First Love Greeting 02

...-Awal Pertemuan-...

Ayli terbangun saat merasakan silaunya mentari pagi yang menembus dari celah cendela kamarnya.

“Sudah pagi aja” gumam Ayli menatap kedepan melihat taman kecil dari cendelanya.

Kamarnya memang terletak di lantai satu dekat taman kecil milik Alm. Bundanya yang sampai sekarang masih terawat. Dan sudah pasti Ayli lah yang merawatnya.

Bunda Ayli meninggal setelah melahirkannya ke dunia, Ayli tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Ayahnya yang sering ke luar kota tau pun ke luar negri membuatnya harus mandiri sejak kecil. Ayli punya kakak laki-laki tapi jangan tanya bagaimana hubungan mereka.

Farrel Zibrano Rahardhan namanya, setelah pemakaman san bunda tercinta mulai hari itu pula ia membenci adek kandungnya sendiri. Berpikir ini semua karena kehadiran Ayli lah, membuatnya harus kehilangan sang bunda untuk selamanya.

Setiap kali mengingat betapa bencinya Farel padanya di situlah Ayli ingin memutar waktu dan biarkan dirinya saja yang mati. Bahkan keluarga besarnya mengucilkannya, kecuali sang ayah.

Setiap acara keluarga Ayli akan memilih diam di kamar walau sang ayah berulang kali mengajaknya. Ayli juga tidak pernah menceritakan perilaku kakak serta keluarga besarnya pada sang ayah. Ayli benar-benar merasa sendiri.

Dan sejak usia 6 tahun Ayli meminta pada sang ayah untuk memindahkan kamarnya di lantai bawah setelah ia tau kalau taman kecil dekat kamar tamu adalah buatan tangan sang bunda. Jadilah yang dulunya kamar tamu menjadi kamarnya.

Ayli merasa damai dan terasa dekat dengan sang bunda, bahkan Ayli meminta pada sang Ayah untuk merenovasi kamarnya agar terhubung langsung pada taman itu.

Setiap pagi Ayli akan menyempatkan waktu nya untuk terdiam di sofa menikmati waktunya. Kebetulan hari ini tanggal merah jadi sekolah libur, padahal baru kemarin hari pertama masuk.

”Selamat pagi bunda, hari ini Ayli enggak sekolah bun tanggal merah soalnya. Padahal kemarin baru aja masuk sekolah. Ayli lapar bun” ucap Ayli seakan berbicara langsung kepada sang bunda dengan mata tertuju pada taman.

“Ayli mau sarapan tapi jam segini kak Farel belom berangkat kuliah. Bunda kan tau sendiri kak Farel gak pernah mau satu meja sama Ayli. Dari pada kak Farel gak sarapan mending Ayli nahan laper dulu” senyum Ayli terbit.

“Apa Ayli ke taman komplek aja ya bun? Di sana kan juga banyak orang jualan” Ayli diam sesaat berpikir antara pergi dan tidak.

Tapi perutnya sudah terlalu lapar jika menunggu sang kakak berangkat.

“Okay Ayli ke taman komplek aja deh bun” ucap Ayli bangkit mencuci muka dan ganti baju tidurnya dengan celana training dan hoodie. Tak lupa menguncir rambut panjangnya.

Ayli keluar lewat pintu kaca yang ada di kamarnya itu, selain terhubung dengan taman kecil juga terhubung pada gerbang kecil di samping rumah akses Ayli keluar masuk.

Gerbang itu juga baru 2 tahun terakhir di bangun, Ayli beralasan agar ia lebih mudah keluar masuk tanpa harus melalui pintu utama yang berjarak jauh dari gerbang depan rumahnya. Mengingat rumahnya yang luas dan Ayli tidak bisa mengendarai kendaraan apa pun, Ayli suka berjalan kaki atau menaiki bus kota.

Awalnya ayah Ayli tidak menyetujui alasan putrinya itu, tapi dengan bujuk rayu Ayli akhirnya gerbang ini dibangun. Walaupun begitu ayah Ayli tidak pernah lepas tanggung jawab, ia menyuruh orang untuk memasang cctv di setiap sudut rumah. Agar bisa memantau sang putri dengan baik di tengah kesibukannya.

“Ayah kapan pulangnya ya? Ayli udah lama enggak ketemu ayah” gumamnya menendang kerikil kecil.

Tidak lama ia sampai di taman komplek, terdiam sesaat menatap satu persatu penjual makanan.

“Sarapan apa ya? Bubur ayam bosen, soto? Lagi enggak pingin, tapi soto makanan kesukaan Ayli”

Mata Ayli menelisik menatap ada jajanan apa saja di sana. Setidaknya ada jajan yang bisa mengganjal perutnya dulu.

Saat sedang fokus menatap depan seseorang menabrak bahu kanannya tidak sengaja.

“Aduh” keluh Ayli mengusap bahunya.

“Eh maaf ya, saya enggak sengaja” ucap orang itu.

Ayli mendongak dengan wajah kesalnya tanpa bersuara ia memilih pergi begitu saja, meninggalkan orang yang menabraknya terdiam.

“Bang sotonya satu eng-“

“Enggak pakek koya kan neng, hehehe” sahut si abang soto yang sudah hafal dengan Ayli.

Ayli mengangguk tanpa senyum. Sikap bodo amatnya mode on saat diluar rumah.

Dengan kesal Ayli memilih makan soto saja. Ia duduk di kursi yang tersedia diam menunggu. Ayli tidak terbiasa membawa ponselnya saat keluar.

“Hai, boleh duduk sini?” suara seseorang menyapa telinga Ayli.

Ayli menoleh menatap pria yang tadi menabraknya. Pria itu tersenyum.

“Maaf ya soal tadi, oh iya kenalin nama aku Kaivan” pria yang ternyata Kaivan itu mengulurkan tangan pada Ayli.

Ayli memalingkan wajahnya, tidak peduli dengan pria disampingnya yang masih berdiri itu.

Kaivan yang melihat sikap cuek cewek di depannya hanya tersenyum dan menarik uluran tangannya. Dan memilih duduk di samping cewek yang belum ia ketahui namanya.

“Bang soto satu gak pakek koya ya” pesan Kaivan yang tanpa sengaja sama seperti Ayli.

“Siap mas, ditunggu ya” sahut abang soto.

Ayli sendiri tidak peduli yang penting sotonya datang, makan dan pulang.

“Kamu suka makan soto di sini?” tanya Kaivan mencoba bicara pada Ayli.

Ayli? Tentu diam menatap abang soto yang asik meracik untuk para pelanggan.

“Maaf ya tadi karena keasikan main ponsel jadi nabrak kamu” jelas Kaivan yang lagi lagi di diami.

“Permisi neng, ini pesanannya abang buatin special buat eneng” canda abang soto sambil menyodorkan mangkuk berisi soto.

Ayli mengangguk dan mulai meracik soto dengan sambal dan kecap.

“Eh mas Kaivan toh tadi? Udah lama enggak ketemu, sehat mas?” Sapa abang soto yang ternyata mengenal Kaivan. Ya jelas Kaivan kan langganan si abang soto tiap pulang ke Indo.

“Iya bang, alhamdulillah sehat bang. Abang sendiri makin laris ya, sotonya boleh Kaivan makan?” ucap Kaivan dibalas cengiran.

“Eh iya, ya ampun gustii maap ya mas saya sampai lupa. Ini nih soto tanpa koya sama kek si eneng gelis tapi cuek kek bebek hehe” canda abang soto melirik Ayli yang asik makan.

“Makasih bang” ucap Kaivan.

“Selamat di nikmati sotonya ya” pamit abang soto.

Kaivan pun mulai menyantap sotonya, sesekali melirik cewek di sampingnya. Ia berpikir bagaimana caranya agar tau nama si cewek cuek bebek seperti kata abang soto.

Ayli bangkit selesai menghabiskan sotonya dan beranjak untuk membayar di ikuti Kaivan yang lebih dulu menghabiskan sotonya, tapi setia menunggu si cewek cuek bebek.

“Totalnya dua puluh ribu neng masih harga sama kog” canda si abang soto.

Ayli merogoh saku trainingnya, ia terkejut saat menyadari tidak membawa dompet. Ayli teringat dompat yang masih di atas nakas. Ceroboh!

Kaivan yang peka akan tingkah Ayli pun menyodorkan uang tunai berwarna biru pada abang soto.

“Sotonya dua ya bang sama punya si eneng cuek bebek, kembaliannya ambil aja bang.” ucap Kaivan sambil tersenyum.

Ayli menatap kesal pria di sampingnya itu, ia merasa dikasihani saat ini dan itu membuatnya ingin marah. Tanpa mengucapkan terima kasih Ayli pergi begitu saja.

“Yah si eneng malah pergi gak bilang makasih lagi” ucap abang soto.

“Gak papa bang, ya udah saya pulang dulu ya bang” pamit Kaivan menyusul si cewek cuek bebek.

Tapi saat Kaivan mencarinya sudah tidak ada.

“Si cuek bebek ya? See again” gumam Kaivan menunduk tersenyum.

...****...

.

.

.

.

...Kaivan & Ayli...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!