Laila mematikan panggilan telepon tersebut dan langsung melompat turun dari atas tempat tidurnya. Tubuhnya yang sejak malam lemas, meriang dan sedikit hangat kini mendadak segar bugar.
Naima pun sampai terperangah, ia datang untuk menjenguk temannya yang sedang sakit, tetapi setelah melihat kelincahan Laila melompat seperti Spiderman, ia yakin Laila baik-baik saja. "Kamu mau kemana?" tanyanya saat melihat Laila membuka lemari pakaian.
"Proposal bisnis ku sudah di ACC, Firman mengajak ku untuk bertemu. Sudah ku duga mana ada pria yang bisa menolak ku." Ia terus mengotak-atik isi lemari mencari pakaian yang cocok. "Na, ini bagus tidak?"
"Hah kamu benar-benar serius akan menikah kilat?" Naima mendekat dan langsung menyentuh jidat Laila dengan punggung tangannya. "Kamu benar-benar sehat La?"
"Ih aku serius. Keputusan ku saat ini adalah keputusan terbesar yang pernah aku ambil selama terlahir ke dunia. Sekarang bantu aku pilih baju, bagus yang mana ini atau yang ini."
Naima menghela napas berat kemudian menunjuk dres sebatas lutut yang ada di tangan Laila. "Ini kayaknya. Setidaknya kamu harus tampil sopan di depan calon suami."
"Baiklah, kalau begitu aku mandi sebentar." Laila meletakkan dres merah muda itu ke atas ranjang lalu beranjak menuju kamar mandi.
Langkah baru kini ia ambil untuk sebuah masa depan yang masih abu-abu, tidak jelas tujuannya. Namun Laila berharap keputusannya saat ini akan membawa ia jauh dari kenangan pahit akan sebuah pengkhianatan.
~~
Mobil yang di kendarai Laila berhenti di halaman rumah sakit, tempat dimana ia dan Firman berjanji untuk bertemu. Sebelum masuk ia mencoba mengatur napas sambil merapikan rambutnya. "Kenapa dia minta bertemu di sini ya? ... Apa dia seorang dokter."
Saat tengah sibuk dengan pikirannya sendiri, pandangan Laila tiba-tiba tertuju kepada seorang pria yang melangkah kearahnya. "Waduh itu dia."
"Akhirnya kamu datang juga." Firman menyodorkan sebuah minuman kaleng untuk Laila. "Mihumlah, setelah ini kamu ikut saya masuk kedalam."
Laila meraih minuman kaleng itu dan langsung meneguknya. Firman seolah tahu kalau tenggorokan Laila kering karena terlalu gugup. "Ehm, terimakasih. Tapi kalau boleh tahu kenapa kita harus masuk kedalam rumah sakit, apa aku harus melakukan pemeriksaan keperawanan sebelum menikah dengan mu? Asal kamu tahu saja ya, aku ini masih segel dan be--"
Firman menempelkan botol minumannya tepat di bibir Laila. "Jangan suudzon, saya meminta kamu datang karena Ayah ku sedang sakit. Beliau ingin bertemu calon istri saya sekarang. Ayo masuk." Ia menarik kembali botol minuman itu dari bibir Laila lalu melangkah pergi terlebih dulu.
Laila masih berdiri di sana, diam terpaku sambil memandangi kepergian Firman. "Wahaha, ternyata dia lebih dingin dari pada yang aku bayangkan. Seharusnya nama mu di ganti jadi Fir'aun baru cocok."
~
Sesampainya di depan ruang rawat sang Ayah, Firman menghentikan langkahnya lalu menoleh kebelakang di mana Laila berada. "Laila, aku berharap kamu bisa membuat Ayah dan keluarga ku yakin."
Melihat kesungguhan dari mata Firman, Laila menjadi tergerak untuk melakukan yang terbaik. "Ya tentu saja. Kamu sudah setuju untuk menikah dengan ku dan aku akan melakukan yang terbaik untuk mu."
Firman kembali berbalik, membuka pintu ruangan lalu melangkah masuk bersama Laila. "Assalamualaikum," ucapnya saat melihat semua keluarga sedang berkumpul di sana.
"Waalaikumsalam," ucap Mama dan yang lainnya secara bersamaan. Ayah yang sedang terbaring di atas brankar langsung menfokuskan pandangannya kepada seorang wanita yang berjalan di belakang sang putra.
"Cie Abang, siapa tuh?" sahut Akbar yang sedang duduk di sofa sambil menonton televisi.
Firman hanya tersenyum lalu mengucek-ngucek kepala sang adik. "Anak kecil jangan banyak nanya."
Sementara Mama yang sudah mengenal Laila, langsung mendekat. "Kamu Laila kan, anaknya Maya?"
"Iya Tante, benar saya Laila Maharani. Sudah lama tidak bertemu ya, oh iya cake buatan Tante kemarin enak sekali," ujar Laila dengan badan suara yang begitu lembut, saat masuk kedalam ruangan itu, ia seolah menjelma menjadi sosok berbeda.
Umi yang terlihat bingung, ikut mendekat. "Masyaallah, cantik sekali kamu Nak. Kalau Umi boleh tahu kamu teman Firman atau pacarnya?"
Terlihat bingung menjawab apa, Laila pun melirik kearah Firman. "Itu saya ... saya dan Abang Firman ...."
Aduh istilah untuk pasangan yang tidak pacaran dan langsung menikah apa ya, aku lupa lagi, batin Laila. Setelah beberapa saat akhirnya ia ingat. "Oh itu, saya dan Abang Firman menjalani proses ta'aruf."
"Oh ta'aruf," ucap Umi dan Mama secara bersamaan. Raut wajah bahagia pun tak luput dari keduanya, mereka sangat senang akhirnya Firman membawa calon istrinya.
"Laila, kemarilah," panggil Firman yang sudah berdiri di samping sang Ayah.
Laila pun segera melangkah mendekat, berdiri di samping Firman. "Assalamualaikum, Ayah. Perkenalkan saya Laila," ucapannya lalu menyalim tangan Ayah.
Mata Ayah nampak berkaca-kaca saat melihat wanita cantik yang di bawa sang putra ke hadapannya. Ya, ia senang karena Firman menepati janjinya. Setelah beberapa saat memandangi Laila, Ayah beralih melihat Firman. "D-dia or-orannya Fir?"
"Iya Ayah. Dia adalah wanita yang akan Firman nikahi, tolong restui kami," ucap Firman dengan lugas.
Mata Ayah terpejam, saat air mata mulai mengalir dari sudut matanya. "Alhamdulillah, kenapa kamu baru membawanya sekarang Firman?"
Laila dan Firman saling melirik satu sama lain. Hingga akhirnya Laila yang angkat bicara terlebih dahulu. "Ayah, saya dan bang Firman baru saja menjalani proses ta'aruf, waktunya pun singkat. Wajar jika bang Firman tidak ingin mempublikasikannya dulu, tapi Ayah tenang saja, sekarang kami sudah sama-sama yakin dan siap untuk menikah."
Laila menoleh ke samping sambil menyenggol pinggang Firman dengan sikunya. "Iya kan, bang?"
"Oh, iya begitulah Ayah," ucap Firman.
Ayah kembali tersenyum lalu meraih tangan Laila dan juga tangan Firman kemudian ia satukan. "Ayah merestui kalian, jadilah pasangan suami istri yang meski tak sempurna tetapi saling menyempurnakan. Insyallah restu ayah beriringan dengan restu Allah Subhana wa taala."
Firman dan Laila saling menatap satu sama lain. Tidak ada ucapan apapun yang keluar dari mulut mereka, namun mereka sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.
~~
"Umi adalah Ibu sambung ku, beliau orang yang sangat agamais dan lemah lembut. Sementara Mama adalah orang yang tegas dan baik, kalau Ayah adalah orang yang sikapnya sama persis seperti Umi," tutur Firman seraya melangkah beriringan bersama Laila menyusuri koridor rumah sakit.
"Oh begitu, aku tidak menyangka masih ada keluarga seharmonis keluarga mu. Oh iya masalah surat perjanjian pernikahan kita, akan aku buat secepatnya," ujar Laila.
Firman menghentikan langkahnya di ikuti oleh Laila yang juga ikut berhenti melangkah. Laila mengerutkan keningnya saat Firman menatapnya dengan sorot mata yang berbeda. "Ada apa?"
"Dalam agama kita, pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Aku tidak ingin mengadaikan pernikahan dalam sebuah surat perjanjian. Aku tidak akan menuntut apapun di dalam pernikahan kita, tapi izinkan aku menghalalkan kamu di atas syariatnya."
Wajah Laila mendadak bersemu merah. Baru kali ini ia bertemu dengan seseorang yang berbeda dari semua laki-laki yang pernah ia temui sebelumnya.
Koridor rumah sakit yang di dominasi aroma obat-obatan menjadi saksi bisa dua anak manusia yang baru saja memulai awal yang baru dalam kehidupan mereka. Entah sekedar hubungan simbiosis mutualisme atau untuk sebuah awal dari cinta yang abadi.
Bersambung 💕
Hy readers, hari ini senin ya hehe, yuk vote author dulu biar makin semangat!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
zhafieera
itu julukan dari kak devan saputra...🤣🤣
2023-08-07
1
dewi
lupa pula.. padahal situasi lagi mendesak.. 🤣🤣
2023-06-26
0
dewi
pinter juga aktingnya, padahal aslinya blingsatan kaya Spiderman 🤣🤣🤣🤣
2023-06-26
0