Gugatan

Deg!

Irama jantung Lilyant berdetak begitu cepat, napasnya terasa tercekat seakan ada sesuatu yang mencekiknya dengan kuat.

Diraihnya secarik kertas yang diletakkan oleh Theo di atas meja. Dengan tangan yang gemetar Lilyant membacanya.

"Ce-cerai?" ucapnya terbata-bata.

"Kau tidak perlu khawatir, aku yang akan menjelaskan semuanya kepada orang tuamu, dan aku juga akan memberikan kompensasi yang sesuai karena telah menceraikanmu terlebih dahulu." Theo meninggalkan Lilyant begitu saja, tanpa sedikitpun memikirkan perasaan wanita yang sudah setia menjadi istrinya selama tiga tahun belakangan.

Lilyant masih tetap bergeming di tempat yang sama, berharap jika semuanya hanyalah mimpi buruk.

Kepalanya menunduk, wajahnya memerah menahan gejolak emosi yang terpantik. Ia hanya mampu mengepalkan tangannya erat, sekuat tenaga menahan air mata yang seolah mendesak untuk keluar.

'Menjijikan, pernikahan ini sangat menjijikkan!'

Perkataan Theo diawal pertemuan mereka kembali teringat dan menjadi sebuah duri tak kasat mata, menusuk relung hati yang terdalam hingga terasa begitu menyakitkan.

"Theo! Kita harus bicara, kamu gak bisa menentukan ini secara sepihak!" pekik Lilyant, ia berjalan menuju kamar sang suami.

Dengan seluruh tenaga yang ia miliki Lilyant terus berteriak hal yang sama dan juga mengetuk pintu kamar Theo yang sudah tertutup sangat rapat tanpa celah.

"Listen to me, please Theo!" teriaknya sekali lagi.

Lagi dan lagi, Theo sama sekali tak mengindahkan permintaan Lilyant. Pria itu seolah sengaja untuk menulikan pendengarannya. Hingga tiba-tiba handle pintu bergerak dan pintu kamar pun perlahan terbuka.

"Theo, kamu mau ke mana?" tanya Lily kala melihat suaminya membawa dua buah koper berukuran besar.

Theo sama sekali enggan menjawab, pria itu terus saja berjalan tanpa melihat ke arah sang istri.

Langkah kakinya seketika terhenti, pria bertubuh tegap itu terlihat menghela napasnya dengan berat tanpa dirinya menoleh ke belakang.

"Apartemen ini akan menjadi milikmu maka kamu tetaplah tinggal di sini! Lalu besok kita akan bertemu di rumah orang tuamu pukul tujuh malam!" tandas Theo.

Theo kembali berjalan, meninggalkan Sang istri yang menatap punggungnya hingga menghilang dari pandangan mata.

Sontak saja tubuh Lilyant ambruk, wanita bersurai panjang itu bersimpuh di lantai yang terasa dingin. Hancur sudah impiannya untuk membangun rumah tangga yang harmonis, bahkan cintanya pun seakan dipaksa gugur sebelum bersemi.

***

Keesokan harinya Lilyant tiba di rumah orang tuanya bahkan sebelum matahari terbenam. Sepanjang hari ia kembali dipaksa memakai topeng palsu yang membuatnya terlihat baik-baik saja tanpa sebuah masalah hidup.

Diraihnya sekuntum mawar putih yang baru saja mekar di taman belakang rumah orang tuanya, Lilyant terduduk di sebuah gazebo sambil menikmati udara sore musim semi.

Dihirupnya dalam-dalam udara yang seolah sulit ia gapai, Lilyant termenung, pikirannya terbang mengingat masa lalu.

"Dia namanya Theo Wadson, cowok paling populer di sekolah ini, dia juga merupakan kapten basket. Yuk kita ke sana! Aku akan perkenalkan kamu dengan dia," ucap temannya kepada Lilyant yang baru seminggu pindah ke sebuah sekolah menengah atas di kota London.

Lilyant menggelengkan kepalanya, wajahnya memerah bak seekor kepiting rebus.

Sudah satu pekan dirinya tertarik pada sosok yang seolah menjadi visual sempurna di tempat itu. Namun jangankan untuk bertegur sapa, menatap pun gadis itu sama sekali tak mampu untuk melakukannya.

Kepalanya menunduk, walaupun mata birunya masih terus melirik sosok yang tengah bermain basket dengan lihainya. Lalu tiba-tiba saja bola basket itu terlempar keluar dan mengenai kepalanya hingga gadis itu jatuh pingsan.

"Li! Lilyant!"

Suara dari Mary Leonard sontak saja menarik dirinya dari lamunan tak berujung.

Lilyant yang tersentak seketika menoleh dan melihat Mary berjalan menghampirinya.

"Mom!"

"Sedang apa kau melamun? Kau pikir masakan di rumah ini akan matang dengan sendirinya?" sindir Mary dengan sinis.

Lilyant yang sudah mengerti akan sikap dan sifat ibunya seketika menunduk, ia pun langsung bangkit dan berjalan ke arah dapur untuk membantu seorang asisten rumah tangga memasak hidangan makan malam.

Waktu yang dinanti pun telah tiba, tepat pukul tujuh malam seperti yang dijanjikan, bel rumah pun berbunyi.

Lilyant dengan sigap segera berjalan ke arah pintu dan segera membukanya.

Untuk kesekian kalinya, dirinya menundukkan kepalanya saat sang suami kini berdiri tepat di hadapannya.

Napasnya kembali terasa tercekik, hingga membuat dirinya sulit untuk berucap.

"Theo! Ayo masuk!" ucap Sam kala mendapati menantu pilihannya kini sudah sampai di ambang pintu rumahnya.

Tanpa banyak bicara Theo pun melangkah masuk, meninggalkan Lilyant yang masih berada diposisi yang sama dengan raut wajah yang menyiratkan kesedihan.

Acara makan malam berjalan dengan lancar, tak banyak yang dibicarakan selain urusan kerja sama perusahan Leonard Group dan Wadson Group.

Sementara itu Lilyant hanya diam saja, bahkan dirinya enggan untuk kembali menatap pria yang sebentar lagi akan benar-benar meninggalkan dirinya.

"Terima kasih atas makan malamnya, sebenarnya saya ke sini karena ada sesuatu yang ingin saya sampaikan," ucap Theo seusai menyelesaikan makannya. Pria itu begitu terburu-buru seakan enggan untuk menunggu sedikit lebih lama lagi.

"Ya, silahkan!" jawab Sam.

Dikeluarkannya selembar surat yang sama seperti semalam dari dalam jas yang ia kenakan, lalu memberikannya pada Sam.

Sontak saja kening pria paruh baya itu berkerut, kala membaca selembar kertas yang dibubuhi oleh tanda tangan dari Theo.

"Gugatan cerai? Apa ini maksudnya?"

"Saya pikir keluarga saya sudah cukup menyokong dana untuk perusahaan kalian selama tiga tahun ini. Saya sudah tidak bisa lagi bertahan dengan pernikahan ini, saya ingin memiliki kehidupan sendiri yang saya kehendaki. Sebagai gantinya saya akan memberikan kompensasi yang sesuai," jelas Theo.

Susah payah Lilyant berusaha menahan perasaannya, bertahun-tahun ia menjalani cinta sepihak ternyata sama sekali tak terasa dan tiada arti untuk seorang Theo.

Dia tidak mampu mengubah pandangan sang suami akan pernikahan mereka. Lilyant mengigit bibirnya, kedua matanya mulai berkaca-kaca. Namun ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan pria yang tak pernah sekalipun menghargai ketulusannya.

"Jadi saya mohon untuk Lilyant segera menandatangani surat ini, karena saya paling tidak suka menunda-nunda sesuatu!" ucap Theo seraya menekankan setiap kata demi kata yang ia ucapkan.

Perdebatan antara Theo dan Sam pada akhirnya tidak dapat terelakkan, sementara Lilyant tengah mengendalikan dirinya sendiri akibat pergejolakan batin yang tengah melanda dirinya. Lilyant menyadari jika perceraiannya akan berakibat fatal untuk dirinya tetapi ia pun tak bisa memaksakan kehendaknya jikalau sang suami sudah enggan untuk bersama.

"Mengapa anda keberatan? Bukankah Anda sudah mendapatkan semua yang anda inginkan? Sokongan dana, saham lalu apa lagi? Saya benar-benar sudah tidak tahan berpura-pura dengan pernikahan menjijikkan ini!"

Brak!

"Sudah, cukup!" Lilyant berteriak dan menggebrak meja makan di hadapannya. Ia sudah tidak tahan dengan perkataan Theo yang seolah menganggap pernikahan mereka adalah sebuah bencana.

Di raihnya pena dan surat yang sangat ia benci itu, lalu membubuhkan tanda tangannya dengan cepat.

"Saya sudah tanda tangan! Sudah puaskah anda, Tuan Wadson yang terhormat?"

Terpopuler

Comments

Rosikh Nurhayati

Rosikh Nurhayati

keren lilyant

2023-01-18

0

Bunda dinna

Bunda dinna

sepertinya orang tua liliyant memeras theo atau menjual liliyant demi perusahaan

2022-11-02

2

rain03

rain03

buang aja suami kek gitu.
masih banyak laki² baik

2022-11-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!