Suara hentakan sepatu fantofel memecah keheningan di lorong gedung tempat perceraian itu diresmikan.
Pandangannya menelisik ke segala penjuru arah, mencoba mencari sosok wanita yang sudah membuat dirinya gila.
"Tuan, Anda mau ke mana?" tanya Edward dengan napasnya yang terputus-putus.
Namun Theo sama sekali tidak mendengarkannya, pria itu terus saja berlari hingga mereka sampai di tepian jalan raya.
Pria bertubuh tegap itu mengusap kasar wajahnya, mengacak-acak rambutnya yang selalu terlihat rapih.
"Mengapa cepat sekali menghilangnya!" pekiknya frustasi.
Theo meraih ponsel miliknya, mencoba menghubungi Lilyant. Namun ia harus menelan kekecewaan dalam-dalam kala kembali mendengar jawaban dari operator, yang mengatakan jika nomer ponsel Lilyant sedang dalam keadaan tidak aktif.
"Damn! Edward! Edward!"
"I-iya!" jawab Edward gugup.
Setelah bertahun-tahun bekerja dengan Theo, untuk pertama kalinya ia melihat raut wajah Theo. Theo selalu saja memasang wajah datar, baik dalam suasana hati apapun yang membuat orang tidak pernah bisa menebak keadaan hatinya. Kini, pria itu sudah sangat jelas terlihat panik bahkan hingga membuat wajahnya pun terlihat memerah.
"Kita ke rumah keluarga Leonard sekarang!"
Sementara itu Lilyant terus saja termenung seraya menatap pemandangan kota lewat jendela mobil taksi. Pikiran dan raganya seolah terpisah, tak berada di tempat yang sama.
Ingin rasanya ia tertawa, menertawakan takdir yang seolah tengah mempersiapkan dirinya. Masih jelas diingatannya bagaimana mimik wajah terakhir Theo yang ia lihat, seberapa keras usahanya untuk mengabaikan dan melupakan itu semua sekuat tenaganya, tetapi semuanya percuma, bayangan Theo seolah terus menghantui dan menyertai setiap tarikan napasnya.
"Nona! Nona! Kita sudah sampai!" Suara supir taksi sontak menarik kembali kesadaran Lilyant dari lamunannya. Gadis itu mengedipkan matanya dengan cepat beberapa kali, saat menyadari bahwa dirinya kini sudah sampai di London Heathrow International Airport.
Lilyant segera membayar tarif taksi, dan keluar guna mencari keberadaan Heidy yang sudah menunggu dirinya.
Ribuan orang terlihat sibuk berjalan kesana kemari di tempat itu, cukup membuat Lilyant kesulitan terlebih saat itu ia sama sekali tidak memegang ponsel. Lilyant ingin mengubur dalam-dalam kenangan pahitnya di negeri tempatnya berasal untuk menjalani kehidupan yang baru sesuai dengan keinginan hatinya.
"Heidy!" teriak Lilyant dengan lambaian tangannya di tengah orang-orang yang berlalu lalang.
Lilyant berlari kecil menghampiri sahabatnya yang sudah lama menunggu kedatangan dirinya, dengan beberapa koper besar dihadapan Heidy.
"Maaf ya aku lama, dan repotin kamu lagi!" ucap Lilyant tidak enak hati, terlebih Heidy pula yang membawakan koper miliknya.
"No problem, ini sama sekali bukan beban. Ly, kamu baik-baik saja?"
Heidy menepuk pundak Lilyant, menatap sahabatnya yang hanya tersenyum kecut guna menutupi perasaannya.
Tawa kecil dilontarkannya saat mendengar pertanyaan Heidy. Lilyant menatap mata Heidy, berusaha menyakinkan gadis itu jika dirinya baik-baik saja.
"Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, kita masih harus tetap berjuang untuk bertahan hidup. Lagi pula laki-laki di dunia ini bukan hanya dia saja, jadi ... lebih baik kita masuk daripada ketinggalan pesawat!
"Hah!" ucap Heidy bingung.
Hingga sontak kedua mata Heidy seketika membulat, dilihatnya arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, dan waktu telah menunjukkan jika pesawat yang akan mereka naiki lima belas menit lagi akan lepas landas. Semua itu langsung membuat Heidy panik dan langsung berlari dengan Lilyant yang menyusul di belakangnya.
Mereka berlarian di antara banyaknya penumpang pada hari itu, keduanya sama sekali tidak peduli jika mereka menabrak seseorang atau bahkan nyaris terjatuh.
Yang ada dipikiran mereka hanyalah untuk cepat masuk ke dalam kabin pesawat, mereka tidak ingin jika tiket yang memiliki harga cukup mahal itu akan hangus percuma karena kelalaian yang dilakukan mereka sendiri.
"Ca-pek!" keluh Heidy sesaat mereka duduk di kursi dalam kabin pesawat.
Tak berselang lama pintu pesawat akhirnya ditutup, dilanjutkan oleh para pramugari yang tengah memberikan pedoman keselamatan.
Pesawat itu mulai terbang melintasi hamparan cakrawala, meninggalkan daratan seperti Lilyant yang berusaha meninggalkan luka-lukanya.
Lilyant menatap jendela pesawat di sebelah kirinya, langit kala itu begitu cerah tapi tidak secerah perasaannya.
"Good bye London, good bye Theo. Aku berharap kamu bisa menemukan kebahagiaanmu sendiri, seperti aku yang tengah mengejar kebahagiaanku sendiri," ucap Lilyant di dalam hati.
***
"Jangan ganggu dia, dasar pecundang!"
Pukulan keras tepat mengenai wajah tiga laki-laki remaja, saat mereka tengah menggoda seorang remaja wanita yang bersekolah di tempat yang sama dengan mereka.
Wanita itu hanya menangis, takut akan keadaan di hadapannya. Hingga akhirnya ketiga anak yang terkenal berandal itu lari, meninggalkan wanita tersebut dan seorang laki-laki yang tidak lain merupakan ketua tim basket di sekolahnya.
"T-terima ka-sih! S-senior T-he-o."
"Cih! Dasar lemah! Setidaknya kalau kau tidak bisa melawan, kau harus menghindari mereka!" ucap pria yang merupakan Theo kala masih berusia tujuh belas tahun.
Theo sama sekali tidak berupaya untuk membantu gadis itu bangkit ataupun sekedar menenangkan hatinya. Ia hanya berdiri membelakangi gadis itu, seakan dirinya sangat membenci wajah gadis yang sudah beberapa kali tak sengaja ia selamatkan dari masalah.
"Kau Lilyant Leonard, kan? Lebih baik kau ubah cara berpakaianmu agar tidak mengundang mereka untuk mengganggu kau lagi!" ucapnya lalu pergi begitu saja.
Kring! Kring!
Suara deringan ponsel miliknya membuat Theo terbangun dari alam bawah sadarnya.
Beberapa kaleng bir kosong, tergeletak sembarang arah di dalam kamarnya, semua sangat berbanding terbalik dengan image yang selalu ia tampilkan di hadapan publik.
Sudah dua pekan sejak kepergian Lilyant, pria itu selalu dimimpikan akan hal yang sama. Masa lalunya dengan Lilyant kala remaja seolah menghantui dirinya, membuat perasaanya kacau balau kala mendapati jika Lilyant menghilang bak di telan bumi dan semakin membuatnya frustasi.
Sejauh ini ia sudah mencari keberadaan Lilyant di rumah keluarga Leonard, tetapi semua tidak berhasil. Bahkan Sam Leonard sama sekali tidak mengetahui keberadaan putrinya beberapa bulan terakhir. Kemurkaan kian menyulutnya, hingga membuat dirinya menyadari satu hal jika hubungan Lilyant dan keluarganya tak sebaik yang ia kira.
Theo melempar ponsel miliknya yang terus berdering ke sembarang arah. Emosinya tak terkendali lagi memikirkan keberadaan Lilyant, tak banyak yang ia ketahui tentang kehidupan pribadi Lilyant, bahkan pria itu sama sekali tidak mengetahui siapa saja teman dekat mantan istrinya.
Tersiksa akan keputusan bodoh yang ia buat, mungkin inilah yang tengah dirasakan oleh dirinya. Tak pernah ia menyangka jika semua akan berbalik menyerangnya sendiri.
Theo meraih secarik foto di atas meja, memperlihatkan seorang remaja wanita yang tengah memetik bunga dengan senyuman mengembang di wajahnya.
"Aku akan mencarimu, bahkan hingga keujung dunia sekalipun!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Azzahro shofiya Ramadhani
jngan dbkin mudah jlany Theo Thor...
2023-03-19
0
👋ghifa😘😘
sukurin nyesel kan
2022-12-26
1
Zuraida Zuraida
laki gila, mimpi aja loe
2022-11-22
1