POV RUDI
Aku memutar balik motorku untuk pulang ke rumah papaku. Sepanjang perjalanan terngiang di dalam pikiranku kata kak Mila tentang keluarga Anjas mau melamar Sarah. Yang aku pikirkan kenapa Anjas diam saja, bukankah dia tahu kalo Sarah itu pacarku.
"Tumben kamu pulang," sapa Anjas saat menyambutku di depan pintu.
"Tega kamu, ya."
"Apaan sih Lo!"
"Kamu tau kan kalau Sarah itu pacarku"
"Iya tau, terus! Kamu mau marah karena soal lamaran itu. Sarah kan nolak. Harusnya kamu seneng dong"
Aku terdiam, benar juga kata kak Anjas. Bukankah Sarah menolak. Tapi kenapa Sarah tidak cerita padaku.
"Kakak tidak menemui kak Mila" tanyaku
"Untuk apa?"
"Minta maaflah. Secara tidak langsung kamu sudah menyinggung perasaannya. Perempuan mana yang tidak sakit saat lamaran calonnya malah ngelirik adiknya."
"Bukan aku Lo. Tapi ibu yang langsung suka sama Sarah."
" Kenapa tidak melanjutkan lamaran? atau jangan-jangan kamu juga suka sama Sarah.
" Kamu ini nanya udah kayak polisi aja?"
" Haruslah. Kamu tau nggak aku dan Sarah pacaran sudah sejak SMA. Apa kata orang nanti kalo calonku di serobot kakakku."
"Tapi kalo nantinya Sarah lebih milih aku daripada kamu, gimana? "
"Nggak akan, aku kenal Sarah, dia bukan tipe mudah pindah ke lain hati."
"Lo bukan tuhan, kalo tuhan berkehendak dia bisa membolak-balikan perasaan manusia."
" Busyet, jangan-jangan bener nih dugaan gue. Lo ada rasa sama Sarah. Kalo Lo suka sama Sarah kenapa macarin kakaknya."
" Abis nunggu Lo putus ma Sarah zonk banget"
Suara Anjas ngakak keras sekali. Aku menimpuk kepalanya pake sendal.
****
Setelah satu minggu bu Aminah di rawat di rumah sakit. Bu Aminah akhirnya diperbolehkan pulang, menurut dokter kondisi Bu Aminah sudah lumayan. Biaya pengobatan yang besar di bantu sama Ayuk Maida.
Mila duduk di samping ibunya bernama Lala mereka menyiapkan barang keperluan ibunya. Kalau Sarah? Dia dirumah membereskan untuk menyambut kepulangan ibu Aminah. Tiga dara cantik itu saling bahu-membahu membantu sang ibu.
Beberapa hari sebelumnya, keluarga Anjas kembali mendatangi kediaman Nenek Seruni. Tentu saja melamarkan Sarah untuk putra sulungnya. Padahal saat ini Bu Aminah masih di rawat. Mereka sempat menawarkan biaya rumah sakit untuk ibu mereka. Mila menolak uluran itu. Mila merasa mereka baik ada maunya. Bukan ikhlas membantu.
Sejak kejadian malam lamaran itu, Anjas belum ada menemui dirinya. Bicara empat mata atau apapun itu. Sejak saat itu, Mila merasa hubungan mereka sudah selesai. Dia tidak mau mengemis pada lelaki yang tidak gentleman seperti Anjas.
"Mila, ibu tau perasaanmu masih sedih soal lamaran itu"
"Nggak kok buk, aku udah iklas. Ya, berarti Anjas bukan jodohku."
"Alhamdulillah, nak. Apa rencanamu selanjutnya."
"Nggak ada, bu."
"Soal kursus itu ....."
"Nanti aja di bahas, Bu." Kilah Mila.
Bohong banget aku iklas,bu. Sakit banget, rasanya.
"Nak kalo nanti ibu nggak ada tolong jaga adik adikmu, ya"
"Ibu ngomong apaan sih. Ibu kan sekarang sudah sehat."
"Maafin, ibu ya. Ibu belum bisa menjadi ibu yang baik buat kalian bertiga."
"Kok ibu ngomong gitu sih. Ibu itu adalah ibu yang paling baik sedunia. Aku ke dapur dulu, ya."
Mila menunju ke dapur. Melihat kedua adiknya bahu membahu menyiapkan sarapan pagi. Mila senang melihat Suasana pagi kedua adiknya akur. Padahal Lala paling segan di dekat Sarah.
"Nah gitu dong itu baru adik - adik kakak."
"Maafkan kakak ya soal waktu itu"
"Nggak papa kak, aku ngerti kok"
Saat mereka sedang bersantai ria di dapur, terdengar suara mengucapkan salam di depan pintu. Tentu saja itu suara nenek Seruni.
"Assalamualaikum "
"Waalaikumsalam. Masuk nek." Sapa Sarah.
Mereka menyalami nenek secara bergantian. Meskipun nenek rada gimana pada Mila, tapi dia menerima uluran salam dari cucunya itu. Setelah itu nenek masuk ke kamar ibu Aminah. Terdengar mereka bicara tegang.
"Jika terjadi sesuatu padaku, aku titip anak-anak, Bu."
"Kedua cucuku itu pasti"
"cucu ibu kan tiga" kata Bu Aminah.
"Sakit hati ku kalo ingat bapaknya, nak."
"Tapi kenapa ibu tidak sakit hati dengan kedua adiknya, mereka dari ayah yang sama."
Mila menebak bakal ada perdebatan lagi. Dia meminta Lala masuk kamar. Sementara Mila dan Sarah menguping pembicaraan dua wanita paruh baya itu. Sengaja tidak melibatkan Lala karena adiknya masih kecil. Tidak baik juga kalau anak sekecil itu mendengar pembicaraan kedua orangtua tersebut.
"Kita masuk saja, kak. Takutnya ibu malah semakin drop kalau dibuat nenek seperti itu." usul Sarah.
"Oke," Mila dan Sarah pun masuk ke kamar. Berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu sama sang ibu.
"Kenapa, nek? sebegitu bencinya nenek sama aku?"
"Karena kamu anak Rohim? melihatmu saja sudah membuat aku semakin benci sama Rohim."
"Aku rela, nek, mencium kaki nenek melakukan apapun asalkan nenek sayang padaku."
"Kak Mila, buat kakak begitu. Buat apa kakak begitu dengan orang yang cuma mikir ego nya saja. " Suara Sarah saat melihat Mila bersujud di hadapan nenek.
"Ibu kenapa bilang mau menitipkan kami, ibu mau kemana, apa ibu tidak sayang pada kami. " Suara Sarah mulai serak seperti mau nangis.
"Setiap nenek datang ke rumah ini pasti ada pertengkaran, kenapa nek, kenapa? Apa nenek tidak takut kalo ini bisa bikin trauma bagi Lala."
"Kenapa bawa Lala. Nenek tidak suka Mila. DIA BUKAN KAKAKMU!"
'IBU!" Pekik bu Aminah.
Deg! Mila kaget mendengar ucapan neneknya. Rasanya kepalanya bagai di hantam batu besar. Sesak terasa di dada. Iyakah dia bukan anak ibunya? lalu dia anak siapa?
"Kakak!" Sarah menahan tubuh Mila yang hampir ambruk. Antara sadar dan tidak sadar Mila masih mendengar suara neneknya yang menyebut dirinya drama queen.
"Sarah bawa kakakmu ke kamarmu dulu. Nanti ibu jelaskan sama kalian." titah Bu Aminah.
Sarah menuntun Mila ke kamarnya. Lala melihat sang kakak seperti sedang bersedih. Gadis muda usia 12 tahun itu mendekati Mila, ingin tahu apa yang dialami sang kakak.
"Kakak jangan dengarkan ucapan nenek. Kakak kam tahu sendiri kalau nenek mulutnya nggak pernah di filter. Kakak tetap saudara kami." ucap Sarah pada Mila.
"Nenek bilang apa, kak Sarah? sampai kak Mila seperti ini." tanya Lala.
"Nanti biar ibu saja yang jelaskan." kata Sarah.
Mata Mila masih menerawang ke langit dinding. Pikiran masih berputar pada ucapan neneknya. Sekarang dia yakin kenapa nenek Seruni benci padanya. Karena dia bukan cucu kandungnya, berarti bukan anak ibu Aminah. Jika dia anak ayahnya, lalu siapa ibu kandungnya? Mila hanya bisa meratapi nasibnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
maaf baru sempat mampir di sini 😍
2023-06-22
0
ZasNov
Apa benar Mila berbeda ibu dengan Sarah dan Lala.. 😣
2023-06-06
0
ZasNov
Hmm, jadi gitu..
Anjas selangkah lebih maju, karena langsung dilamarin ibunya ke Sarah..
Curiga Sarah bakalan pindah ke Anjas nih..
2023-06-05
0