Berpisah

"Apakah kau ini tuli? Jawab!" Mary meradang hingga wajahnya terlihat memerah.

Setelah mendengar kabar jika Theo akan memberikan sejumlah uang untuk Lilyant bahkan akan menyerahkan beberapa aset berharga, tentu saja membuat wanita paruh baya itu tidak tinggal diam. Sebisa mungkin ia harus mencari keberadaan Lilyant untuk merampas seluruh kompensasi atas perceraian dengan Theo. Dirinya pun tidak ingin jika Theo membatalkan kerja sama perusahannya karena mengetahui jika Lilyant memilih pergi dan lepas dari keluarga Leonard.

"Tidak, aku tidak akan pulang! Bukankah saya hanyalah beban?"

"Cepat pulang jika kau masih mau kami anggap sebagai anak! Aku tidak ingin sampai Theo mengetahui jika hubungan kau dan aku tidak baik!" ancam Mary lalu segera menutup panggilan teleponnya.

"Hah! Sudah kuduga!"

Lilyant tertawa renyah sambil meletakkan ponsel miliknya, raut wajahnya menggambarkan suasana hatinya yang kacau.

Seolah mengerti akan yang terjadi pada sahabatnya, Heidy menggenggam tangan Lilyant, berupaya menyalurkan kekuatan untuk sahabatnya yang tengah dilanda akan prahara.

"Ly, ikut aku saja yuk!" ucap Heidy.

Mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Heidy cukup membuat Lilyant menatap bingung dengan kening yang berkerut. Sepasang manik coklat Heidy berkaca-kaca, tak tega melihat nasib sahabat karibnya.

"Ikut? Memangnya kamu mau ke mana?"

"Sebenarnya aku dijodohkan orang tuaku dengan seorang pria asal Prancis. Aku berniat pergi ke Paris dan memulai membuka toko kue di sana. Maaf Lily, bukannya aku ingin menyembunyikan semuanya dari kamu, tadinya aku mau cerita tapi siapa sangka masalah ini menimpa kamu. Jadi, aku pikir bukan saatnya yang tepat untuk bercerita padamu," jelas Heidy dengan perasaan bersalah.

Gadis yang memiliki warna surai senada dengan lensa matanya itu menghela napasnya perlahan, berusaha keras meyakinkan sahabatnya untuk ikut dengan dirinya. Pergi menjauh dari orang-orang yang hanya terus menorehkan luka di hati Lilyant, memanfaatkan Lilyant tanpa memikirkan perasaannya.

"Bagaimana Ly? Aku pikir gak bagus jika kamu terus menerus disini, jadi lebih baik kamu memulai kehidupan baru, di tempat yang baru, bersama orang-orang baru."

Lilyant termenung sejenak, memikirkan tawaran dari Heidy. Tanpa berpikir lama dirinya pun mengangguk, setuju untuk meninggalkan negara kelahirannya, dan juga segudang memori kelam yang terus menggerogoti kesehatan mentalnya.

Keluarga yang tak pernah sedikitpun tulus menyayanginya, bahkan cinta pertama yang tak pernah sedikitpun menoleh padanya.

"Baiklah! Setelah proses perceraianmu selesai maka kita akan bersiap pindah ke Paris! Ya ampun, aku senang sekali kamu ikut." Heidy tersenyum sumringah lalu memeluk Lilyant yang hanya tersenyum tipis. Mimik wajah Lilyant seakan masih dipenuhi keraguan, tetapi sekali lagi ia ditampar oleh kenyataan, jika tidak ada yang menunggu ataupun menginginkan dirinya untuk tetap berada di sana.

***

Hari demi hari berlalu, tanpa arti bagi Lilyant. Hidupnya terasa kosong dan hampa menantikan tiap detik menuju persidangan perceraian dirinya dengan Theo.

Pria yang merupakan cinta pertamanya, pria yang selama ini dirinya cintai dalam diam, yang membuat dirinya bahkan rela menjadi seorang istri bayangan.

Tanpa terasa sudah dipenghujung musim semi. Lilyant sudah sekuat tenaga untuk menerima jika dirinya akan benar-benar melepas nama Wadson pada nama belakangnya.

"Ly, are you ok?"

Sontak saja Lilyant menoleh saat Heidy tiba-tiba menepuk pundaknya.

Lilyant menghentikan kegiatannya sejenak lalu menutup koper-koper yang sudah terisi oleh pakaian miliknya.

Senyuman tersemat kembali pada wajahnya, disusul dengan air mata yang seolah tak mampu ditahan lagi.

Lilyant menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, menyembunyikan tangisannya agar tak terlihat.

"Aku baik-baik saja," jawabnya dengan suara parau.

Heidy memeluk Lilyant, dirinya sadar jika hati sahabatnya tengah hancur berkeping-keping. Gadis itu sangat mengetahui seberapa besar rasa cintanya Lilyant kepada Theo, walaupun pria itu tak pernah sedikitpun menyadarinya dan memperlakukan dirinya dengan baik.

"Ya, kamu baik-baik saja! Kamu pasti baik-baik saja!"

***

"Lily!"

Lilyant menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang. Pandangannya terkunci pada sosok yang sebenarnya tak ingin ia lihat kembali.

Dua pasang mata anak manusia itu saling bersitatap satu sama lainnya, seolah menyampaikan sesuatu dari siratan tanpa ucapan kata.

"Terima kasih untuk tiga tahun ini!"

Uluran tangan Theo membuat Lilyant terperangah. Gadis itu hanya bergeming dan menatap wajah Theo.

"Mengapa dia harus begini? Mimik wajah macam apa itu? Bahkan selama tiga tahun ini aku tidak pernah sekalipun melihatnya," gumam Lilyant dalam hati.

Hari itu sorot mata Theo tak seperti biasanya, sorot mata dingin dan sinis yang biasanya ia perlihatkan seketika berubah menjadi sendu.

Namun mengapa, saat mereka telah resmi berpisah pria itu memperlihatkan sisi yang tak pernah ia ketahui.

"Untuk apa berterima kasih? Bukannya tidak ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan dalam hubungan kita? Oh ya aku harap kamu tidak perlu memberikan kompensasi apapun, aku sama sekali tidak membutuhkan semua itu! Ha-ha-ha memikirkannya saja sudah membuatku muak!"

Lilyant melepaskan sebuah cincin yang tiga tahun ini tak pernah sekalipun ia lepaskan dari jari manisnya, memberikannya kepada Theo yang terkejut akan tindakan dan ucapan pedas dari Lilyant.

"Selamat tinggal! Semoga kita takkan pernah bertemu lagi, bahkan dikehidupan selanjutnya."

Lilyant segera berbalik, tak ingin dirinya kembali hanyut akan perasaan menyedihkan.

Langkah kakinya semakin cepat meninggalkan Theo yang kini tengah memandang punggungnya hingga hilang dari penglihatan.

Kedua tangan Theo mengepal erat, dia tak pernah sekalipun melihat air muka dan perkataan Lilyant yang seperti itu, bahkan saat dulu dirinya selalu mengacuhkan Lilyant.

Ada perasaan tak nyaman muncul begitu saja, bahkan kini dirinya seolah meragukan keputusan bercerai yang sudah ia dipilih secara sepihak.

"Tuan!" ucap Edward tiba-tiba dengan napas tersenggal, pria itu berlari menghampiri Theo sambil membawa sebuah kotak berwarna merah di tangannya.

"Ada apa?" tanya Theo.

Edward tampak ragu, pria itu menghela napasnya sebelum kembali menyampaikan sesuatu pada pria yang sudah bertahun-tahun lamanya menjadi atasannya.

"Tadi saya memastikan penthouse dan saya bertemu dengan Anna. Dia menyampaikan jika sejak awal musim semi nyonya sudah tidak tinggal di sana, lalu ini seperti sesuatu untuk Anda.

Theo menerima kotak tersebut, lalu membukanya. Terdapat sebuah syal dan selembar kertas yang bertuliskan untaian aksara, seketika kedua mata Theo membulat sempurna. Theo berlari meninggalkan Edward yang menatap bingung tanpa penjelasan.

Terpopuler

Comments

👋ghifa😘😘

👋ghifa😘😘

telat

2022-12-26

0

💜💜 Mrs. Azalia Kim 💜💜

💜💜 Mrs. Azalia Kim 💜💜

jangan bilang kalau kamu menyesal

2022-12-13

0

Cerita Emmilia

Cerita Emmilia

apaan ya tuh

2022-12-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!