Bab 5
“Gimana kabar keluarga Non Diana di kampung halaman, sehat semuanya kan?”
“Alhamdulillah baik, Yun. Ambu sehat,” jawab Diana tak lama berselang.
“Abah sehat?” Yuni bertanya lagi.
“Abah juga sehat.”
“Syukurlah. Tenang kalau orang tua sehat, mah.”
Yuni mengajak bicara sang majikan pada saat mereka bekerja sama untuk membersihkan rumah yang luas itu. Terdiri dari dua lantai, lima kamar yang tiap unitnya super besar, satu ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur bersih mau pun dapur kotor.
Keluarga ini mempunyai satu tukang kebun untuk merawat taman yang luas beserta kolam renang dan kolam ikan. Khusus untuk penjagaan, Ryan memperkerjakan satu security, dan di dalam ia memperkerjakan satu asisten rumah tangga yang mengurus rumah.
Sebenarnya masih sangat kurang asisten rumah tangga di sini karena hanya ada Yuni seorang.Namun jarang ada orang yang bermental kuat seperti Yuni. Karena setiap ada asisten rumah tangga baru yang datang, mereka hanya bisa bertahan selama beberapa hari saja. Penyebabnya tak lain adalah karena mulut Nurul yang begitu lancip seperti anak panah, sehingga mereka pun sudah malas untuk mencari pekerja baru lagi. Cukup merepotkan katanya.
Lihatlah, orang lain saja jarang ada yang kuat, apalagi Diana. Menantu yang hatinya sangat perasa tapi sering disiksa.
“Kemarin sempat meriang selama beberapa hari, tapi alhamdulillah beliau sudah sehat lagi. Mungkin karena kecapean kali. Selain orangnya nggak bisa diam, beliau juga jarang tidur. Nggak tahu apa yang dipikirin,” lanjut Diana.
“Biasa lah ... kalau orang tua emang udah nggak bisa nyenyak tidur,” begitu Yuni berpendapat. “Apalagi kalau anak-anaknya pada jauh, kan?”
“Iya, anak-anaknya pada jauh semua. Satu di sini, satu di luar negeri. Padahal mah nggak usah dipikirin juga. Orang kita lagi baik-baik aja.”
“Nggak bisa, Non. Namanya juga orang tua. Emakku aja gitu.”
Diana mengangguk-anggukkan kepalanya, sedangkan tangannya sibuk mengelap kompor yang baru saja mereka pakai agar terlihat mengkilap.
“Mba Yuni udah belanja?” tanya Diana setelah beberapa saat kemudian, “sore ini apa yang mau di masak?”
“Udah belanja, Non. Tenang aja semuanya beres. Saya udah punya ide buat makan malam Ibu sama Pak Ryan,” jawab Yuni. “Atau Non ingin makanan apa entar aku buatin.”
“Nggak, Mba. Apa adanya aja.” Diana tersenyum. “Aku lagi pengin minum yang seger-seger siang ini.”
“Wah, ngidam, ya?” gadis itu langsung nyambung ke sana.
“Doain, ya. Aku belum periksa.” Diana tak bisa mengiyakan, tetapi dia juga tak pandai berbohong. Jadilah dia menjawab demikian.
“Berarti udah tes? Positif?” Yuni bertanya lagi. Dia sangat penasaran.
“Doain aja.”
“Yeayy, selamat! Jadi anget nanti rumahnya kalau ada bayi.” Gadis itu sangat antusias dan segera membuatkan majikannya itu jus mangga, buah asam yang katanya disukai oleh ibu-ibu yang tengah hamil.
Mereka tidak tahu bahwa ada sosok wanita yang tengah sengaja menelinga percakapan mereka. Tak jauh dari mereka berdiri. Ya, dia adalah Nurul. Wanita itu tampak kesal sekali gadis kampung itu ternyata tengah hamil seperti dugaannya. “Sialan. Diam-diam menghanyutkan dia.”
Nurul menjauh dari tempat persembunyiannya dan melangkahkan kakinya lebih jauh untuk memanggil mereka berdua sehingga mereka mendekat.
“Ya, ada apa, Bu?” Diana bertanya.
“Kalian berdua cek kamarku, gih! Bawa sapu. Tadi ada kecoa. Minta tolong di buangin. Ibu takut. Geli sama hewan itu.”
“Oh, iya sebentar.”
Keduanya pun mengambil sapu, lalu masuk ke kamar Nurul untuk membuang binatang yang katanya berkeliaran di sana.
“Kok bisa ada kecoa ya? Padahal selalu dibersihin dan nggak lupa di semprot sama pembasmi serangga tiap hari,” gumam Yuni keheranan.
“Pasti ada aja, mba. Walaupun rumahnya udah bersih,” Diana menanggapi sambil mencari-cari ke seluruh sudut ruangan, terutama di tempat-tempat terselip. Anehnya, mereka tak kunjung menemukannya. “Ketemu nggak, Mba?”
“Nggak ada di sini. Terbang ke mana, ya, hewan itu? Tar kalau nggak ketemu marah lagi orangnya,” jawab Yuni. Dia berpikir sejenak sebelum kemudian kembali mengatakan, “Saya cari di kamar mandi ya, Non. Non cari aja di sini. Kalau perlu pancing pakai semprotan lagi aja biar keluar. Tapi jangan lupa pakai masker.”
Diana mengangguk.
Sementara itu, Nurul pergi ke dapur setelah ia mengambil benda bubuk yang dia beli kemarin. Dengan langkah cepat, dia memasukkan benda itu ke dalam jus mangga yang tadi di konsumsi oleh menantunya. Sayang, saat dia tengah bergerak cepat mengaduk minuman itu, dia dipergoki oleh seseorang. Celakanya orang itu adalah si pemilik minuman langsung. Diana. Ya, gadis itu diperlihatkan secara langsung oleh Tuhan suatu bahaya. Pantas saja perasaannya tidak enak dan mual. Ternyata ada bahaya yang sedang mengancamnya.
“Apa yang Ibu masukkin ke dalam minumanku?” tanya Diana segera dan sontak membuat wanita itu membeliak. “Jawab! Apa yang mau Ibu lakuin ke aku!?” Diana semakin menuntut. Baru kali ini dia bersuara sekeras itu pada ibu mertuanya yang biasa dia tanggapi secara lemah lembut, sejahat apapun padanya. Diana akui perbuatan mertuanya kali ini sudah benar-benar keterlaluan. Kriminal. “Tega sekali Ibu berbuat seperti ini. Apa salahku, Bu? Kenapa Ibu benci sekali denganku? Apa aku pernah berbuat salah? Ibu mau aku seperti apa? Ibu mau jadi pembunuh? Salahku apa, Bu?” suara Diana semakin keras bercampur Isak tangis.
Mendengar keributan yang berasal dari dapur membuat Yuni buru-buru mendekat.
“Ngapain kamu ikut-ikutan ke sini?” tanya Nurul kepada Yuni.
“Eh, ada apa, ya? Ini kok ribut-ribut?” Yuni keheranan melihat mereka berdua yang tahu-tahu sudah bertikai.
“Mba Yuni, Ibu mau meracuni aku, Mba! Ibu masukkin racun ke minumanku, aku ngeliat sendiri tadi,” Diana langsung mengadukan apa yang dilihatnya demi merasa aman.
“Diam kamu?!” bentak Nurul.
Yuni mengucap istighfar berkali-kali.
“Kamu juga nggak usah ikut campur!” kali ini tatapan Nurul mengarah pada asisten rumah tangganya, “diam kalau kamu mau keluargamu aman dan nggak terancam keberadaannya.”
“Ini nggak bener.” Yuni menggelengkan kepalanya. “Anda sangat berbahaya sekali kalau dibiarkan. Ayo, Non. Kita pergi dan laporkan kejadian ini ke polisi!” Yuni menarik tangan Diana untuk segera menjauh dari tempat itu. Namun nahasnya, Yuni malah dipukul kepalanya dengan benda keras dari belakang oleh Nurul sehingga gadis itu terkapar di lantai dalam keadaan pingsan.
“Ibu?!” pekik Diana sangat syok melihat kejadian tersebut.
“Berani kamu lapor polisi dan mengadukan hal ini pada Ryan, kamu akan bernasib sama. Bahkan lebih parah daripada ini. Bukan hanya kamu saja, tapi juga anak dan orang tuamu, Diana,” ancam Nurul dengan mata gelapnya.
“Ya Allah, Ibu ....” Diana menangis tanpa suara. Nyata, apa yang dia khawatirkan selama ini. Ibu tak suka dia ada di sini dan dengan kabar kehamilannya karena keberadaannya takut tersaingi. Astaga, perempuan itu berarti mendengar pembahasannya dengan Yuni sebelum semua ini terjadi. “Gimana nasib aku sama anakku sekarang?”
Bersambung.
Kalau ada yang gak nyambung omong aja, ya. Soalnya ini tinggal copy2 doang dari pf sebelah. Aku gak cross check ulang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Tuty Ismail
Ryan orang mampu kenapa gak pasang cctv..
2023-02-13
1
tiara officiall
hhh....urut dada
2023-01-04
0
@sulha faqih aysha💞
ibu Nurul mukanya hanya berkedok manusia tapi hatinya iblis👹👺
di sini juga kenapa Ryan ga tegas udah tahu ibunya tidak menyukai Diana sebangai menantunya di suruh pindah aja ga mau
Ryan cepat pulang istrimu dalam bahaya😒
2022-11-02
0