"Anak bodoh! Kau sadar gak sih apa yang sudah kamu lakukan! Apa kamu tidak bisa sekali saja melakukan sesuatu dengan benar?"
Sudah setengah jam lamanya setelah kepergian Theo, caci maki dari mulut Mary terus terlontar untuk Lilyant.
Sementara Sam hanya diam, pria itu memang tak ikut menyalahkan putrinya tetapi juga terlihat enggan menolong Lilyant dari amukan istrinya.
"Mommy maunya bagaimana? Aku sudah menuruti keinginan kalian. Tiga tahun lamanya aku harus hidup dengan pria yang bahkan sama sekali enggan melihatku, tetapi kenapa aku masih tetap disalahkan?" Lilyant mencoba membela diri, dia tak ingin terus menerus disalahkan terutama oleh Mary.
Plak!
Sebuah tamparan mendarat sempurna di pipi Lilyant, meninggalkan bekas kemerahan yang terasa panas dan perih.
"Tutup mulutmu! Dasar beban keluarga! Harusnya kau berterima kasih telah kami besarkan dengan baik, wajar jika kamu melakukan semua hal itu!" teriak Mary hingga suaranya begitu menggema.
Runtuh sudah pertahanan yang sedari tadi Lilyant jaga dengan baik. Dengan cepat ia segera mengambil tas miliknya lalu berjalan keluar tanpa berpamitan sama sekali. Caci maki dari mulut Mary masih saja terdengar, dan semakin membuat Lilyant melangkah dengan cepat untuk keluar dari rumah bak neraka itu.
Angin malam terasa dingin menerpanya, kakinya terus melangkah tanpa arah dan tujuan. Tak mungkin baginya untuk kembali menuju penthouse yang memang sudah diberikan Theo untuknya, semua terasa menyakitkan walaupun tak banyak kenangan yang tersisip di sana. Namun tak mungkin pula ia tinggal kembali bersama kedua orang tuanya serta adiknya, karena tak ada satupun dari mereka yang benar-benar peduli akan nasibnya.
Air matanya mengalir tanpa diizinkan, ia terus melangkah menyusuri keheningan malam dengan tangis dalam diam yang seolah menemaninya.
"Aku gak bisa begini terus!" gumamnya dalam hati.
Diusapnya kedua mata yang sudah basah dengan punggung tangannya. Lilyant meraih ponsel miliknya, dan segera menghubungi seseorang.
***
"Apakah anda yakin dengan keputusan anda, Tuan? Maaf jika saya lancang, tapi saya pikir jika keputusan anda terlalu tergesa-gesa."
Theo yang tengah termenung seketika tersentak dengan ucapan asisten pribadinya.
Pria itu menghela napasnya sambil terus memijat keningnya yang terasa berdenyut, melemparkan pandangannya pada kaca mobil yang berada di sebelahnya.
"Apakah tidak cukup waktu tiga tahun ini untuk memikirkan semuanya? Lagi pula aku tidak mau semakin lama menahannya, membuatnya tersiksa karena harus hidup denganku, pria yang sama sekali tidak ia cintai," jawab Theo tanpa melihat ke arah Edward yang tengah mengemudikan mobilnya.
"Tapi bukankah ...."
"Sudahlah, aku tidak ingin membahas ini lagi!" sela Theo yang sontak memangkas perkara Edward.
Pria berkacamata itu sedikit mengintip kaca spion yang berada di tengah mobil, melihat wajah atasannya yang terlihat lelah dan kalut.
"Baiklah, maafkan saya, Tuan!"
Jawaban dari Edward seolah memutus percakapan antara mereka berdua. Hening, hanya deru mesin mobil yang terdengar kala membelah jalanan kota London yang ramai.
***
Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat tanpa sesuatu yang berarti. Sejak malam itu, Lilyant memutuskan untuk keluar dari penthouse walaupun Theo telah memberikan hunian tersebut kepadanya.
Lilyant memilih untuk menyewa sebuah apartemen kecil, dan bekerja di sebuah toko kue milik sahabatnya yang bernama Heidy Lyubov.
Semua berjalan dengan lancar, kesibukannya membuat ia lupa akan masalah perceraian dengan Theo.
Bahkan tak ada satupun anggota keluarganya mencari keberadaan Lilyant, ataupun sekedar menghubungi lewat telepon maupun pesan singkat.
Kini Lilyant merasa hidup sebatang kara, perceraiannya dengan Theo sama saja memutus hubungannya dengan keluarga Leonard. Hanya Heidy lah, sahabat satu-satunya yang selalu ada saat dia membutuhkan. Gadis yang berdarah Rusia itu bahkan membantu Lilyant untuk menyembuhkan luka batin yang dideritanya.
"Lily, aku ingin bicara sama kamu sebentar," ucap Heidy.
Lilyant yang tengah asik membuat adonan kue langsung menghentikan kegiatan. Ia segera melepaskan sarung tangan yang tengah dikenakan dan berjalan ke arah Heidy.
"Ada apa?"
"Duduklah dulu, aku ingin bicara serius sama kamu."
Lilyant menuruti titah Heidy, ia duduk di kursi yang berada dihadapan sahabatnya sejak menempuh pendidikan di universitas.
"Ly, aku tanya sekali lagi. Kamu serius kerja di toko kue kecil begini? Bukan apa-apa, tapi aku merasa gak enak sama kamu. Kamu itu orang berpendidikan loh, apa kamu gak coba melamar pekerjaan di perusahaan besar?" tanya Heidy kembali menegaskan.
Senyuman simpul terukir diwajahnya wanita bermata biru itu. Lilyant menatap Heidy dengan lembut tanpa keraguan sedikitpun.
"Aku yakin! Aku ingin bekerja di bidang yang aku inginkan. Selama ini aku terus dipaksa mengikuti keinginan daddy, aku lelah, aku capek, aku ingin menjadi diriku sendiri. Siapa tahu, besok atau lusa aku buka toko sendiri dan jadi saingan kamu!" ucap Lilyant diiringi tawa kecilnya.
Tiba-tiba ponsel miliknya berdering. Raut wajah Lilyant pun berubah yang membuat senyumannya seketika pudar tanpa tersisa.
"Siapa?" tanya Heidy.
Lilyant membalikkan ponselnya menghadap Heidy, terpampang nama 'Mom' pada layar benda pipih tersebut.
Dengan malas Lilyant mengangkat panggilan telepon masuk tersebut, lalu terdengar suara nyaring yang sangat mengganggu indra pendengarannya.
"Dimana kau anak sialan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
👋ghifa😘😘
suka
2022-12-26
0
💜💜 Mrs. Azalia Kim 💜💜
🥺🥺🥺🥺🥺
2022-12-13
0
rain03
jangan² theo sebenarnya sudah cinta sama lilyant?
2022-11-13
1