"Ibu, Minah minta tolong jangan bilang seperti itu pada Mila. Dia nggak tahu soal itu. Tidak ada anak yang salah, ini kesalahan saya dan Rohim, jadi tolong, Bu. jangan ikut campur urusan rumah tangga saya." mohon Aminah pada ibunya.
"Yang seperti ini gampang di kibulin. Ibu seperti ini juga karena ibu sayang sama kamu. Selama ini ...."
"Selama ini aku yang menjadi kedua bagi mereka. Kalau saja ibu tidak memaksa kak Rohim menikahiku. Kalau saja ..."
"Cukup! ibu tidak mau kamu mengungkit hal itu lagi." Nenek Seruni meninggalkan kediaman putrinya.
Sarah mendengar neneknya menutup pintu sangat keras. Gadis 20 tahun itu menemui ibunya. Tampak Bu Aminah habis menangis.
"Bu," Sarah mendekap ibunya.
"Kakakmu bagaimana, Sarah?"
"Kak Mila tertidur, Bu. Sepertinya dia syok sekali. Sebenarnya, apa benar yang di bilang nenek?"
"Enggak, Sarah. Kalian bertiga anak ibu."
"Maafkan ibu, nak. Ibu belum bisa menceritakan soal kakakmu." batin Bu Aminah.
"Sarah, ibu mau bicara."
"Soal apa, Bu?"
"Soal Anjas dan Rudi." kata Bu Aminah.
Sarah hanya mendengus kecil. Dia juga bingung soal hal itu. Jujur dia juga Jenuh pada hubungannya dengan Rudi. Tapi untuk move on, nggak harus sama kakaknya juga kan? seperti tidak ada lelaki lain saja. Walaupun dulu dia juga sempat suka sama Anjas.
"Bu, sekarang Sarah hanya memikirkan kuliah dulu. Tidak memikirkan soal pernikahan. Rudi tahu kalau kami harus lebih giat lagi kuliahnya. Sarah rasa dia juga belum mau nikahi aku, bu. Rasanya nggak tepat saja kalau nanti Sarah harus menerima Anjas. Sementara kak Mila terluka."
"Walaupun sebenarnya aku juga suka sama kak Anjas." batin Sarah.
"Ibu, senang kamu bisa berpikir positif melihat hal ini. Ibu sudah tidak respek sama keluarga Anjas. Bagaimana dia bicara seperti itu di depan kakakmu dan juga di depan kita keluarganya. Anjas juga tidak membela Mila atau datang lagi menyelesaikan masalah ini."
"Bu, Sarah mau siap-siap. Sebentar lagi mau ke kampus."
Sarah masuk ke kamarnya untuk mengganti baju. Mila sudah tidak ada di kamar adiknya. Sarah tidak terlalu mencari kemana sang kakak. Toh, kakaknya sudah sangat dewasa dan tidak perlu terlalu di cemaskan.
"Kak Mila mana?" tanya Sarah pada Lala yang sedang di dapur.
"Ke tempat kak Eva." jawab Lala sambil menyeruput susu coklat.
"Oh," Sarah langsung pamit pergi ke kuliah.
Sampai di kampus, Sarah langsung turun dari angkot hijau B2. Angkot yang menjurus ke areal kampus universitas Bengkulu di bagian belakang. Untuk area daerah kandang limun memang termasuk ramai.
Kampus induk Universitas Bengkulu (Unib) berlokasi di jalan Kandang Limun. Di lokasi yang akrab di telinga masyarakat setempat sebagai kawasan Unib belakang ini berdiri kokoh dua gerbang. Gerbang masuk bertuliskan huruf Universitas Bengkulu yang sangat besar adalah pintu utama menuju kampus ini. Sementara di sekitar gerbang belakang akan menemukan jejeran kios fotokopi dan tempat makan.
"Kenapa tidak hubungi aku ketika mau ke kampus?" Sarah kaget saat mendengar sapaan dari belakang.
"Ya Allah, Rudi. Kamu bisa nggak nyapa dulu?"
"Aku tadi dah nyapa kamunya diam saja. Mikirin apa? kak Anjas?"
"Apaan, sih kamu?"
"Kamu yang apaan semenjak di lamar kak Anjas kamu jadi jauhi aku."
"Aku nggak dilamar, Rudi. Kak Mila yang ..."
"Tapi ibuku maunya kamu yang jadi mantunya."
"Jadi? kamu maunya apa?"
"Entahlah, aku mau nya kamu menolak mereka. Karena aku sangat mencintaimu. Tapi kalau kamu mau menerima mereka. Kita selesai." Jawab Rudi.
"Oke, kita selesai." Sarah pergi meninggalkan Rudi di gedung belajar dua.
Seminggu kemudian
Selama bumi masih berputar dan kita masih bisa bernapas barangkali tidak ada satu pun dari kita yang siap dengan kehilangan ataupun terbiasa dengan duka. Kehilangan merupakan kata atau sesuatu yang sebisa mungkin kita hindari. Sesuatu yang tidak ingin kita alami.
Tapi apa daya, manusia tidak bisa memilih apa yang akan terjadi pada dirinya. Kehilangan kekasih, kehilangan sahabat ataupun kehilangan keluarga dekat tidak pernah menjadi menyenangkan. Semuanya tetap sama.
Meninggalkan luka yang berbekas di hati dan pikiran.Kematian merupakan salah satu takdir dari Allah yang akan dialami oleh setiap makhluk yang hidup termasuk manusia.
Kehilangan yang pertama tentunya masih bisa kita tolerir. Kita masih bisa melakukan upaya untuk mengembalikan kepada dirinya yang semula. Paling tidak apa yang berubah dari dalam dirinya dapat kita maklumi sedikit demi sedikit.
Tanpa penghakiman tentu saja. Namun bagaimana halnya jika kita harus merasakan kehilangan yang mengharuskan kita menerima kenyataan bahwa kita tidak bisa lagi bertemu, mengobrol, bercerita ataupun mencicipi masakan yang ia buat. Sedih dan duka mendalam. Barangkali tidak ada kata lain.
Kematian adalah takdir seluruh makhluk, manusia ataupun jin, hewan ataupun makhluk-makhluk lain, baik lelaki atau perempuan, tua ataupun muda, baik orang sehat ataupun sakit.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran : 185).
Bendera kuning sudah berkibar di depan rumah Bu Aminah. Tampak para warga sudah memenuhi kediaman ibu Aminah. Beberapa orang memakai baju putih dan baju hitam. Nenek Seruni terus saja menangis sosok di balik selendang jenasah. Bukan saja nenek Seruni, kedua anak Bu Aminah Lala dan Sarah juga menangisi kepergian ibunya.
Hanya Mila yang mencoba kuat. Dia bisa saja menumpahkan air matanya. Hanya saja Mila berusaha tegar. Di pandangi kedua adiknya yang masih bersedih. Mila duduk di samping jenasah ibunya. Membaca surat-surat ayat suci Al-Qur'an.
"Ini semua gara-gara kamu, Mila. Aminah sudah kuat menerima anak seperti kamu. Tapi kenapa kamu selalu membuat Aminah kesusahan. Kamu memang pembawa sial." batin nenek Seruni.
"Aku janji akan menjaga kedua adikku,bu. Aku janji akan membawa mereka menjadi anak yang sukses dan membanggakan ibu.Mila minta maaf kalau selama ini banyak menyusahkan ibu." kata Mila sambil mengusap kain pembungkus sang ibu.
Setelah berbagai proses akhirnya bu Aminah di makamkan di TPU Merawan. Semua pelayat memenuhi area pemakaman. Mendoakan bu Aminah agar di lapangkan kuburnya. Mila masih duduk di dekat gundukan tanah merah. Air matanya yang tadi tertahan kini dia tumpahkan.
"Kak Mila ayo, kita pulang." ajak Lala.
"Biarkan saja. Kalian pulang sama nenek." Nenek Seruni menarik Lala meninggalkan Mila sendirian di pemakaman.
"Tapi, Nek,"
"Nenek bilang pulang. Mila itu sudah besar, sudah tua umurnya. Mau dia pulang atau tidak itu bukan urusan kita."
"Lala pulang duluan, kakak masih mau disini sama ibu."
*
*
*
Maaf ya part nya masih sedih. Tapi nanti bakal ada kebahagiaan untuk Mila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Luh Somenasih
kasihan mila thor..
2024-04-02
0
ZasNov
Kasian Mila.. Sekarang sudah tidak ada lagi yang membela dan melindunginya dari kebencian sang nenek..
2023-06-06
0
ZasNov
Ya ampun, selalu aja Mila yang disalahin. Ga kasian gitu sama anaknya yang baru meninggal.. 😭😭
2023-06-06
0