Mama terdengar kesulitan bernapas diikuti dengan suara getaran tempat tidur yang mengalihkan perhatian ku dan aku langsung bergegas menuju Mama dengan kekuatan yang cukup, mendekat ke arah Mama dengan sangat cepat.
"Aku tidak bisa bernapas." Ucap Mama yang langsung membuatku mati dari dalam.
Aku langsung berlari kearah ruangan perawat dengan jantungku yang berdegup kencang dan nafasku yang terasa tinggal satu hembusan saja. Aku bahkan tidak tahu bagaimana aku bisa bergegas berlari kearah ruangan perawat dan kembali ke ruangan Mama tanpa pingsan di lantai, karena rasa panik yang begitu besar.
Aku melihat wajah perawat berubah pucat setelah dia mengecek kondisi Mama dan menatap kearah monitor dengan ekspresi yang mengkhawatirkan di wajahnya.
Kata-kata tidak bisa menjelaskan kondisi kritis dari pasien yang aku lihat dari wajah perawat itu yang langsung melewati aku untuk memanggil dokter.
Aku tahu Mama seperti sebuah bom waktu dan itu akan bisa meninggalkan aku kapanpun. Aku mencoba untuk menyiapkan diriku sendiri, saat waktu Mama datang. Tapi setiap kali aku melihat Mama seperti itu, aku hanya merasa menjadi potongan cermin yang pecah berkeping-keping. Aku tidak bisa hidup tanpa Mama. Mama adalah satu-satunya orang yang aku punya sekarang.
Dokter pun tiba dan hal terakhir yang aku tahu, aku berjalan keluar dari ruangan itu dengan lumpuh dan ketakutan dalam diriku. Di luar ruangan, aku menatap pintu ruangan Mama tanpa berkedip, bahkan setelah pintu itu ditutup di depan wajahku. Pikiran akan menghadapi kematian Mama mencabik hatiku.
Air mataku mulai jatuh berderai, dengan pundak ku yang bergetar karena rasa takut akan kehilangan Mama. Aku akhirnya berhenti menangis saat aku begitu kelelahan karena berlutut di lantai hampir setengah jam.
"Mamamu sudah stabil sekarang. Dia tengah tidur dan ajaib nya dalam kondisi yang baik setelah kondisinya yang kritis tadi."
Ucapan dokter itu membuat air mataku kembali turun. Pagi yang dialami dokter itu sangatlah berat. Kantung matanya yang terlihat di bawah mata dokter itu mengatakan dengan jelas bahwa dokter itu tidak bisa tidur nyenyak karena harus merawat pasiennya sampai pagi ini. Tapi dibalik itu semua, dia bisa membuat bibirnya tersenyum simpati sebelum dia pergi meninggalkan aku.
Aku lalu masuk ke dalam ruangan Mama dan melihat nafas Mama naik turun dari dada Mama saat Mama berbaring tanpa sadarkan diri di tempat tidurnya. Entah bagaimana ketakutan yang ada dalam diriku membeku setelah mengetahui Mama berhasil melewati masa kritis nya lagi.
Sekarang sudah 09.00 pagi....
Aku mencium kening Mama untuk pergi dengan cepat meninggalkan rumah sakit agar aku bisa pergi ke rumah suamiku dan mengambil semua barang-barang ku saat suamiku tidak ada di rumah.
Aku sudah mengatakan kepada pelayan untuk tidak pernah mengatakan semua itu kepada Mas Al bahwa aku akan pulang ke rumah untuk mengambil barang-barang ku yang dimana hal itu hanyalah pakaian ku saja. Semua hal yang ada di dalam kamar adalah properti milik Mas Al dan aku tidak punya rencana untuk membawa barang apapun yang berharga atau untuk memilikinya dari laki-laki yang sudah membuat diriku patah hati.
Aku tidak mau sesuatu dari Mas Al yang bisa membuatku terus mengingat bagaimana dia membuat luka di hatiku, meninggalkan bekas luka ini selamanya yang akan aku simpan sebagai suvenir atas bagaimana dia merusak hidupku.
Saat tiba di kediaman Mas Al aku mengumpulkan barang-barang milikku dan memasukkannya ke dalam tas seraya terus mengingatkan diriku sendiri untuk meninggalkan semua barang-barang berharga, seperti perhiasan yang dia berikan kepadaku selama pernikahan kami.
Aku tidak mau melihat kearah cermin dan melihat perhiasan dimana hal itu hanya membuatku terus mengingat akan dirinya.
Suara langkah begitu cepat terdengar di lantai dibarengi dengan suara tawa wanita yang menyapa telingaku, saat aku hendak keluar dari dalam kamar untuk pergi dari rumah ini.
Aku menutup pintu tidak terlalu keras dan duduk di ujung tempat tidur dan melepaskan nafasku dengan tenang, aku tidak sadar akan hal itu.
Rasa penasaran menyelimuti diriku dan aku menekan sebuah tombol menggunakan remote control dan menghidupkan sebuah layar televisi besar. Jadi aku bisa melihat Mas Al yang ada di CCTV. Aku hanya ingin mengkonfirmasi apa yang ingin dikatakan oleh hatiku.
Dengan jantung yang berdegup kencang, aku melihat saat mereka berdua masuk kedalam dapur mengambil sebuah minuman dari dalam sebuah lemari pendingin kecil, dimana Mas Al selalu menghalangi aku untuk menyentuh lemari pendingin itu. Aku kemudian menyalakan speaker dengan volume yang penuh. Jadi aku bisa mendengarkan obrolan yang terjadi diantara mereka berdua.
"Kau tampak sangat cantik Angela." Ucap Mas Al dengan matanya yang melihat wanita itu dari kepala hingga ke kakinya.
Mata Mas Al dipenuhi dengan kekaguman dan penuh hasrat saat lidahnya menjilat minuman yang ada di gelasnya tanpa mengalihkan pandangannya dari wanita itu.
Mas Al tidak pernah memuji ku seperti itu. Pikiran itu membuat hatiku tanpa tidak sadar merasa cemburu.
"Terimakasih." Ucap sekretaris Mas Al dengan mata yang tampak menggoda dan menggigit bibir bawahnya setelah menyesap minuman dari gelasnya.
Mas Al menaruh gelas minuman miliknya di atas meja dan menatap wanita itu dengan penuh hasrat kemudian dengan cepat langsung melingkar kan lengannya di pinggang kecil milik wanita itu untuk membuat wanita itu sangat mendekat ke arahnya bahkan udara pun tidak bisa melewati celah diantara mereka berdua.
"Jadi, di mana istrimu yang jelek itu?" Ucap Angela menaruh tangannya melingkar di leher Mas Al seperti seekor ular.
"Lupakan tentang dia. Dia benar-benar wanita yang membosankan, dia sudah pergi."
"Benarkah? Bagaimana dia di atas ranjang? Aku sangat penasaran." Ucap wanita itu seraya menjilat bibir bawahnya.
Aku merasa begitu kesal melihat wanita itu. Sekretaris Mas Al yang bernama Angela itu, namanya sangat tidak cocok untuknya sedikitpun. Dia seperti ular dalam balutan pakaian bulu domba
Mas Al menggoyang kan pundaknya.
"Ayolah, kita tidak usah bicarakan tentang mantan istriku itu sekarang. Kau tidak akan mau mendengarkan hal yang membosankan."
Suara tawa lembut terdengar dari bibir Angela dan menarik Mas Al mendekat ke arahnya.
Akhirnya saat Mas Al mencium bibir Angela, aku merasa hampir mati. Ketabahan ku terasa langsung buyar. Aku seolah jatuh berkeping-keping ke lantai. Di dalam kamar ini, aku pun mulai menangis.
Hatiku terasa dipukuli, ditendang, dihantam, di palu dan bahkan dicabut saat aku melihat suamiku mencium wanita itu dengan penuh hasrat.
Aku merasa mati untuk ketiga kalinya sejak hari itu. Aku dengan bergetar mematikan televisi. Aku tidak bisa melihat adegan itu lagi. Dengan tas yang berada di belakangku, aku dengan cepat meninggalkan kamar itu. Setelah suamiku dan wanita simpanannya itu nantinya akan berjalan ke arah kamar untuk menyelesaikan perbuatan cinta menjijikkan mereka itu.
Aku berlari kearah pintu gerbang dengan penuh emosi. Aku tidak peduli kemana kakiku akan membawaku pergi, selama aku pergi menjauh dari lubang neraka ini. Aku tidak peduli.
Aku mempercepat langkahku dari melihat pemandangan di rumah mewah milik Mas Al, seperti diriku yang seolah berlari dari rumah sakit jiwa. Sebelum aku akhirnya berubah pikiran dan menjadi pembunuh berdarah dingin.
Aku bisa saja membunuh mereka berdua jika aku memilih hal itu. Bagaimanapun membunuh binatang tidak ada perbedaan dengan mereka. Aku pergi, sebelum aku berubah menjadi seorang pembunuh.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
EndRu
bertubi-tubi sakit dirasakan. kuatkah?
2023-03-25
1
Shuhairi Nafsir
Pria seperti nya Al itu seharusnya diberi penyesalan dan derita batin terongnya nga berfungsi baru rasa kapok.
2023-02-17
0
Dania🌹
nyesek klu baca cerita ttg wanita dan anak kandung yh harus dilahirkan 🥺🥺🥺
2022-12-06
1