Pagi hari yang suram

Pagi harinya ...

"Rindu, ayo kita jalan-jalan," pinta Erin yang sejak tadi sudah membangunkan sang gadis tetapi tidak kunjung membuka matanya.

Erin sampai lelah mengeluarkan suara untuk membangunkan sang teman yang sudah seperti kebo saja saat tidur.

Dia merasa jika sang teman sudah menyerupai kebo saja.

"Heh! Rindu! Ini sudah jam berapa? apakah kau lupa dengan segala ritual dalam kehidupan di pagi hari?" tanya sang teman yang mencoba mengingatkan bahwa Rindu masih hidup di alam dunia dan tidak bisa tidur seperti itu.

"Hem ... aku masih mengantuk kau tahu?" ucap Rindu lirih.

Dia merasa segala sesuatunya sangat masuk akal karena sang teman sedang dalam masa berkabung oleh karena ayah dan ibu Rindu dalam masa-masa sulit.

Perceraian antara dua orang yang semula saling mencintai membuat situasi menjadi tidak menentu.

Erin juga paham jika menjadi seorang korban broken home, sungguh menyiksa batin.

"Rin, aku tidak mau kuliah. Aku malas," ucap Rindu dengan isak tangisnya.

Gadis itu masih belum menerima jika dia akan menjadi seorang gadis dengan ayah dan ibu yang berpisah, lalu memiliki orang tua ganda yang entah siapa mereka.

Rindu terlalu kesal dengan apa yang ada sehingga, dia malas melakukan aktifitas hari ini.

Boro-boro mandi. Cuci muka saja malasnya minta ampun.

"Ya sudah, terserah kau saja."

Erin yang sudah kehilangan akal mencoba untuk mencari jalan lain yang bisa membuat sang sahabat bersemangat lagi.

Dia terlihat keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang tamu.

Erin segera menghubungi si tengil.

"Bro, telepon si Rindu," pinta Erin.

"Tadi malam aku sudah menelponnya, tetapi tidak ada balasannya. Aku juga sudah mengirim pesan padanya, tetapi tidak ada yang direspon."

Rasta sepertinya sudah putus asa, dia menyerah saja.

"Aku akan memberikanmu imbalan, kau harus setuju."

"Apa? apa kau mau memberikan aku uang segunung? atau uang dengan jumlah banyak lainnya? kau akan apa?"

"Kau boleh jadikan dia kekasihmu jika kau bisa."

"Haha, malas rasanya saat memperhatikan seorang gadis yang masa bodoh seperti itu," ucap Rasta agak kesal.

"Ya itu adalah tantangan bagimu, dia itu gadis cantik yang pernah aku kenalkan padamu, entah kau masih ingat atau tidak."

"Haha, aku tidak terlalu suka gadis cantik."

"Dih, sok banget. Sombongnya."

"Haha, aku setuju dengan kata-katamu tetapi saat dia jatuh cinta, kau harus memberikan aku satu hadiah lagi."

"Wee! kok nglunjak?"

"Ini adalah negosiasi."

"Kau mau apa dariku?"

"Aku ingin bertemu si Alpa."

"Ya Tuhan, keinginan macam apa ini?"

"Ini adalah keinginan seorang gadis dengan segala hal yang akan membuatmu akan luluh."

"Oh, adikmu?"

"Iya, dia sangat suka Alpa, siang ini dia akan datang ke rumahmu bersama asistenku. Entah kenapa si Mia lebih suka Alpa daripada kucing di rumah. Alpa terlalu istimewa kah?"

"Haha, tentu saja, Alpa sangat istimewa dan kucingku sangat bersih. Kau datang saja kemari kalau mau, bilang saja kau temanku."

"Tidak asik kalau bertemu langsung, dia bisa ingat wajahku dan malas bertemu. Padahal kan kita satu kampus, aku akan menjadi pria yang lebih misterius dan membuatnya menjadi gadis yang tergila-gila padaku."

"Ya terserah kau saja, sorry aku harus pergi ke kampus. Aku tutup teleponnya."

"Ya."

Satu jam kemudian ...

Setelah sang sahabat pergi ke kampus, satu jam selanjutnya si gadis baru saja bangun dari tidur lelapnya.

Namun, satu hal yang menyebalkan kembali hadir.

Panggilan telepon tiada henti membuatnya menjadi orang yang suka marah-marah.

"Siapa sih orang ini, ngeselin amat," ucap Rindu yang tidak tahan dengan seorang pria yang sejak tadi melakukan panggilan telepon terhadapnya.

Selain berisik, membuat Rindu mudah emosi.

Dia bertekad untuk menghadapi sang penelpon yang sudah membuat dirinya dalam kesulitan pagi ini.

"Halo? siapa kau! apa masalahmu terhadapku?" tanya sang gadis.

Geram rasanya melihat seorang pria yang tidak dikenal, tiba-tiba saja melakukan hal semacam ini.

"Cantik, aku tahu kau sangat cantik. Tidak perlu marah-marah," ucap pria yang sangat menyebalkan di ujung panggilan telepon.

"Kau tidak perlu basa-basi, maksudmu apa selalu mengangguku?" tanya Rindu dengan nada bicara yang penuh kekesalan.

"Aku sangat ingin mengenalmu. Aku tahu menjadi korban broken home itu sangat menyedihkan, tapi tidak harus membuat kita menjadi terpuruk," ungkap pria itu.

"Kau terlalu sok tahu mengenai kehidupanku!"

Rindu dalam mode kesal tingkat tinggi, dia sama sekali tidak bisa mentolerir seorang pria yang sudah menganggu dirinya.

"Aku hanya ingin kita bertemu dan mengobrol, apakah begitu sulit bagimu melakukan semua itu?" cetus sang penelpon.

"Haha, oke. Bye! kau sama sekali tidak paham jika aku kesal padamu!"

Rindu mengambil simcard dari ponselnya, kemudian menghancurkannya.

"Ini akan lebih baik, aku tidak akan berhubungan dengan orang tua yang egois serta orang asing yang sok tahu itu."

Rindu cukup tenang dengan apa yang ada di dalam hatinya

Dia tidak akan membiarkan rasa sakit hati itu berlarut, Rindu mencoba untuk segera melakukan ritual mandi agar badannya lebih segar.

Sang gadis beranjak dari ranjang lalu berjalan menuju kamar mandi.

Dia mulai melakukan ritualnya.

...

Sedangkan di rumah sang penelpon..

"Haha, astaga, aku baru tahu ada gadis aneh dengan seribu kemustahilan. Siapa yang berani menolak Rasta? aku ini tampan, sangat mudah bergaul. Gadis yang terpikat padaku banyak. Oh, mungkin ini karena dia belum melihat wajahku yang super tampan ini, jadi gadis itu sok jual mahal. Oke, kita akan lihat bagaimana cara Rasta membuat gadis keras kepala yang katanya cantik itu akan bertekuk lutut denganku."

Saat dia berada di dalam kamar, pintu kamarnya ada yang mengetuk.

Rasta segera membuka pintu.

"Kak, ayo ke rumah Kak Erin. Aku mau lihat Alpa," ucap si bocah yang merupakan adik dari Rasta.

"Anak kecil selalu membuat aku kerepotan. Bukannya Gery mau mengantarmu?" tanya Rasta.

"Paman Gery sedang ada pekerjaan. Mama bilang ada urusan dengan Paman Gery," jawab bocah kecil itu.

"Hadeh, mama ada-ada saja. Bukannya ada yang lain, kenapa harus Gery. Gery itu asistenku."

Rasta terlihat tidak senang dengan sikap sang mama, dia menelpon mamanya.

"Ma? mama ada dimana?"

"Mama sedang ada di luar kota. Papa bilang harus ada asisten ketika pekerjannya repot. Papa butuh mama dan Gery."

"Asisten kan banyak, kenapa harus Gery?"

"Gery yang paling siaga, asisten mama sedang cuti."

"Ya ya ya, sudahlah."

"Kau marah?"

"Tentu saja, aku ingin pergi ke rumah temanku dan harus menemani bocah usil ini pergi mengunjungi Alpa."

"Haha ... Alpa, kucingnya Erin?"

"Iya, diamlah ma. Ngeselin banget," ungkap Rasta sambil menutup panggilan telepon itu tiba-tiba.

Saat dia ingin menghindar, sang adik terus menarik bajunya.

"Berangkat sekarang?"

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!