Aku berjalan melewati jalanan dengan jiwaku yang terasa begitu hancur. Aku tidak bisa merasakan apapun, hanya kebodohan dan rasa sakit di dalam diriku. Jika bukan karena telingaku menangkap suara dari pengereman ban dan aku bahkan tidak bisa mengangkat kepalaku dengan sempurna. Aku lantas melihat suara itu berasal dari sebuah truk tronton yang mendekat ke arahku dengan hanya berjarak beberapa meter lagi dari tempat aku berdiri.
Aku hampir saja rata oleh sebuah truk besar itu. Aku hampir mati!
Pikiran itu benar-benar menakuti ku. Aku pun perlahan tersadar, aku tidak bisa menerima, jika aku harus mati dan meninggalkan Mama sendirian. Aku benar-benar tidak bisa. Aku menyadari bahwa aku harus tetap hidup, bukan hanya untuk diriku sendiri. Tapi juga untuk Mamaku. Aku tidak bisa mati di hari ulang tahunnya.
Sebelum kembali ke rumah sakit, aku membeli sebuah kue untuk ulang tahun Mama yang ke 46. Kue itu adalah kue coklat yang aku siapkan. Aku mendekorasi kue itu dengan bunga di sudutnya dan tulisan 'selamat ulang tahun Mama' di tengah-tengah kue itu dengan tulisan dari krim yang berwarna merah.
Aku lalu menghentikan sebuah taksi, lalu masuk ke dalamnya dan menaruh kue coklat itu di pangkuan ku.
Aku merasa tidak sabar menunggu taksi agar segera berjalan dan melanjutkan perjalanannya menuju rumah sakit. Tapi aku sudah menunggu selama 5 menit, tapi taksi itu belum kunjung bergerak. Jalan tol itu masih dipenuhi dengan kemacetan karena adanya beberapa mobil yang bertubrukan di depan sana.
Punggung ku terasa sakit dan aku bersandar di kursi belakang untuk menenangkan emosi yang ada di dalam diriku. Hari ini adalah ulang tahun Mama. Aku tidak mau kembali ke rumah sakit dengan terlambat.
Mama terdengar tertidur saat aku meninggalkannya tadi. Aku yakin bahwa sekarang Mama sudah bangun dan pasti bertanya kepada semua orang ke mana aku pergi.
Sebuah hembusan napas keluar dari mulutku saat akhirnya mobil-mobil mulai bisa bergerak dengan perlahan. Aku mengalihkan pandanganku ke arah jendela saat taksi mulai berjalan. Namun di saat itu juga, aku melihat Mas Al dengan lengannya yang kekar, melingkar di pinggang milik Angela. Mereka tampak masuk ke dalam sebuah toko perhiasan yang menjual perhiasan emas. Aku langsung mengalihkan perhatian ku dari hal itu.
'Lupakan rasa sakit ini. Pria sampah itu tidak pantas untukmu Putri.'
Sebuah senyuman lembut terukir di bibirku saat aku berlari kearah ruangan Mama dengan membawa sebuah kue coklat di tanganku dan menenteng sebuah tas berat di tanganku yang lainnya. Rasa kebahagiaanku sangat besar untuk segera memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada Mama. Hal itu bahkan membuatku mencapai ruangan Mama dengan waktu yang sangat cepat, bahkan hanya dua menit saja dari area parkir.
Untuk yang pertama kalinya aku tidak takut untuk masuk ke dalam ruangan Mama. Aku menaikkan tali tas yang aku pegang ke atas pundak ku agar aku bisa dengan mudah membuka pintu ruangan Mama. Tangan kiri ku membawa kue dengan hati-hati dan aku melakukan yang terbaik untuk tidak membuat kue itu cacat sedikitpun.
Aku akhirnya membuka pintu dan tidak mendapati Mama berada di atas tempat tidur.
"Mama....!"
Aku memanggil Mama, tapi hanya kebisuan yang aku dapatkan karena tidak ada yang menjawab ku.
"Ma....!"
Aku kembali memanggil Mama dan bergegas berjalan ke arah sofa untuk melihat apakah Mama ada disana dengan melepas semua barang yang aku bawa di lantai dan tidak menghiraukan kue itu lagi karena rasa panik yang mulai ada dalam diriku. Tapi sofa itupun kosong.
"Mama ada di mana?" Kali ini aku berteriak.
Ketakutan semakin membuatku panik dan bahkan membuatku tidak bisa untuk bernafas.
Pintu ruangan Mama terbuka tiba-tiba, mataku yang panik menatap kearah Mas Al yang tampak berdiri di depan pintu. Wajahnya yang tampak dingin menatap wajahku yang juga terasa begitu pucat.
'Apa yang pria bajingan itu lakukan disini?' pikirku.
"Maafkan aku Putri, Mama sudah meninggal." Ucapan Mas Al langsung membuat duniaku terasa runtuh.
"Itu tidak benar kan Mas? Kau pasti bohong padaku kan?" Ucap ku dengan gemetar.
Mataku menatap Mas Al, berharap bahwa ucapan yang menyakitkan yang dia katakan tadi tidaklah benar. Tapi Mas Al malah melihat dengan begitu dalam kearah mataku seolah dia tengah membaca jiwaku dan masuk ke dalamnya.
Mas Al tampak bisa merasakan ketakutan yang ada di dalam diriku dan dia terus melihat kearah mataku saat aku melangkah mundur ke belakang karena rasa begitu panik dan rasa akan kehilangan kesadaran ku. Tatapannya yang begitu serius melemahkan mata ku yang cukup untuk membuat kakiku terasa lemah sehingga aku hampir jatuh ke lantai.
"Tolong, tenanglah Putri." Ucap Mas Al dengan begitu lembut dan menjulurkan tangannya untuk memegang ku.
Tapi aku menggelengkan kepalaku dan menepis tangan Mas Al menjauh. Gestur nya yang seolah hendak bersikap baik itu malah membuat aku menjadi emosi dan tubuhku menjadi membatu.
"Kau bercanda kan Mas?" Ucap ku dengan gemetar ketakutan dan tanganku memulai terasa sedingin es.
Aku tetap menolak menerima kenyataan bahwa Mama sudah meninggal dan itu membuat ku benar-benar terkejut.
'Yang benar saja, Mama tidak akan meninggal di hari ulang tahunnya bukan?' pikirku dalam hati.
"Maafkan aku Putri, tapi Mamamu memang sudah meninggal beberapa menit yang lalu sebelum kau tiba. Dia meninggal dengan mengucapkan namamu terus-menerus sampai nafas terakhirnya." Ucap Mas Al.
Mas Al mengatakan semua hal itu dengan suara yang begitu lembut. Tapi tetap saja berita yang disampaikan dengan suara yang begitu lembut keluar dari mulut seorang pria yang terus-menerus menikam, menendang, memukul, meninju, dan mencabik hatiku dengan penghianatan yang dilakukannya.
Namun tatapan matanya tampak begitu serius. Saat itu juga aku tahu bahwa dia tidak bercanda. Rasa sakit yang begitu dalam mencengkram hatiku sehingga membuat udara yang ada di sekeliling ku terasa menghilang sampai aku merasa tidak bisa bernapas. Aku bisa merasakan seluruh tubuhku gemetar karena rasa terkejut dan juga ketakutan yang begitu besar.
"Ini tidak mungkin terjadi... Ini tidak mungkin terjadi...." Aku ingin berteriak dengan begitu keras, namun entah kenapa tidak ada suara yang keluar dari bibirku yang gemetar.
Ekspresi ku yang menyedihkan terlihat dengan tatapan Mas Al. Aku melihat tatapan penuh iba dari matanya saat dia melihat ke arahku.
Aku butuh keberanian yang sangat besar untuk tidak menamparnya karena ekspresi yang ditunjukkan di wajahnya. Aku ingin menghapus tatapan iba yang dia berikan kepadaku. Rasa kasihan adalah hal terakhir yang aku butuhkan dari sampah seperti dia yang bercumbu dengan sekretaris nya di dapur yang sama di mana dia bercumbu dengan ku.
Dia mencoba untuk memegang tanganku. Tapi tatapan ku yang mematikan, membuat dia tidak jadi melakukan hal itu. Aku mengangkat tanganku dan mengusap wajahku yang terasa dingin dan memperbaiki rambutku yang terjatuh ke pipiku.
Aku benar-benar ingin menangis untuk mengurangi rasa sakit ini. Tapi air mataku tidak mau jatuh dari mataku, seolah air mataku sudah membeku seperti perasaan yang ada di dalam diriku. Kelopak mataku terasa begitu berat, hingga membuat ku menutup mataku. Sesaat kemudian, aku kembali membuka mataku saat aku mencoba untuk menguatkan diriku sendiri.
Angin yang terasa begitu dingin menghembus di wajahku dan aku akhirnya menemukan diriku sendiri melangkah ke arah sofa untuk menguatkan diriku sendiri. Dadaku terasa begitu berat seolah ada seribu paku yang menghujam ke jantungku. Rasanya seperti aku sudah mati.
Aku tidak menyadari bahwa Mas Al mengikuti ku dari belakang. Aku terlalu sibuk untuk mencoba mempertahankan kesadaran ku dan itu membuatku terkejut saat kepalaku membentur dagunya karena aku berhenti melangkah
Dagunya yang lancip mengenai kepalaku yang membuat kepalaku terasa sakit. Tapi rasa sakit itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang aku rasakan di dalam hatiku.
Tangannya yang kuat memegang pundak ku untuk membantu keseimbangan ku dan otot dadanya yang kuat, juga membantu punggungku untuk bisa berdiri tegak. Aku mencoba memegang pakaian yang ia gunakan, tapi aku tidak punya kekuatan yang tersisa untuk mendorong dia menjauh dari diriku.
"Sial, ayolah.... Wajahmu sangat pucat. Bagaimana perasaanmu sekarang? Ya Tuhan Putri, jawab aku." Kali ini suara Mas Al berteriak, berusaha untuk menyadarkan aku.
Tubuhku terasa mulai lemah dan aku merasakan tubuhku menjadi dingin dan membeku. Kenangan yang begitu indah bersama Mama perlahan terbayang dalam pikiranku seolah aku tengah menonton setiap momen yang kami lewati di sebuah layar televisi yang sangat besar.
Bibirku yang pucat perlahan bergetar dan membuat senyum simpul saat akhirnya aku menutup mataku.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
EndRu
nyesek 😭😭😭
2023-03-25
0
EndRu
ini pingsan atau apa
2023-03-25
0
Dania🌹
tadi putri liat al djln bareng angel kok udah ada di RS si al nya datangnya duluan al ya drpd putri
2022-12-06
2