Happy reading ....
Pekikan riang anak-anak yang bermain air di kolam renang terdengar saling bersahutan. Amar yang merasa kesal pada Zein yang menolak diajak berlomba sedang menyirami sang kakak dengan menggunakan tangannya.
Zein yang awalnya memilih memandikan barbie bersama Fatima pun membalas Amar. Pada akhirnya, tawa mereka menggema di kolam itu. Kolam renang yang sengaja dibuat Salman untuk menyenangkan mereka.
**
"Kok melamun, Sayang?" tanya Maliek sambil mencium pipi Meydina.
Meydina tersentak dan tersenyum tipis sambil mengusap pipi Maliek yang memeluknya dari belakang. Semua tinggal kenangan. Keceriaan ketiga anak itu sudah tak ada lagi. Mereka kini telah dewasa. Ketiga anaknya telah memiliki dunianya sendiri.
Hanya Amar yang tinggal bersama Maliek dan Meydina. Setelah menyelesaikan pendidikannya di London, Amar langsung menempati posisi yang semula ditempati Maliek di Bramasta Corp.
Zein kini tinggal di New York. Sedangkan Fatima, tinggal di London bersama kakek dan neneknya. Fatima membangun karir di sana. Anak gadis Maliek itu mengikuti jejak Amiera yang menggeluti dunia fashion dan mendirikan sebuah butik yang mulai memiliki nama.
"Kakak kok lama ya, Pi?" tanya Meydina pelan.
"Arka yang jemput, 'kan?" tanya Malik dan diangguki Meydina.
"Jangan-jangan Arka lupa, Mi. Dia kalau udah main oli lupa segalanya." Maliek terduduk di samping Meydina, menghadap pintu kaca yang memisahkan rumah itu dengan kolam renang.
"Enggak kok, tadi waktu mami nelpon Arka udah datang," sahut Meydina.
"Ooh, syukur deh."
"Pak Riky kapan ke sini, Pi?" tanya Meydina kemudian.
"Mungkin lagi di pesawat," sahut Maliek singkat.
Meydina tersenyum tipis mengingat sosok Mima yang cukup dekat dengannya. Bahkan putri Alena itu memanggilnya 'mami' seperti ketiga anaknya. Hal itu karena Mima sering menginap di rumahnya saat Fatima masih tinggal bersama mereka. Namun, sejak Fatima tinggal di London, Mima hanya sesekali main ke rumah itu dan tidak tentunya tidak menginap.
Suara motor Arka yang bising mengalihkan perhatian mereka. Meydina langsung bangun dari duduknya dengan senyuman yang lebar. Meydina menoleh pada Maliek yang mengangguk pelan. Setelahnya ia pun bergegas menuju ke bagian depan rumahnya.
"Mami!"
Meydina menatap haru pada Zein yang berjalan menuju padanya dari ambang pintu dengan kedua tangan yang direntangkan. Bayangan Zein kecil yang berlari menghambur padanya berkelebat begitu saja. Meydina tersadar saat merasakan Zein mendekap dan memeluknya sangat erat.
"Mami," bisik Zein. Meydina tersenyum sambil mengusap bagian belakang kepala Zein.
"Papi kira kamu lupa jalan pulang, Zein," seloroh Maliek sambil berjalan mendekati mereka.
"Nggak dong, Pi. Selama ada mami di rumah, kakak nggak mungkin lupa jalan pulang," sahut Zein.
"Si anak mami ... semua mami," sindir Arka yang melewati mereka sambil bernyanyi.
"Sirik, Lo," ujar Zein sambil melepaskan pelukannya pada Meydina, lalu menyalami serta memeluk papinya.
"Auntie, Arka lapar nih. Minta makan ya," ujar Arka sembari melangkah menuju ruang makan.
"Boleh dong, Sayang. Kakak juga belum makan, 'kan?" tanya Meydina pada Zein yang ditatapnya sangat lekat.
"Belum, Mi. Kakak lapar," sahut Zein manja sambil mengusap-usap perutnya.
"Kasihan anak mami. Ayo makan bareng Arka, Sayang." Meydina mengusap dada Zein yang bertingkah manja. Ia tahu putranya itu tidak benar-benar lapar. Namun begitu, Meydina meladeni tingkah Zein yang pastinya sudah sangat ia rindukan.
"Ayo," sahut Zein bersemangat sambil merengkuh pundak Meydina. Mereka meninggalkan Maliek yang tersenyum masam melihat kedekatan istri dan putranya.
"Kok gue serasa jadi nyamuk ya?" gumam Maliek sambil menggaruk tengkuknya. "Hei, Kalian! Kok papi ditinggalin? Awas ya," ujar Maliek sambil mempercepat langkahnya. Maliek menyela diantara Meydina dan Zein sambil merengkuh keduanya. Meydina mengulumkan senyum sambil mencubit gemas perut Maliek yang kemudian mengaduh tanpa bersuara.
Maliek terduduk di kursi yang biasa ditempatinya. Sedangkan Zein terduduk di sisi kiri Maliek, bersebelahan dengan Arka. Sementara itu, Meydina di sisi kanan suaminya, bersebrangan dengan Zein.
Arka dengan cueknya mendahului tuan rumah menyendok nasi beserta lauk pauknya. Tak ada yang keberatan akan hal itu kerena mereka sudah terbiasa dengan sikap putra Rendy dan Amiera tersebut.
"Tumben sedikit makannya, Ka?" tanya Meydina yang hendak menyendok nasi setengah menggoda keponakannya.
"Tenang Auntie, ini baru pemanasan," sahut Arka disela suapan.
"Kakak dulu, Mi," pinta Zein sambil menyodorkan piringnya.
"Papi dulu dong," timpal Maliek tak mau kalah. Maliek tersenyum manis pada Meydina yang meminta pengertiannya untuk mengalah kali ini saja dengan isyarat wajah. Tapi Maliek bersikeras dan tersenyum lebar saat Meydina memilih mendahulukannya.
"Ish, Papi," delik Zein.
"Yee makanya kamu nikah dong, biar ada yang melayani dengan sepenuh hati," ujar Maliek setengah menyindir.
"Apa hubungannya makan sama nikah?" gerutu Zein sambil menerima piring berisi nasi dari Meydina.
"Ya biar ada yang masakin, Kak. Gitu aja masa nggak ngerti," timpal Arka. Maliek mengangguk cepat pertanda menyetujui ucapan Arka.
"Kakak gini-gini juga bisa masak, Ka. Memangnya kamu," delik Zein.
"Ya kalau gitu biar ada yang ngelonin," imbuh Arka santai. Kali ini Maliek mengacungkan ibu jarinya.
"Emangnya baby di kelonin," timpal Zein datar sambil menyuapkan makanannya.
"Eh ini anak, nggak paham juga. Biar ada partner di ranjang, Zein. Bair nggak main solo terus, ngerti nggak sih?" ujar Maliek gemas.
"Idih, Papi. Nggak malu apa ngomong begitu?" tanya Zein datar.
Arka terkekeh pelan melihat ekspresi Maliek yang tertohok oleh ucapan Zein. Maliek merasa geram, tapi langsung diam saat menyadari Meydina membulatkan mata ke arahnya. Begitu juga Arka yang langsung mengatupkan bibir saat Meydina menoleh padanya.
"Papi benar, Kak. Sebaiknya kamu segera menikah. Biar ada yang ngurusin," ujar Meydina.
"Setuju," ujar Maliek dan Arka bersamaan sambil mengacungkan ibu jari mereka.
"Nikah sama siapa dong, Mi? Bosan deh, tiap pulang yang dibahas nikah lagi, nikah lagi," sahut Zein menggerutu.
"Jangan-jangan auntie udah punya calonnya nih buat Kak Zein. Anak teman mama ya?" todong Arka.
"Kalau dia anak teman Auntie Amie, buat lo aja. Selama ini nggak ada yang masuk kriteria gue. Silahkan lo ambil," ujar Zein pada Arka.
"Ogah. Aku belum mau nikah. Kalau aku nikah duluan, ngelangkahin tiga orang dong? Eh empat, sama Kak Queen," kilah Arka.
"Ya, biarin," delik Zein.
"Udah-udah, nggak usah ribut. Papi sama mami sudah memutuskan, malam ini kamu akan tunangan, dan bulan depan kamu menikah, titik," tegas Maliek.
"Enak aja. Memangnya Zein mau ditunangin sama siapa? Nggak bisa gitu dong, Pi. Mi ...," protes Zein yang diakhiri nada manja saat meminta pengertian Meydina.
Meydina bergeming dan memilih pura-pura tidak mengerti sambil menikmati makan siangnya. Melihat ibunya yang bersikap tak acuh, Zein terlihat mulai frustasi. Zein membulatkan matanya pada Arka yang sedang mengulumkan tawa.
Sementara itu di tempat lain ....
Riky dan keluarganya baru tiba di salah satu bandara yangvada di Jakarta. Mima terlihat masih kesal dan malas untuk melangkah. Riky merengkuh pundak Mima sambil sesekali mencubit gemas pipi putrinya.
"Udah dong marahnya, Sayang," bujuk Riky lembut.
"Kita mau dijemput Kakak Queen lho, dan kita juga mau ke resto. Katanya Auntie Laura udah nyiapin menu kesukaan kamu," timpal Alena yang berjalan di samping Mima.
"King ada di sana nggak?" tanya Mima.
"Ada," sahut Alena singkat.
"Oke, deh. Pi, solusi yang papi omongin itu maksudnya apa sih?" tanya Mima pelan.
"Oh, itu. Ya ... semacam syarat biar papi sama mami mengizinkan kamu kuliah di Amerika," sahut Riky santai.
"Syarat? Apa itu, Pi?" tanya Mima antusias. Mima menghentikan langkahnya dan bersiap mendengar ucapan Riky.
"Syaratnya ... kamu harus nikah dulu dengan calon yang udah papi-mami siapin untuk kamu," sahut Riky.
"Whats, nikah?" tanya Mima yang spontan memekik. Mima menoleh pada Alena yang mengangguk pelan sambil tersenyum.
"Bukan kita yang nyiapin, Pi. Mima kok yang bercita-cita jadi istrinya," ujar Alena santai.
"Istri siapa? Kapan aku punya cita-cita begitu? Nikah sama siapa sih?" tanya Mima dengan ekspresi wajah horor.
"Kakak Zein," sahut Alena.
"Apa? Si-siapa, Kak Zein? Kakaknya Kak Fatum itu, kan?" pekik Mima. Alena mengangguk pasti.
"Hah? Big No, Mami!" rengek Mima.
"Ssstt, kamu malu-maluin ah," tegur Alena saat menyadari sikap putrinya menarik perhatian orang yang berlalu-lalang di sana.
"Nanti aja kita bicarakan di mobil ya. Sstt, Mima sekarang udah besar. Udah mau kuliah, 'kan? Belajar malu, Sayang. Jangan merengek di mana aja," bujuk Riky pada Mima.
"He-em, kamu juga udah mau nikah," timpal Alena sekenanya.
"Mami gitu ih. Aku 'kan belum setuju," protes Mima kesal. Mima berjalan sambil menghentak-hentakkan kakinya.
Diam-diam Alena mengulumkan senyum melihat reaksi putrinya itu. Begitu juga dengan Riky. Malam ini, mereka akan mempertemukan dua insan dalam sebuah ikatan pertunangan.
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
❤muslimah❤
ya.. pke acara jodoh2
2023-06-12
0
piyak 🐣🐣
sosok Meydina emng luar biasa ya 👍👍👍
Mima bikin gemessss apalagi klo udh ktemu king 🤣🤣🤣🤣..masih inget pas ketiaknya king yng mulus, kata Mima "perawatan mas"🤣🤣🤣🤣
2022-11-15
0