, Mbak." Aku tersenyum ke arah Mbak Yuli. Wanita itu balas tersenyum, lalu kembali berbicara dengan si pelayan.

"Gimana mau sehat kalau cuma minum doang. Makanya gak hamil hamil kamu itu," celetuk ibu mertuaku dengan nada rendah, namun terasa sangat menekan ulu hati.

Aku langsung menunduk, tak berani mengangkat wajah. Khawatir kalau-kalau Mbak Yuli akan menyadari bahwa kedua netraku mulai berkaca-kaca karena bertepatan dengan hal tersebut wanita itu pun selesai memesan makanan.

"Mbak Ras, saya dengar Pak Harto bangun rumah burung walet, ya?" tanya Mbak Yuli pada ibu mertua. Mereka kembali mengobrol asik seperti sebelumnya.

Aku cepat-cepat mengambil tissue dan menekan dalam kedua sudut mata. Seraya mengerjap beberapa kali, aku pun kembali tersenyum ke arah Kania, yang mungkin sudah menyadari bahwa ada hal aneh yang terjadi padaku.

"Tante April kenapa? Kok matanya merah?" bisik gadis kecil itu.

Sudah kukatakan tadi, bocah ini memang cerdas. Daripada bertanya dengan suara lantang, dia lebih memilih untuk mengecilkan volume suaranya, karena ia yakin aku sedang menyembunyikan sesuatu.

"Tidak apa-apa, Sayang. Tadi ... mata tante kemasukan hewan," kilahku yang memang terpaksa berbohong.

"Tante ... kata Bu Guru, bohong itu dosa loh," peringatnya sambil mengangkat sebelah jari telunjuk.

Kedua bola mataku kembali memanas. Sumpah, demi apa pun rasanya aku ingin sekali menumpahkan isi hatiku pada anak kecil ini. Tapi, itu semua tidak mungkin. Tidak mungkin aku meraung dan merengek pada anak seusia Kania. Dia belum mengerti masalah orang dewasa.

"Iya, maaf ya, Nak." Hanya itu yang bisa aku katakan.

Namun, bocah itu kembali berbisik, "Apa tante mau kutemani ke toilet? Biasanya, kalau berada di tempat umum, orang dewasa berlari ke toilet untuk menangis."

Oh, Tuhan!

Peka sekali hati anak ini.

"Ayo!" ajakku tanpa berpikir panjang lagi. Aku langsung berdiri dari posisi, diikuti oleh Kania.

"Eh, mau kemana?" tanya Mbak Yuli, pandangannya tertuju padaku.

"Ke toilet sebentar, Ma." Itu suara Kania. Tanpa menunggu respon lagi dari ibunya, bocah itu langsung menyeretku dari sana.

Dengan lincah ia menggenggam erat tanganku seraya mengayun-ayunkannya hingga kami tiba di depan toilet. Namun, baru saja aku akan masuk, tiba-tiba seseorang keluar dari sana dalam waktu yang bersamaan.

BRUUUGH

Tubuh kami bertubrukan.

"Awww!"

Aku langsung menarik diri. Memegangi pundakku yang memang terasa sakit. Menyadari hal tersebut, Kania pun sontak melepaskan genggaman tangannya dariku.

Dengan cepat orang itu meminta maaf karena memang berjalan sambil menunduk. "Maaf ya, Mbak. Saya buru-buru tadi."

Barulah ia mengangkat wajah setelah mengatakan dialognya. "Sayang?"

Ia langsung membulatkan kedua netranya setelah menatapku. Ternyata orang yang menabrakku adalah suamiku sendiri.

"Sayang!" Aku langsung berhambur dalam pelukannya sambil menangis sesegukan.

Terpopuler

Comments

Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт

Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт

Pawang ujuk2 ada. Bye, Kania

2022-11-06

1

Najwa Aini

Najwa Aini

Wahh untunglah ketemu pawangnya si April

2022-11-06

1

Najwa Aini

Najwa Aini

Wah itu mulut, apa mata pisau ya Bu?

2022-11-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!