Sang putra keluar dari Cafe itu, nyonya Heni menyambut dengan senyuman manisnya.
"Ibu bangga padamu karena memiliki satu prinsip yang sangat tegas, apalagi kau adalah seorang pria pantas menjadi orang yang tidak plin-plan!"
Nyonya Heni memeluk tubuh sang putra dengan erat, dia menahan tetesan air mata itu demi harga diri yang sudah terinjak teramat sakit.
Nyonya Heni segera meminta putranya untuk naik ke atas motor lalu pergi meninggalkan cafe itu.
Cafe di mana menjadi tempat seorang pria tidak memiliki tanggung jawab terhadap mereka berdua.
Sepanjang perjalanan menuju rumah, Sang ibu tidak mengatakan sepatah katapun karena merasa kehilangan yang sangat dalam.
Dia teringat akan masa lalunya, dia memang sudah merelakan dan terlihat sangat membenci orang yang sudah meninggalkan keduanya ketika dalam kesusahan.
Namun nyatanya, jalan menuju move on tidak terlalu mulus.
"Ibu benar-benar sudah melupakan ayah?" tanya Gio mencoba untuk mengulik tentang apa yang dirasakan oleh sang ibu.
"Cih, bagaimana bisa aku mengingat orang yang telah melakukan kejahatan terhadap kita? Aku tidak ingat, dan sangat tidak mau ingat," jawab sang ibu dengan isak tangis yang merana, terdengar isak tangis itu, membuat sang putra merasa bersalah telah mengatakan hal tersebut kepada seorang ibu yang tersakiti hatinya.
"Ibu hanya menutupi apa yang ada di dalam hati," batin nyonya Heni.
Sepanjang perjalanan menuju rumah, kedua orang itu diam.
Mereka berdua terlihat sangat menutupi perasaan masing-masing.
Ada rindu yang menggebu mengenai sosok ayah dan anak, serta suami dengan istri.
.
.
.
Sesampainya di rumah ...
"Kau masuk dulu, ibu mau ambil baju kotor di kos cewek, mereka sudah pesan sama ibu."
"Ih, mereka itu selalu seperti itu dan membuat onar, bagaimana bisa menyuruh orang tua?"
Sang putra kesal, dia ingin menggantikan sang ibu mengambil baju kotor itu.
"Ya terserah kau saja, ibu kan hanya bekerja sesuai dengan kemampuan ibu. Mereka juga baik, sering kasih uang lebih sama ibu."
Sang ibu tidak masalah tentang hal ini. Dia merasa baik-baik saja dan tidak ada masalah tentang anak-anak kos yang selalu meminta nyonya Heni mengambil baju kotor.
"Ibu istirahat saja."
"Iya."
Nyonya Heni dan sang putra masuk ke dalam rumah.
"Sebelum berangkat, makan dulu Gio," ucap sang ibu.
"Iya, nanti kan bisa."
"Jangan nanti, ibu tidak kau menunda sarapan."
"Iya."
..
Meja makan ...
Setelah selesai mengganti baju, sang putra berjalan menuju meja makan,
"Ibu sudah siapkan makanan kesukaanmu, cumi goreng dan sambal terasi."
Nyonya Heni terlihat duduk dan menikmati masakannya, sedangkan sang putra masih teringat akan wajah ayah yang selama ini telah membuat luka di dalam hatinya.
"Ibu, sebenarnya ayah itu orangnya seperti apa? di mau membayar sekolahku dan mengajak aku tinggal bersamanya. Bukannya dia baik?" tanya Gio mencoba melihat sang ayah dari perspektif berbeda, karena selama ini dia hanya mendapatkan informasi tentang kejelekan sang ayah, selain itu tidak ada lagi.
"Ibu sedang malas membahas luka lama, nanti ibu akan menjelaskan segalanya. Kenapa ibu sangat benci kepada semua orang yang berhubungan dengan ayahmu saat ini, mereka telah jahat pada kita."
Sang ibu ternyata masih terus keukeuh dengan apa yang menjadi kenyataan yang sebenarnya, hanya saja dia tidak mau memberikan informasi lainnya.
Dia takut kehilangan sang putra.
"Kau makan lah, jangan bahas ayahmu lagi, karena hanya akan membuat masakan menjadi busuk."
"Baik bu."
"Untuk sementara, sang putra mengikuti apa yang sudah diucapkan oleh ibunya, tapi suatu saat nanti, sang putra akan mencari tahu kebenarannya.
Sepuluh menit berlalu, sang putra pamit untuk mengambil baju kotor.
"Bu, aku berangkat dulu," pamit sang putra.
"Ya, hati-hati di jalan."
Gio langsung tancap gas menuju sebuah tempat kos cewek yang ada di dekat rumahnya.
Biasanya penghuni kos adalah orang-orang yang berada jauh di luar kota dan tinggal di sana.
Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya, jadi langsung bisa sampai di tempat kos itu tepat waktu.
"Cucian kotor!"
Teriak Gio seperti biasanya ketika mengambil cucian dari kos cewek itu.
Ketika ada seorang gadis yang keluar dari kos-kosan itu, Gio terkejut.
"Gio?"
"Cleo?"
"Kenapa kau ada di sini? Bukannya tadi kau ikut dengan murid itu?"
"Oh, iya. Dia mengantarku sampai di kos ini. Tunggu, kau tadi memperhatikan aku?"
"Tidak, hanya saja aku tidak sengaja melihatmu bersama murid itu."
"Oh, maaf kau anaknya pemilik laundry?"
"Iya, kau baru di sini?"
"Iya, aku pindahan dari luar kota. Murid laki-laki yang mengantarku itu hanya teman."
"Baguslah!"
"Apa?"
"Tidak apa-apa."
Entah mengapa Gio merasa senang karena sang gadis masih jomblo.
Masih ada kesempatan untuknya mengambil hati Cleo.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments